Terdakwa Korupsi Alkes RSUD Riau Muntah di Ruang Sidang

Pekanbaru, AmiraRiau.Com-Terdakwa kasus korupsi Alat Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Riau, Yuni Efrianti tiba-tiba muntah saat menjalani persidangan yang mengagendakan pembacaan eksepsi di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Rabu (9/1). Melihat terdakwa muntah, hakim Saut meminta kepada jaksa agar mengecek kondisi Yuni.

Beberapa kali Yuni terlihat menahan rasa mual. Hingga akhirnya dia muntah di kantong plastik yang dibawanya. Penasehat hukum Yuni langsung mengajukan permohonan secara lisan kepada hakim agar terdakwa diizinkan berobat. Hakim mengabulkan permohonan itu.

“Melihat kondisi terdakwa Yuni Efrianti sedang tidak sehat, maka kita mendahulukan pembacaan eksepsinya (Yuni),” kata hakim Saut, sebagaimana dilansir merdeka.com.

Sebelum sidang eksepsi selesai, hakim memberikan izin Yuni untuk meninggalkan meja hijau. Hakim menilai kondisi Yuni tidak memungkinkan untuk melanjutkan sidang. Terdakwa diizinkan berobat ke rumah sakit selama 8 jam.

“Atas dasar kemanusiaan dan kesehatan terdakwa Yuni, maka terdakwa ditangguhkan dan eksepsinya dianggap sudah dibaca,” ujarnya.

Majelis hakim memberi izin kepada Yuni untuk keluar dari Lembaga Pemasyarakatan Perempuan dan Anak, Kamis (10/1) dari pukul 08.00 Wib hingga 16.00 WIB. Yuni menjalani perawatan di Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru.

“Silakan menjalani perawatan di Rumah Sakit Awal Bros. Setelah selesai, kembali lagi ke Rutan,” katanya.

Hakim meminta bantuan kepada petugas Kejaksaan Negeri Pekanbaru untuk membawa Yuni keluar dari ruang sidang. Dengan tertatih menahan sakit, dia dipapah keluar ruang sidang.

Yuni merupakan Direktur CV PMR yang ikut membuat Formulir Instruksi Pemberian Obat (FIPO) dengan mencantumkan harga yang tidak sesuai dengan harga pembelian sebenarnya dalam pengadaan alat kesehatan spesialistik Pelayanan Bedah Sentral di staf fungsional RSUD Arifin Achmad. Pembelian itu, pesanan dan faktur dari CV PMR disetujui instansi farmasi. Selanjutnya dimasukkan ke bagian verifikasi untuk dievaluasi dan bukti diambil Direktur CV PMR, Yuni Efrianti. Lalu dimasukkan ke Bagian Keuangan.

Setelah disetujui pencairan, bagian keuangan memberi cek pembayaran pada Yuni Efrianti. Pencairan dilakukan Bank BRI, Jalan Arifin Achmad. Setelah itu, Yuni melakukan perincian untuk pembayaran tiga dokter setelah dipotong fee 5 persen. Pembayaran dilakukan kepada dokter dengan dititipkan melalui staf SMF Bedah.

CV PMR diketahui bukan menjual atau distributor alat kesehatan spesialistik yang digunakan ketiga dokter. Kenyataannya, alat tersebut dibeli langsung oleh dokter bersangkutan ke distributor masing-masing.

Alat kesehatan juga tidak pernah diserahkan CV PMR kepada panitia penerima barang dan bagian penyimpanan barang di RSUD Arifin Achmad sebagaimana ketentuan dalam prosedur tetap pengadaan dan pembayaran obat, gas medis dan alat kesehatan pakai habis BLUD Arifin Achmad.

Selama medio 2013 dan 2013, Direktur CV PMR dibantu stafnya Muklis telah menerbitkan 189 faktur alat kesehatan spesialistik. Harga alat kesehatan yang tercantum dalam faktur berbeda-beda dengan harga pembelian yang dilakukan terdakwa dr Welly Zulfikar, dr Kuswan Ambar Pamungkas dan drg Masrial.

Dari audit penghitungan kerugian keuangan negara ditemukan adanya kerugian negara sebesar Rp 420.205.222. Jumlah itu diterima oleh CV PMR dan tiga dokter. (e2)

Ilustrasi. (f: merdeka.com)

gambar