
PEKANBARU, AmiraRiau.com- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) akhirnya mengakomodir tuntutan masyarakat Riau dan Jambi, yang hampir 21 hari sejak melakukan aksi jalan kaki hingga bertahan dengan mendirikan tenda di Jakarta.
Adv Asbullah, Bidang Advokasi Komite Pejuang Pertanian Rakyat (KPPR), Minggu (22/12/2024) siang, menyebutkan, saat ini masyarakat sudah dalam perjalanan pulang ke kampung halaman masing-masing.
“Ratusan masyarakat sudah dalam perjalanan kembali ke Riau dan Jambi dengan menggunakan 3 bus. Saat ini dalam perjalanan sejak berangkat Minggu pagi,” ujar Asbullah.
Baca Juga:
Masyarakat Riau dan Jambi ini, kata Asbullah, menuntut sistem Tanah Objek Reforma Agraria atau TORA, yaitu tanah yang dikuasai negara atau dimiliki masyarakat untuk dilegalisasi atau diredistribusi. TORA mencakup tanah dari kawasan hutan, non-kawasan hutan, dan hasil penyelesaian konflik agraria.
“Insyaalah sudah diakomodir oleh KLHK. Untuk tindak lanjut, akan ada pertemuan atau rapat di Pekanbaru,” ujar Asbullah.
Baca Juga:
Warga Riau dan Jambi yang Sakit di Jakarta Bertambah, 4 Dikabarkan Parah, 1 Sudah Dirawat di RS
Sebelumnya, sebanyak 500 petani dari Riau dan Jambi memilih berkemah di depan Gedung KLHK setelah menempuh perjalanan panjang dengan aksi jalan kaki.
Mereka tiba di Jakarta pada Kamis (12/12/2024) setelah 11 hari berjalan kaki dengan menempuh jarak sekitar 1.200 Km dari Riau, guna mendesak pemerintah segera menyelesaikan konflik agraria yang telah berlangsung selama puluhan tahun.
Baca Juga:
Tak Hanya Banyak yang Sakit, Masyarakat Riau yang Bertahan di KLHK Jakarta Sudah Kehabisan Logistik
Belum Ada Penyelesaian, Masyarakat Riau dan Jambi yang Jalan Kaki ke Jakarta akan Bertahan di KLHK
“Kami akan berkemah dan bertahan di sini, sampai kami mendapatkan kembali hak kami. Tanah adalah sumber kehidupan kami, dan kami meminta pemerintah mengembalikannya kepada yang berhak,” tegas Ketua Umum Komite Pejuang Pertanian Rakyat (KPPR), Muhammad Riduan di depan kantor KLHK.
Konflik agraria ini melibatkan ribuan hektare tanah yang berpindah ke perusahaan besar. Di Kabupaten Kampar, Riau, tanah seluas 2.500 hektare yang semula dicadangkan untuk masyarakat kini dikuasai pihak tertentu. Kondisi serupa terjadi di Kabupaten Indragiri Hulu, di mana masyarakat digusur akibat tumpang tindih kepemilikan tanah.***

