JAKARTA, AmiraRiau.com– Ketua Aliansi Masyarakat Adat Melayu (AMA) Riau memberikan laporan dugaan perampasan tanah masyarakat adat yang digarap oleh pelaku usaha kebun sawit tanpa izin di depan Forum RDP Komisi II DPR RI. Kamis (23/1/2025).
“Kita menyampaikan perlakuan pelaku usaha yang terjadi selama ini di Riau. Dimana telah terjadi selama puluhan tahun perampasan dan penguasaan tanah Masyarakat adat melayu Riau sebagaimana yang kami laporkan,” kata Datuk Laksamana Heri ismanto, S.Th.I Sebagai Ketua AMA Riau.
Perusahaan kebun kelapa sawit tersebut, yaitu:
- 1. PT. ADITYA PALMA NUSANTARA dan PT. ELUAN MAHKOTA Anak Perusahaan PT. DUTA PALMA/ DARMEX Group dengan Masyarakat Adat Luhak Kepenuhan. Dengan luas kurang lebih 8.000 hektar.
- 2. Datuk Adat dan Masyarakat Adat Luhak / Eks Kerajaan Tambusai dengan Perusahaan yang ada di Wilayah Adat Luhak Tambusai (10 Perusahaan), dengan luas kurang 71.333 hektar.
- 3. Konflik PT. HUTAHEAN dengan Masyarakat Adat Luhak Tambusai dan Luhak Kunto Darussalam ( Desa Muara Dila m dan Desa Teluk Sono ), dengan luas 4.200 hektar.
- 4. Konflik PT. Sumber Alam Makmur Sentosa (SAMS) dengan Mayarakat Transmigrasi UPT VII dan Desa Muara Dilam, dengan luas kurang lebih 841 hektar.
- 5. PT. SURYA INTISARI RAYA dengan Masyarakat Adat Tebing Tinggi Okura Kota Pekanbaru, Tualang dan Maredan Barat Kabupaten Siak. Dengan luas kurang lebih 5200 hektar.
- 6. PT. ANEKA INTI PERSADA Anak Perusahaan PT. MINAMAS Group Kebun Tualang dengan Masyarakat Kecamatan Tualang Kabupaten Siak. Dengan luas kurang lebih 11.143 hektar.
- 7. Pengusaha Suryanto Wijaya ( Ayau ) Konflik dengan Masyarakat Adat Desa Kepau Jaya Kabupaten Kampar, dengan luas kurang lebih 1500 hektar.
Dari Semua pelaku usaha perorangan ataupun Perusahaan kebun sawit yang digarap saat ini, berdasarkan data yang dijelaskan tersebut hampir semuanya tidak memiliki izin yang sudah di atur oleh pemerintah.
Datuk Heri menegaskan, harapannya kepada pemerintah untuk bisa menertibkan Kembali, dengan diambilalih, kemudian dikembalikan kepada rakyat.
“Kami yakin Presiden Prabowo sudah dengan tegas mengatakan, tindak semua yang ilegal dan kembalikan kepada rakyat,” ujar Dt Heri.
Dalam pembukaan sebelumnya, Nasaruddin sebagai juru bicara yang juga sebagai Ketua Umum Jaringan Nasional (Jarnas) for Prabowo-Gibran memaparkan bahwa konflik agraria di Riau telah menjadi persoalan nasional yang melibatkan masyarakat adat, perusahaan, dan pemerintah.
Pihaknya menyoroti bahwa dari total 4 juta hektar lahan sawit di Riau, hanya 1,8 juta hektar yang memiliki izin resmi.
“Sebanyak 1,8 juta hektar lahan sawit berada di kawasan hutan, termasuk Taman Nasional Tesso Nilo, yang sebagian besar digarap tanpa izin. Selain itu, 300 ribu hektar lainnya berada di Area Penggunaan Lain (APL) namun digarap perusahaan tanpa HGU. Kondisi ini tidak hanya merugikan masyarakat adat tetapi juga mengancam keberlanjutan lingkungan,” katanya.***
Penulis: Heri, Editor: Isman