Tenggek Burung, Kincung dan Pasar Tangor yang tak Pernah Tidur

Bandrek Pak'De di Pasar Tangor, Tenayan Raya, Pekanbaru

PEKANBARU – Pasar Tangor, merupakan pasar tradisional di Kecamatan Tenayan Raya. Pasar yang nyaris tak pernah ‘tidur’ karena yang berjualan silih berganti, baik siang ataupun malam.

Jika siang, hingga sore hari, pasar ini diramaikan dengan pedagang sayur mayur yang datang dari berbagai daerah, termasuk pedagang dari Sumbar, membawa berbagai kebutuhan sehari-hari, cabe, daun sayur hijau sampai singkong.

Mereka dikenal dengan pedagang ‘babelok’ atau pedagang keliling dari pasar demi pasar. Biasanya datang per kelompok menggunakan mobil pick up atau truk. Jalanan dan beberapa pasar di daerah tertentu, sudah mengenal mereka dengan baik.

Pelanggannya tidak main-main. Rela menunggu hingga pedagang babelok ini datang kembali. Jadwalnya tetap, meskipun pejualnya berbeda, tapi jualannya akan tetap sama. Cabe mudiak, sayur mudiak, hingga beras mudiak. Mudiak merupakan sebutan untuk menjelaskan bahwa asal jualannya dari Sumatera Barat.

Penggaleh (pedagang) babelok inilah yang kemudian membuat beberapa pasar tradisional di Pekanbaru lumayan ramai dari waktu ke waktu. Hingar bingar pembeli dan pedagang yang menjajakan dagangannya membuat suasana semakin siang semakin meriah.

Pedagang lokal juga tak mau kalah. Mereka akan mulai berjualan sejak pukul 05.00 Wib. Jualan mereka adalah kesegaran, dan lebih banyak variasinya. Ada terong, jahe, dan daun tenggek burung. Lalapan yang sejak lama sangat digandrungi masyarakat.

Tenggek burung, sejak beberapa waktu belakangan menjadi fenomenal. Namanya saja sudah mengarah ke bahasa tetangga, Sumbar. Kalau benar demikian, berarti tenggek burung itu dari sana, berarti pohon ini sangat disukai burung untuk hinggap atau bertengger.

Sayangnya, daun tenggek burung rada-rada susah dicari walau saat ini sudah ada yang mengembangkan bibit untuk ditanam sendiri Tapi kalau sedang beruntung, lalapan daun muda ini gampang dijual dengan harga sedikit mahal, penjualnya tidak perlu repot-repot menarik perhatian para pembeli. Ada tenggek burung pasti dikerubuti.

Kenapa tenggek burung disukai? Dari beberapa informasi, daun ini ternyata berkhasiat untuk berbagai hal. Misalnya, sangat berguna untuk wanita yang baru melahirkan, menurunkan tekanan darah, menambah keperkasaan pria, hingga menyegarkan tubuh.

Dengan keistimewaannya pula, tenggek burung berbau sedap dan kehijauan ini kemudian banyak diburu. Beberapa rumah makan di Pekanbaru telah biasa menyediakan lalapan sejenis dan selalu menjadi incaran yang datang, selain petai dan jengkol tentunya.

Eit, jangan salah. Namanya pasar tradisional, sudah pasti ada kecombrang, kantan, atau honje, sejenis tumbuhan rempah dan merupakan tumbuhan tahunan berbentuk terna yang bunga, buah, serta bijinya dimanfaatkan sebagai bahan sayuran.

Nama lainnya adalah honje, sempol, kincung, bungong kala, bunga rias, asam cekala, kumbang sekala, sambuang, jaong, takalu serta lucu dan unji namanya jika di Bengkulu.

Dengan seribu nama yang disematkan padanya, pastilah kincung, eh unji, atau apalah banyak disukai. Katanya, dengan kincung yang beraroma khas, amis ikan sekalipun akan hilang dengan sendirinya. Khasiatnya lainnya juga tak kalah hebat, penghilang bau badan. Luar biasa bukan…?

Tenggek burung, kincung, petai, jengkol dan berbagai sayuran, daging serta ikan segar, hampir setiap hari selalu ada di Pasar Tangor. Padahal, dulunya, pasar tradisional tersebut adalah tempat ‘pertemuan’ setiap hari Minggu saja dan tidak ada aktivitas pada hari-hari berikutnya, sepi.

Tapi lihatlah sekarang, Pasar Tangor seolah tidak pernah ‘tidur’. Siang ataupun malam aktivitasnya sekarang tak pernah sepi. Bedanya, kalau malam hari berganti pedagang kuliner yang mengais rezeki.

Silahkan datang ke Pasar Tangor untuk mencoba. Paling ternama itu, ada bandrek Pak’De. Minuman penghangat dari jahe ini begitu ramai. Pembeli datang silih berganti, adapula yang memanfaatkan menikmati skoteng, bandrek atau teh telur, sambil nongkrong melepas penat setelah beraktivitas seharian.

Biasanya yang nongkrong di situ datang bersama teman. Derai tawa gurauan, saling bersahutan diantara meja satu dengan meja yang lain. Pemilik Bandrek Pak’De, seakan memberi ruang seluas-luasnya untuk santai dalam balutan dendang lagu kekinian.

“Kita buka pada saat malam. Dan tutup setelah dinihari, tapi kalau cepat habis, tutup cepat pula,” kata Iwan, pemilik Bandrek Pak’De, Kamis (16/2/2023) malam.

Bukan hanya Iwan yang membuat Pasar Tangor terus menggeliat malam hari. Ada pedagang martabak, jus dan lain sebagainya dan mereka seakan kompak untuk tutup setelah aktivitas pedagang tradisional mulai berdatangan lagi. Begitu terus dan terus.

Rata-rata, mereka memanfaatkan areal parkir ruko. Cukup luas dan memadai ketika cuaca malam memberi kenyamanan pada para pengunjung. Bagi pedagang seperti mereka, itu sudah cukup untuk mencari nafkah bagi keluarga.

Mereka akan terus tersenyum, walau kadang hasilnya tidak sebanding dengan perjuangan melawan dinginnya cuaca. Senyum itu akan kembali mengembang ketika melayani pembeli malam berikutnya.

Harapan kita tentulah pasar ini akan selalu bergerak sehingga memberi dampak positif bagi warga tempatan umumnya dan para pedagang kecil khususnya. Tetap semangat Pasar Tangor!!! (Top)***

gambar