Aliansi Militer Suriah dan Turki

Oleh
Hasrul Sani Siregar, MA
Alumni Hubungan Antarabangsa IKMAS, UKM, Selangor Malaysia

Hubungan Suriah dan Turki membawa hubungan baru, setelah jatuhnya rezim Bashar al-Assad oleh pemberontakan pada 8 Desember 2024. Jatuhnya Damaskus ibu kota Suriah kepada pemberontak yaitu yang menamakan Hayat Tahrir al-Sham (HTS) pimpinan Abu Mohammed Al Julani. Presiden Suriah yang baru yaitu Ahmed al-Sharaa telah mengadakan pembicaraan dengan presiden turki Recep Tayyip Erdogan dalam rangka membangun aliansi militer oleh kedua negara dalam menghadapi pemberontakan di kedua negara. Turki menginginkan dukungan oleh Suriah untuk menumpas kelompok militant Kurdi yang berada di wilayah timur laut Suriah.

Pasukan Demokratik Suriah (Suriah Democratic Front) yang didukung oleh Amerika Serikat melawan pasukan yang didukung oleh Turki. Turki memerangi kelompok Demokratik Suriah yang bersekutu dengan partai pekerja Kurdistan, sebuah kelompok separatis yang dilarang di Turki. Aliansi militer Suriah dan Turki membuat Israel semakin cemas yang mana, Israel dan Suriah masih bersengketa di Dataran Tinggi Golan yang dikuasai oleh Israel yang dicaploknya dari wilayah Suriah.

Kejatuhan rezim Bashar al-Assad dan keluarganya yang telah berkuasa lebih kurang 50 tahun yang sebelumnya dipimpin oleh bapaknya, Hafez al-Assad. Bashar al-Assad sendiri telah berkuasa selama lebih kurang 24 tahun sejak tahun 2000. Jatuhnya Damaskus ke tangan kelompok militan Hayat Tahrir al-Sham (HTS) pimpinan Abu Mohammed Al Julani telah menandai perubahan konstelasi politik khususnya di kawasan timur tengah dan hubungan mitra strategis dengan Rusia dan Iran. Dengan jatuhnya rezim Bashar al-Assad, tentu mempengaruhi konstelasi politik yang tidak hanya di dalam negeri Suriah sendiri, juga dampaknya terhadap negara-negara yang selama ini mendukung Bashar al-Assad khususnya Iran dan Rusia yang sejak dulu mendukung pemerintahan di Suriah.

Bashar al-Assad dapat melarikan diri ke Rusia dengan dukungan oleh Presiden Rusia Vradimir Putin. Rusia memiliki pengaruh yang sangat kuat baik politik dan militer di Suriah. Beberapa pangkalan militer Rusia berada di Suriah. Faktor kemanusiaan menjadi alasan mengapa Rusia memberikan suaka politik kepada Bashar al-Assad. Tentu tidak hanya faktor kemanusiaan saja, hubungan yang sudah terjalin antara Rusia dan Suriah juga menjadi alasan mengapa Rusia melindungi Bashar al-Assad.

Dukungan Rusia dan Iran melemah

Runtuhnya rezim Assad berdampak terhadap melemahnya kekuatan Rusia dan Iran di negara tersebut. Selama ini, pengaruh Rusia dan Iran sangat besar mendukung rezim Bashar al-Assad dari upaya pemberontakan yang ingin menjatuhkan kekuasaannya. Sejak masih berdirinya Uni Sovyet, yang kemudian digantikan dengan Rusia, Uni Sovyet telah mendukung pemerintahan Suriah di bawah pemerintahan Hafez al-Assad. Hubungan antara Suriah dan Uni Soviet dimulai pada masa perang Dingin (1947–1991). Suriah menjadi sekutu terdekat Uni Sovyet dan menentang kekuatan barat yaitu Amerika Serkat dan sekutunya. Walaupun Uni Sovyet sudah bubar pada 25 Desember tahun 1991, yang kemudian digantikan oleh Rusia.

Pada 2011, Rusia mulai terlibat secara langsung dalam perang saudara di Suriah yang melibatkan kelompok militan yang menentang pemerintahan Bashar al-Assad. Rusia sendiri mendukung pemerintahan Bashar al-Assad. Rusia mengirimkan ekspedisi militer secara besar besaran termasuk pasukan tempur, untuk membantu militer Suriah. Rusia juga menggunakan hak vetonya di Dewan Keamanan Perserikatan bangsa-bangsa (PBB) untuk menghindari kemungkinan sanksi atau intervensi militer terhadap Suriah. Dukungan yang sangat kuat diberikan Rusia kepada Bashar al-Assad dengan memberikan suaka politik setelah jatuhnya Damaskus ketangan kelompok militan pimpinan Abu Mohammed Al Julani.

Hubungan kedua negara semakin kuat yang mana Rusia tetap menjadikan Suriah sebagai mitranya di kawasan Timur Tengah sebagai upaya penyeimbang dalam berhadapan dengan Amerika Serikat yang juga menjalin kerjasama dengan negara-negara di Timur Tengah. Rusia dan Iran menjalin kerjasama militer dengan Suriah yang juga sebagai upaya berhadapan dengan Amerika Serikat dan sekutunya. Oleh sebab itu, Rusia dan Iran merupakan mitra politik dan militer Suriah. Namun dengan jatuhnya rezim Bashar al-Assad pada 8 Desember 2024, maka kekuatan kedua negara yaitu Rusia dan Iran  semakin melemah.

Setelah jatuhnya pemerintahan Bashar al Assad, beberapa saat kemudian, Iran memberikan pernyataan akan mendukung pemerintahan baru Suriah dan siap melakukan kerjasama. Teheran juga berharap pemerintahan yang dibentuk nantinya adalah pemerintahan inklusif yang mewakili seluruh lapisan masyarakat Suriah. Iran berharap dengan jatuhnya pemerintahan Bashar al-Assad menandai hubungan baru diantara kedua negara yang bertetangga tersebut. Iran memiliki hubungan yang sangat erat dengan Suriah. Iran juga memberikan bantuan militer terhadap pemerintahan Bashar al-Assad yang menghadapi kelompok militan yang menentangnya. Namun kejatuhan Bashar al-Assad yang segitu cepat oleh pihak militan Hayat Tahrir al-Sham (HTS) pimpinan Abu Mohammed Al Julani, membuat Iran tidak dapat mencegah karena Iran menganggap itu persoalan dalam negeri Suriah dan diselesaikan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam pemerintahan Suriah.

Dengan membangun aliansi militer antara Suriah dan Turk tentu ini menjadi babak baru dalam hubungan Suriah dan Turki yang sama-masa berkepentingan menjaga stabilitas politik dalam negeri masing-masing negara. Tentu aliansi militer tersebut akan membuat Israel semakin tersudut yang mana kedua negara yaitu Suriah dan Turki sangat menentang invasi Israel ke Palestina khususnya di Gaza. Tentu aliansi militer yang dibangun antara Suriah dan Turki akan menjadi kekuatan di wilayah timur tengah.***

gambar