Tolak Gugatan, MK Putuskan Perppu Cipta Kerja tak Cacat Formil

Senin, 02 Oktober 2023 | 17:05:30 WIB
Sidang pembacaan putusan terkait penetapan Perppu Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi, Senin (2/10/2023).(KOMPAS.com)

JAKARTA- Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Undang Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) sebagai UU tak melanggar ketentuan pembentukan perundang-undangan.

Hal itu diputuskan dalam sidang pembacaan putusan yang dihadiri 9 hakim konstitusi, sebagaimana dilansir Kompas.com, Senin (2/10/2023).

Kendati demikian, empat hakim konstitusi, yakni Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Suhartoyo, berselisih pandangan (dissenting opinion).

"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua MK Anwar Usman membacakan amar putusan perkara nomor 54/PUU-XXI/2023.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menganggap dalil para pemohon tidak beralasan menurut hukum.

Pertama, pemohon mendalilkan bahwa penetapan Perppu Ciptaker menjadi UU oleh DPR melanggar konstitusi karena dilakukan pada masa sidang keempat, padahal perppu itu diteken Presiden Joko Widodo pada masa sidang kedua.

Mahkamah menganggap wajar jika DPR butuh waktu lama untuk menetapkan perppu itu menjadi Undang Undang, sebab Perppu Ciptaker bersifat omnibus yang mencakup 78 undang-undang lintas sektor. Majelis hakim juga menilai, parlemen tidak buang-buang waktu untuk mereview perppu itu sejak menerima surat presiden.

Kedua, pemohon menilai bahwa penerbitan perppu itu tidak memenuhi unsur kegentingan yang memaksa. Akan tetapi, MK mengamini argumen pemerintah yang disampaikan dalam persidangan, bahwa Perppu Ciptaker itu genting untuk diteken.

Kegentingan itu berupa "krisis global yang berpotensi berdampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia akibat situasi geopolitik yang tidak menentu dikarenakan (salah satunya faktor pemicu) adanya Perang Rusia-Ukraina serta ditambah situasi (pasca) krisis ekonomi yang terjadi karena adanya pandemi Covid-19".

Perdebatan soal kegentingan yang memaksa itu, menurut Mahkamah, sudah selesai ketika DPR menyetujui penetapan Perppu Ciptaker menjadi undang-undang.

Ketiga, soal ketiadaan partisipasi bermakna publik dalam pembentukan undang-undang itu, MK juga menilainya tak beralasan menurut hukum.

Menurut majelis hakim, partisipasi publik yang bermakna tidak dapat dikenakan pada undang-undang yang sifatnya menetapkan perppu, sebab perppu membutuhkan waktu cepat untuk diundangkan karena kegentingan yang memaksa.

"Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan hukum di atas, Mahkamah berpendapat, telah ternyata proses pembentukan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 secara formil tidak bertentangan dengan UUD 1945," ujar hakim konstitusi Guntur Hamzah membacakan pertimbangan putusan.

"Oleh karena itu, Undang-undang Nomor 6 Tahun 22023 tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dengan demikian, dalil-dalil permohonan para pemohon adalah tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya," lanjutnya.

Sebagai informasi, perkara ini diajukan oleh 15 pemohon berbentuk serikat/konfederasi serikat buruh, dengan eks Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana cs sebagai advokat.

Pada sidang pembacaan putusan hari ini, masih terdapat 4 perkara sejenis yang putusannya belum dibacakan.***

Terkini