JAKARTA, AmiraRiau.com - Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI), Adhi S. Lukman, menyatakan bahwa rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen akan menambah tekanan bagi industri makanan dan minuman.
Menurut Adhi, kenaikan ini berdampak langsung pada margin produksi, mulai dari biaya kemasan hingga bahan tambahan lainnya, yang pada akhirnya mempengaruhi harga jual produk makanan dan minuman kemasan.
“PPN ini sifatnya berantai. Setiap tahap produksi memiliki margin yang akan terakumulasi, sehingga diperkirakan kenaikan harga di tingkat konsumen mencapai 2-3 persen akibat kenaikan PPN,” kata Adhi di Jakarta, Kamis (19/12/2024).
Ia menambahkan bahwa pelaku usaha di sektor ini khawatir kenaikan harga akan berdampak pada penurunan penjualan, terlebih daya beli masyarakat saat ini belum sepenuhnya pulih.
Adhi mencatat bahwa daya beli masyarakat kelas bawah, meskipun telah didukung oleh sejumlah insentif pemerintah, masih belum menunjukkan perbaikan signifikan.
Selain PPN, kenaikan upah minimum yang berlaku mulai 2025 juga menjadi tantangan bagi industri makanan dan minuman. Namun, Adhi mencatat bahwa momentum Ramadhan dan Idul Fitri di awal tahun depan mungkin akan membantu menahan penurunan penjualan.
“Menjelang puasa dan Lebaran, penurunan penjualan kemungkinan tidak begitu terlihat karena kebutuhan masyarakat meningkat. Namun, untuk produk pangan sekunder dan tersier yang bukan kebutuhan pokok, ada potensi penurunan permintaan,” jelasnya, saat dilansir kabarbursa.com.
Adhi menyatakan, GAPMMI telah menyampaikan kekhawatiran para pelaku usaha kepada pemerintah. Selain mengusulkan peninjauan ulang kebijakan PPN, pihaknya juga berharap pemerintah mempertimbangkan pemberian insentif atau kompensasi bagi industri makanan dan minuman jika kenaikan pajak tetap diberlakukan.
“Kami berharap pemerintah dapat meninjau kembali keputusan ini, apakah dengan membatalkan kenaikan PPN atau memberikan pengecualian untuk produk pangan pokok yang dibutuhkan masyarakat,” ujar Adhi.
Ia menyoroti bahwa beberapa negara tetangga justru menurunkan PPN untuk mendukung daya beli masyarakat.
“Mengapa di tengah situasi yang belum kondusif ini, pemerintah justru menaikkan PPN?” tanyanya.
GAPMMI juga meminta pemerintah mengevaluasi berbagai regulasi yang berpotensi membebani biaya produksi. Adhi menekankan pentingnya keseimbangan antara kebijakan fiskal dan keberlangsungan industri makanan dan minuman yang menjadi bagian penting dari perekonomian nasional.***
Editor: Alseptri Ady