Gawat! Dinilai Halangi Pengawasan, Bawaslu Adukan Semua Pimpinan KPU RI ke DKPP

JAKARTA – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI resmi mengadukan seluruh komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI.

Aduan ini terkait terbatasnya akses Sistem Informasi Pencalonan (Silon) selama tiga bulan tahapan pendaftaran bakal calon anggota legislatif (bacaleg) berlangsung.

Karena keterbatasan ini, Bawaslu merasa kesulitan mengawasi dokumen pencalonan bacaleg. “Aduan dari Bawaslu disampaikan ke DKPP kemarin, Senin (7/8/2023) sore,” ujar anggota DKPP RI Dewa Raka Sandi, saat dilansir Kompas.com, Selasa (8/8/2023).

Raka menyebutkan, aduan tersebut masih diproses menurut mekanisme yang berlaku di internal DKPP. “Mekanisme penangan aduan yang masuk ke DKPP diatur dalam peraturan DKPP tentang pedoman beracara kode etik penyelenggara pemilu,” kata Raka.

“Pada intinya akan ada verifikasi administrasi terlebih dahulu. Kemudian, jika telah memenuhi syarat administrasi, baru dilanjutkan dengan verifikasi materil,” ia melanjutka.

Sebagai informasi, pendaftaran bacaleg sudah dibuka sejak 1 Mei 2023. Dokumen pendaftaran itu sudah sempat diverifikasi tahap pertama, dengan hasil 85-90 persennya belum memenuhi syarat. Dokumen pendaftaran itu kemudian sudah rampung diperbaiki oleh partai politik dan diverifikasi untuk kali kedua oleh KPU.

Hasilnya, di tingkat DPR RI, 83,84 persen bacaleg dinyatakan memenuhi persyaratan. Kini, KPU sedang merancang Daftar Calon Sementara (DCS), sebuah tahapan sebelum penetapan Daftar Calon Tetap (DCT) yang tak bisa lagi diganggu-gugat.

Selama itu pula, Bawaslu tak bisa leluasa melakukan pengawasan karena terbatasnya akses Silon. Para pimpinan Bawaslu RI telah berulang kali mengeluh soal terbatasnya akses Silon sebab kemampuan mereka mendapatkan temuan pelanggaran tergantung pada data yang dibuka KPU.

Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, pernah menyebutkan bahwa para pengawas pemilu hanya diberi akses 15 menit terhadap Silon. Mereka juga tidak bisa melihat dokumen pencalonan bacaleg lewat Silon.

Empat kali mereka bersurat ke KPU RI, namun Imam Bonjol baru merespons pada kali keempat. Hasyim Asy’ari cs menganggap bahwa dalam tahapan pencalegan ini, hubungan hukum yang ada hanyalah antara KPU dan partai politik sebagai pihak yang mendaftarkan bacaleg.

Ia juga berdalih bahwa KPU harus berhati-hati memberi akses Silon kepada pihak di luar KPU dan partai politik, karena sistem informasi itu memuat sejumlah data yang dianggap data pribadi.

Dalam surat balasan KPU RI itu, mereka menegaskan hanya akan membuka akses Silon secara leluasa kepada Bawaslu RI jika pengawas pemilu memiliki laporan dan temuan awal dugaan pelanggaran/ketidaksesuaian dokumen pencalonan bacaleg.

Rahmat Bagja menganggap aneh kebijakan itu. Ia mempertanyakan bagaimana bisa Bawaslu memiliki temuan awal yang menjadi syarat dibukanya akses Silon, jika Silon itu sendiri tak dibuka sejak awal. Sebab, seluruh dokumen pendaftaran bacaleg terhimpun di sana. “Enggak ada temuan awal kalau Silon tidak dibuka,” ucap Bagja kepada wartawan, Rabu (26/7/2023).***

gambar