Gebrakan KPK Ungkap Bisnis Perkara di Rumah Wakil Tuhan

JAKARTA, AMIRARIAU.COM-Pengadilan adalah rumah sang ”wakil Tuhan” dalam memberikan keadilan kepada masyarakat. Tapi alih-alih memancarkan cahaya keilahian, rumah tersebut malah dijadikan sarang bagi sebagian mafia perkara.

Makelar kasus (markus) di pengadilan ternyata benar adanya. Hal ini dibuktikan kembali dengan operasi senyap KPK yang menangkap pejabat Mahkamah Agung (MA), Andri Tristianto Sutrisna (ATS). Meski belum terbukti secara hukum, tetapi KPK telah menunjukan judicial corruption di lembaga peradilan.

Bisnis perkara di MA bukanlah hal baru. Di era Orde Baru, mafia ini nyaris tidak pernah tersentuh oleh hukum. Pasca reformasi, MA mulai bisa disentuh aparat penegak hukum usai negara mendirikan KPK.

Gebrakan pertama KPK adalah menangkap mantan hakim tinggi pada Pengadilan Tinggi (PT) Yogyakarta, Harini Wiyoso. Usai pensiun, Harini menjadi pengacara dan mendapatkan klien kakap Probosutedjo. Adik ipar mantan Presiden Soeharto itu terantuk kasus korupsi dana pembangunan hutan tanaman industri (HTI) Rp 100,931 miliar.

Selain membela di pengadilan, sebagaimana dilansir detik.com, Harini ternyata mengambil jalan pintas yaitu mencoba menyuap majelis kasasi yang terdiri dari Bagir Manan, Parman Suparman dan Usman Karim. Harini lalu mendekati staf MA yaitu Pono Waluyo dan Pono mengaku bisa mengkondisikan perkara tersebut.

Harini menyiapkan uang kurang lebih Rp 5 miliar. KPK yang mengetahui gerak-gerik Harini membekuknya pada 30 September 2005. Harini dan kawanannya digelandang ke markas KPK. Harini lalu dihukum 4 tahun penjara. Adapun Pono dihukum 5 tahun penjara.

KPK juga menangkap Djodi Supratman, staf MA yang mau mengkondisikan kasus perkara atas permintaan pengacara Mario Bernando. Djodi menerima sejumlah uang di kantor Mario dalam beberapa tahap.

Pada 25 Juli 2013, Djodi mengambil uang tersebut dan pulang ke kantornya di MA. Saat mendekati MA, KPK lalu membekuk Djodi dengan bukti sejumlah uang. Komplotan ini lalu diadili di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Di persidangan terungkap uang dari Djodi akan disalurkan ke staf hakim agung Andi Abu Ayyub Saleh, Suprapto. Menurut pengakuan Suprapto, uang itu akan diberikan ke hakim agung Andi Abu Ayyub Saleh untuk mempengaruhi putusan.

Di kasus ini, Djodi dihukum 2 tahun penjara dan Mario dihukum 2 tahun penjara. Bagaimana dengan Suprapto dan hakim agung Andi Abu Ayyub Saleh? Keduanya tidak tersentuh karena tidak ada bukti kuat ke mereka.

Selain itu, ada pula kasus yang tidak sampai ke persidangan dan hanya diselesaikan secara internal. MA memecat staf hakim agung berinisial Isn KS karena mencatut nama bosnya.

Isn mengaku bisa melobi hakim agung guna memenangkan perkara. Dalam melakukan aksinya, Isn meminta uang perkara ke ‘korban’. Atas perbuatannya, Isn lalu dipecat pada pertengahan Juli 2015.

Kasus hakim agung Ahmad Yamani juga menjadi sejarah hitam MA. Hakim agung itu memalsu putusan gembong narkoba Hengky Gunawan dan mencoret amar putusan menjadi 12 tahun penjara. MA menyelesaikan kasus ini secara internal dengan memecat Yamani dan tidak meneruskan kasus ini ke tahap projustitia.

Kasus-kasus di atas merupakan sepenggal cerita hitam di puncak pengadilan Indonesia. Masih banyak kasus serupa di daerah yang terus menghiasi kelamnya dunia peradilan. (ee)

(f: dtc)

gambar