JAKARTA – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim menegaskan bahwa mahasiswa S1 tidak lagi wajib membuat skripsi sebagai syarat kelulusan mereka.
Dihapusnya skripsi bagi mahasiswa S1 ini dirumuskan dalam penyederhanaan standar kompetensi lulusan yang menjadi rangkaian Merdeka Belajar Episode 26, Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi.
Menurut Nadiem, standar nasional pendidikan tinggi saaat ini terlalu kaku dan rinci. Contohnya rumusan kompetensi sikap, pengetahuan umum dan keterampilan umum dijabarkan terpisah dan secara rinci.
Mahasiswa program sarjana dan sarjana terapan juga wajib membuat skripsi. Sama halnya mahasiswa program magister wajib publikasi dalam jurnal ilmiah terakreditasi dan mahasiswa program doktor wajib publikasi dalam jurnal internasional bereputasi.
Nadiem menekankan, sebenarnya di era sekarang ada berbagai macam cara menunjukkan kemampuan atau kompetensi lulusan kita. Bahkan Nadiem menilai kebijakan tersebut mulai aneh. Pasalnya ada berbagai prodi yang mungkin cara menunjukkan kemampuan kompetensinya dengan cara lain.
Apalagi prodi di bidang Vokasi. Misalnya untuk menunjukkan kemampuan atau kompetensi di bidang technical, apakah penulisan karya ilmiah yang dipublikasikan adalah cara yang tepat untuk mengukur kompetensinya dalam technical skill tersebut.
“Ini harusnya bukan Kemendikbud Ristek yang menentukan. Harusnya tiap kepala prodi punya kemerdekaan untuk menentukan bagaimana cara mengukur standar kelulusan atau capaian mereka, Jadi kompetensi ini tidak dijabarkan secara terperinci lagi,” beber Nadiem.
Meski mahasiswa S1 tak lagi wajib membuat skripsi ada kebijakan lain yang harus ditaati dalam transformasi perguruan tinggi ini. “Perguruan tinggi dapat merumuskan kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan secara terintegrasi,” imbuh Nadiem Makarim, saat dilansir Kompas.com, Rabu (30/8/2023).
Alternatif lain selain pembuatan skripsi
Nadiem menegaskan, sebagai pengganti ditiadakannya skripsi, mahasiswa S1 bisa memnbuat tugas akhir dalam bentuk:
1. Protipe
2. Proyek
3. Atau bentuk lain.
“Sehingga tidak hanya skripsi, tesis atau disertasi saja. Bukan berarti tidak bisa skripsi, tesis, disertasi tapi keputusan ini di masing-masing perguruan tinggi,” ungkap Nadiem Makarim.
Nadiem menambahkan, jika suatu program studi Sarjana atau Sarjana Terapan sudah menerapkan kurikulum berbasis proyek atau bentuk lain sejenis, maka tugas akhir dapat dihapus atau tidak lagi bersifat wajib.
Sedangkan mahasiswa program Magister/Magister Terapan, Doktor/Doktor Terapan wajib diberikan tugas akhir namun tidak wajib diterbitkan di jurnal.
“Ini benar-benar transformasi yang cukup radikal, cukup besar. Kami memberikan kepercayaan kembali kepada setiap kepala prodi, dekan-dekan, kepala departemen untuk menentukan, mungkin bidang saya yang berkembang begitu cepat dengan teknologi, evolusi industri, mungkin ada cara lain untuk membuktikan hasil lulusan saya yang tidak akan membebankan mahasiswa saya tanpa alasan,” tutur Nadiem Makarim.
Sehingga secara garis besar, transformasi perguruan tinggi dalam hal penyederhanaan standar kompetensi lulusan ini program studi dapat menentukan bentuk tugas akhir.
Serta menghilangkan kewajiban tugas akhir pada banyak program studi Sarjana/Sarjana Terapan. Mendorong perguruan tinggi menjalankan Kampus Merdeka dri berbagai inovasi pelaksanaan Tridharma.***