BATAM – Unjuk rasa yang dilakukan ribuan warga Melayu, gabungan mulai dari Kepulauan Riau (Kepri), Riau, Jambi, Kalimantan Barat dan sejumlah daerah lainnya yang dilakukan, Senin (11/9/2023) di depan kantor BP Batam berakhir ricuh.
Kericuhan terjadi diduga karena permintaan pengunjuk rasa tidak diakomodir BP Batam. Bahkan kericuhan ini pecah tidak lama saat Kepala BP Batam M Rudi meninggalkan para pendemo.
“Para pendemo minta masuk, namun tidak diakomodir, sehingga terjadi dorong-dorongan dan mengakibatkan bentrok antara massa dan petugas pengamanan yang berjaga,” kata Reza, salah satu pendemo yang mengaku dari luar Kepri.
Reza mengaku kaget, sebab awalnya unjuk rasa ini berjalan aman dan tertib. Para pendemo terlihat adem dan fokus mendengarkan apa yang disampaikan orator.
“Padahal saat kepala BP Batam menemui kami, situasi masih kondusif, namun tidak beberapa lama, begitu kepala BP Batam pergi, aksi ricuh kemudian terjadi,” ungkap Reza.
Reza mengaku keributan ini tidak berlangsung lama. Saat para pendemo yang berada di gerbang samping Kantor BP Batam berhasil menjembol pintu pagar, saat itulah aksi mencekam langsung terjadi.
“Saat itulah terjadi lemparan batu, kayu balok, hingga botol air mineral, yang kemudian dibalas tembakan gas air mata dan tembakan air dari mobil watercanon milik Polisi,” ungkap Reza.
Bahkan dari pelemparan itu, Gedung Bida Utama ruangan Hak Legalitas atas Lahan, kaca jendelanya hancur terkena lemparan batu dan kayu balok. Tidak itu saja, dua anggota polisi yakni Brigadir Andika yang bertugas di unit Jatanras Polresta Barelang menjadi korban amukan massa.
Beruntung rekan-rekannya segera menyelamatkan sehingga Andika bisa diselamatkan. Tidak hanya itu, seorang anggota Provos Polresta Barelang Aiptu Supriadi atau yang akrab disapa Joker juga turut terkena lemparan batu yang dilayangkan massa, hingga membuat darah terus keluar dari kepala Joker.
Sampaikan 5 Tuntutan Dalam aksinya, para pengunjuk rasa menyampaikan 5 tuntutan. Yakni menolak penggusuran 16 kampung tua yang ada di Pulau Rempang, Galang. Kemudian mendesak Polri membubarkan posko terpadu yang didirikan di Pulau Rempang, menghentikan intimidasi dan kekerasan terhadap warga.
Selanjutnya, menuntut Presiden Jokowi membatalkan penggusuran 16 kampung tua, serta mencopot M Rudi sebagai Kepala BP Batam dan membebaskan masyarakat Pulau Rempang yang ditahan tanpa syarat.
Sementara itu, Kepala BP Batam M Rudi yang sempat menemui pendemo mengatakan, hal ini bukanlah kewenangan dirinya, namun pemerintah pusat. “Pengembangan Pulau Rempang bukanlah kewenangan BP Batam, akan tetapi kewenangan Pemerintah pusat Dalam hal ini kami hanya perpanjangan tangan pemerintah pusat saja,” ungkap Rudi.
Rudi menjelaskan, pada pertemuan sebelumnya, pihaknya telah menawarkan perwakilan warga untuk ikut bertemu langsung dengan Pemerintah Pusat. Namun hingga saat ini tawaran tersebut tidak ada jawaban. “Kami di sini sama sekali tidak memiliki kewenangan, semua kewenangan berada di pemerintah pusat. Jadi kami harap saudara semua bisa memaklumi hal ini,” ungkap Rudi saat dilansir kompas.com, Senin (11/9/2023).
Untuk saat ini, suasana di kawasan Batam Centre berangsur kondusif, baik aparat maupun pendemo saat ini sama-sama menahan diri. Para pendemo akhirnya membubarkan diri usai berhasil dipukul mundur oleh aparat hingga di sekitar kawasan masjid Raya Batam Centre.***