Hampir Semua Warga Okura Mengaku tak Dilibatkan Dalam Proses  Perpanjangan HGU PT. SIR

PEKANBARU- Aksi penolakan terhadap perpanjangan izin Hak Guna Usaha (HGU) PT. Surya Intisari Raya (SIR), perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kelurahan Tebing Tinggi Okura, Kecamatan Rumbai Timur, Pekanbaru, terus berlanjut.

Kali ini, Warga Kelurahan Tebing Tinggi Okura, ramai-ramai menandatangani pernyataan, yang hingga Senin (4/9/2023), kata Dt. Jonhor, Ketua RW 05 Kelurahan Tebing Tinggi Okura, jumlahnya hampir mencapai 99 persen.

Baca Juga: Disbun Riau Diminta Buka Data Persetujuan Masyarakat Okura Untuk Perpanjangan HGU PT. SIR

Dalam surat pernyataan yang berisi dua point penting itu, kata Dt. Jonhor, warga menyatakan; pertama, tidak mengetahui dan tidak pernah dilibatkan dalam proses melengkapi syarat untuk perpanjangan izin HGU PT. SIR.

Kedua, tidak pernah menerima program kemitraan sebagai syarat 20 persen dari luas HGU PT. SIR sebagaimana diamanahkan dalam Undang Undang dan Peraturan Pemerintah lainnya.

Baca Juga: Ada Indikasi Manipulasi Data, Ratusan Warga Okura Mengaku tak Masuk Calon Petani Peserta 20% PT. SIR

Dt. Jonhor Amin, menegaskan, di Kelurahan Tebing Tinggi Okura terdapat sebanyak 522 KK dan hampir semuanya sudah menyatakan tidak pernah dilibatkan ataupun memberikan persetujuan sebagai salah satu syarat untuk perpanjangan HGU PT. SIR.

Baca Juga: Mengejutkan, BPN Riau Klaim Kantongi Persetujuan Masyarakat Untuk Perpanjangan HGU PT. SIR

“Masyarakat mayoritas sudah bertandatangan. Masalah ini harus menjadi perhatian semua pihak agar dapat dibuka seterang-terangnya karena sebelumnya dikatakan bahwa masyarakat Okura sudah memberikan persetujuan terhadap perpanjangan HGU PT. SIR,” kata Dt. Jonhor Amin.

Mencederai Hak Masyarakat

Menanggapi hal ini, Ketua Aliansi Pemuda Peduli Masyarakat Okura (APPMO), Deni Afrialdi, mengaku terkejut mengetahui bahwa hampir seluruh KK di Okura tidak mengetahui soal perpanjangan ataupun pola kemitraan oleh PT. SIR.

“Ini benar-benar mengejutkan. Ini akan menjadi bukti adanya dugaan manipulasi data untuk kepentingan perpanjangan HGU PT. SIR, sebab kenyataannya malah sebaliknya dimana masyarakat tidak tahu atau tidak dilibatkan sama sekali,” kata Deni Afrialdi, Ketua Aliansi Pemuda Peduli Masyarakat Okura (APPMO).

Baca Juga: Surati Kakanwil BPN Riau, Dua Aliansi Tolak Perpanjangan HGU PT. SIR

“Jika benar dugaan kita, perlakuan tersebut telah mencederai hak masyarakat Okura,” kata Deni.

Dikatakan, masyarakat Okura hanya ingin masalah ini selesaikan sebagaimana diatur Undang Undang Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26/2020 Bidang Pertanian dan Permentan Nomor 18/2021.

Terkesan Super Cepat

Sebelumnya, dalam rilis yang disampaikan kepada AmiraRiau.com, Aliansi Masyarakat Adat (AMA) Melayu Riau, mengapresiasi putusan Majlis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang menjatuhkan vonis 12 tahun penjara terhadap eks Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau, Muhammad Syahrir.

Ketua AMA Riau Heri Ismanto, Jumat (1/9/2023), menyebutkan, berdasarkan fakta persidangan suap dan TPPU itu, terdakwa eks Kakanwil ATR/BPN Riau, terungkap jelas bahwa perkara tersebut erat kaitannya dengan pengaruh jabatan Kakanwil ATR/BPN Riau dalam penerbitan dan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) sejumlah perusahaan perkebunan sawit di Riau.

Jadi AMA Riau meminta pengusutan kasus tersebut tidak berhenti pada M. Syahril selaku penerima suap, namun juga harus menjerat korporasi yang diduga pemberi suap sebagaimana terungkap jelas dalam persidangan, serta pejabat yang diduga kuat turut terlibat pada skandal tersebut.

Beberapa korporasi yang disebut-sebut diduga memberi suap untuk proses penerbitan dan perpanjangan HGU kepada eks Kakanwil ATR/BPN Riau tersebut antara lain, PT. Adimulia Agrolestari, PT. Eka Dura Indonesia, PT. Sekarbumi Alam Lestari, PT. Riau Agung Karya Abadi dan Grup First Resource seperti PT. Perdana Inti Sawit Perkasa, PT. Surya Intisari Raya, dan PT. Meridan Sejati Surya Plantation.

“Sejumlah perusahaan yang disebut diduga memberikan suap pada eks Kakanwil ATR/BPN Riau tersebut adalah permohonan perpanjangan HGU bahkan sudah diteruskan ke Kementerian ATR/BPN, salah satunya PT. Surya Intisari Raya (SIR) yang menjadi salah satu fokus investigasi AMA Riau,” jelas Hery.

Aksi demo ratusan masyarakat Okura di Kanwil ATR/BPN Riau, Kamis (23/8/2023).

Dikatakan Heri, proses perpanjangan HGU PT. SIR terkesan “super cepat alias kilat” dan patut diduga erat kaitannya dengan pemberian suap kepada eks Kakanwil ATR/BPN Riau seperti yang terungkap dalam persidangan.

Indikasi itu juga tidak lepas dari banyaknya kejanggalan dalam proses perpanjangan HGU PT. SIR seperti tidak transparannya Kakanwil ATR/BPN Riau selaku Ketua Panitia B dan Pemerintah Daerah selaku anggota Panitia B dalam mensosialisasikan dan memvalidasi syarat pemenuhan hak kebun plasma 20 persen kepada masyarakat Okura yang diduga di akal-akali dan sarat manipulasi data.

Namun anehnya, lanjut heri, saat audiensi AMA Riau dan masyarakat Okura dengan Kakanwil ATR/BPN Riau beberapa waktu lalu, salah seorang pejabat ATR BPN Riau “pasang badan” menyatakan syarat kebun plasma 20 persen untuk Masyarakat Okura tersebut sudah terpenuhi sehingga Kanwil ATR/BPN Riau memproses perpanjangan HGU PT. SIR ke Kementrian ATR/BPN Pusat di Jakarta.

“Masih ada penolakan warga, dari 522 Kepala Keluarga di Kelurahan Tebing Tinggi Okura, mayoritas sudah menyatakan keberatan dan pernyataan tidak pernah menerima hak 20 persen kemitraan plasma dari PT. SIR tersebut ditambah lagi ada dugaan PT. SIR ini menggarap lahan melebihi luasan HGU nya, tapi kok dibuat seakan-akan tak ada masalah dan diterima masyarakat. Ketika kami meminta data CPP penerima 20 persen itu ke Kanwil ATR BPN Riau waktu itu, mereka tidak mau berikan dan berdalih itu itu bukan kewenangan mereka. Ini kan nggak logis katanya sudah terpenuhi, tapi 98 Persen masyarakat okura mengaku belum mendapatkan, jangan-jangan nama di CPP itu siluman nggak?,” tutur Heri.

Menurut Heri, pengusutan tuntas skandal suap penerbitan dan perpanjangan HGU ini penting dilakukan untuk membongkar “kotak Pandora” kejahatan pertanahan yang terstruktur dengan melibatkan Oknum-Oknum lembaga negara hingga pemerintah daerah sehingga menyebabkan hak-hak masyarakat adat mendapat kesejahteraan dari perusahaan menjadi dikorbankan.

“Ingat proses perpanjangan HGU itu tidak hanya melibatkan ATR/BPN namun juga pemerintah daerah mulai dari tingkat terbawah (Lurah-red) hingga kepala daerah. Kami menduga, manipulasi data CPP itu dilakukan secara sistematis dan kami minta agar KPK mengusut tuntas siapa-siapa saja yang terlibat dalam mafia pertanahan ini,” tutup Heri.***

gambar