Menarik Rambut Dalam Tepung

Kronologis Tuntutan Warga Okura Kepada PT. SIR

PEKANBARU- Tersebutlah Kelurahan Tebing Tinggi Okura, Kecamatan Rumbai Timur, Pekanbaru. Sebagian besar penduduknya adalah penduduk asli pribumi, tetapi tidak sedikit yang merupakan penduduk pendatang, terdiri dari Suku Melayu, Jawa, Batak, dan Minang.

Kelurahan Tebing Tinggi Okura yang tahun 2014 dijadikan sebagai Kelurahan Wisata di wilayah Pemerintah Kota Pekanbaru, konon dulu terdapat sebuah benteng pertahanan kokoh yang dibuat oleh para prajurit Raja Panjang.

Baca Juga: Surati Kakanwil BPN Riau, Dua Aliansi Tolak Perpanjangan HGU PT. SIR

Benteng tersebut bertahan hingga masuknya penjajah Jepang ke Indonesia yang kemudian mengambil alih benteng tersebut.

Baca Juga: Ada Indikasi Manipulasi Data, Ratusan Warga Okura Mengaku tak Masuk Calon Petani Peserta 20% PT. SIR

Masyarakat Okura, membentang spanduk saat aksi di Kanwil ATR/BPN Riau, Kamis (24/8/2023).

Jepang kemudian menjadikan wilayah Okura sebagai tempat perkebunan, pertahanan, dan juga sebagai tempat logistik untuk tentara Jepang.

Pemberian nama Okura sendiri diambil dari kata dasar Sakura, yang merupakan bunga khas di Jepang dan bertujuan untuk mengingatkan para tentara Jepang akan kampung halaman mereka.

Baca Juga: Disbun Riau: Data CPCL FPKM 20% PT. SIR Ditentukan Pemko Pekanbaru dan Pemkab Siak

Setelah masa penjajahan Jepang berakhir, daerah Okura awalnya meliputi wilayah Kelurahan Tebing Tinggi Okura, Kelurahan Melebung, Kelurahan Sungai Ukai dan sebagian Kelurahan Industri Tenayan dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Siak Sri Indrapura.

Kemudian pada tahun 1987, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 1987, terjadi pemekaran wilayah dan daerah Okura yang berada di Kabupaten Kampar dimasukkan ke wilayah Kotamadya Pekanbaru, dan pada tahun 1996-1997 Okura secara resmi menjadi sebuah daerah kelurahan yang diberi nama kelurahan Tebing Tinggi Okura yang berada di Kecamatan Bukit Raya Pekanbaru.

Kemudian seiring bertambahnya jumlah penduduk Kota Pekanbaru setiap tahun, pada tahun 2003 diadakan pemekaran wilayah Pekanbaru, sehingga Tebing Tinggi Okura kembali terpecah dengan sebagian masuk Kecamatan Bukit Raya dan sebagian lagi masuk Kecamatan Rumbai Pesisir dan saat ini sudah resmi dalam wilayah Kecamatan Rumbai Timur.

Baca Juga: Pemuda Pancasila Pekanbaru Dukung Penuh Masyarakat Okura Tuntut 20% dari PT. SIR

Tuntut Hak 20%
Kelurahan Tebing Tinggi, namanya kini cukup dikenal. Bak artis yang lagi naik daun, sedang ‘laku-lakunya’ serta menyedot perhatian berbagai kalangan.

Hal itu karena saat ini Warga Okura tengah ‘menuntut’ haknya sebagai masyarakat tempatan yang wilayahnya ditanami kelapa sawit ribuan hektar oleh perusahaan pemegang Hak Guna Usaha (HGU) bernama PT. Surya Intisari Raya (SIR).

Baca Juga: Hampir Semua Warga Okura Mengaku tak Dilibatkan Dalam Proses  Perpanjangan HGU PT. SIR

Tak hanya di Kelurahan Tebing Tinggi Okura, Pekanbaru, bentangan kebun kelapa sawit PT. SIR juga berada dalam wilayah Pemerintah Kabupaten Siak, tepatnya di Maredan Barat serta Tualang.

Aksi pemasangan spanduk oleh masyarakat Kelurahan Tebing Tinggi Okura, beberapa hari lalu.

Tuntutan itu, sebagaimana disampaikan masyarakat melalui surat kepada Kakanwil BPN Riau, beberapa waktu lalu. Pertama berdasarkan UU No.11/2020 tentang Cipta Kerja, PP No.26/2020 Bidang Pertanian dan Permentan No.18/2021, yang mengatur tentang Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat sekitar sebesar 20% dari luas kebun yang diusahakan.

Masyarakat yang belum mendapatkan (kepastian) hak sesuai amanah UU dan PPP tersebut, kemudian bereaksi dan meminta agar perusahaan segera melakukan kewajibannya. Tuntutan ini, tidak hanya sebatas satu dua atau kelompok, melainkan sudah bersama-sama.

Suara masyarakat bahkan semakin kencang ketika ada informasi dugaan bahwa PT Surya Intisari Raya Pemilik HGU No.40/HGU/BPN RI/94 Kebun Sei Lukut dengan luas 3.608 hektare, namun garapan di lapangan diduga mencapai 4.672 hektare. Dugaan ini, disampaikan Laksamana Heri Ismanto, Ketua AMA Melayu Riau, sesuai dengan hasil investigasi di lapangan.

Selain itu, berdasarkan cerita Ketua RW 05, Kelurahan Tebing Tinggi Okura, Dt. Jonhor Amin, apa yang dituntut oleh masyarakat hari ini, sudah disampaikan kepada pihak perusahaan sekitar setahun lalu.

Beberapa tokoh, termasuk dirinya, kata Dt. Jonhor Amin, pernah mengingatkan perusahaan akan hal-hal yang dikhawatirkan dalam hal pemenuhan hak masyarakat atas perusahaan.

“Saya ingat ketika itu sekitar setahun lalu, pernah mempertanyakan apakah dana yang akan dikucurkan melalui koperasi untuk kepentingan perpanjangan HGU PT SIR, yang diketahui akan berakhir pada Desember 2024. Mereka yang di perusahaan kebun saat itu menjawab tak tahu apa-apa dan mengatakan bahwa itu adalah kebijakan kantor pusat,” tutur Jonhor.

Artinya, kata Dt. Jonhor yang juga Panglima Harian DPDK LLMB Rumbai Bersatu, tuntutan ini bukan sejak sehari dua ini, melainkan sudah lama.

“Awalnya kita tidak ingin antara warga dengan perusahaan terpecah akibat masalah ini. Kita juga tak mau ada pihak yang tersinggung atau kepentingannya merasa dicampuri. Makanya kita lakukan pelan dan melalui pendekatan kekeluargaan. Ibarat kata pepatah, menarik rambut dalam tepung. Kita berupaya agar rambut tak putus, tepung tidak bergoyang apalagi sampai berserakan,” tutur Dt. Jonhor.

Ketua Aliansi Masyarakat Adat Melayu Riau, Laksamana Heri Ismanto, S.TH.I (paling kiri), Sekretaris Aliansi Pemuda Peduli Masyarakat Okura (APPMO), Danang Sufrianda, Muslim dan Ketua Aliansi Pemuda Peduli Masyarakat Okura (APPMO), Deni Afrialdi, S.Pd, saat berada di Kanwil BPN Riau, Jumat (4/8/2023).

Hal itu memang terbukti, karena warga Okura dan beberapa tokoh yang dituakan tidak serta merta menuntut, melainkan bermusyawarah. Mengkaji baik dan buruknya serta selalu mengedepankan sopan santun dalam penyampaian.

Tapi ternyata, dengan cara seperti itu kita tidak diacuhkan, hari demi demi hari bulan demi bulan, bahkan tahun berlalu, jawaban tak pernah ada. Apa yang disampaikan tak ubahnya seperti angin lalu.

“Makanya terjadi seperti sekarang ini, dimana seluruh warga sudah bereaksi dan bertekad terus berjuang hingga ada titik terang. Jika layar sudah terkembang, apalagi menyangkut kepentingan masyarakat, surut pula kita berpantang,” tegas Jonhor Amin.

Dugaan Kejanggalan
Setelah proses musyawarah dan mufakat, warga Okura melalui Aliansi Masyarakat Adat (AMA) Melayu Riau dan Aliansi Pemuda Peduli Masyarakat Okura (APPMO), Jumat (4/8/2023), melayangkan surat kepada Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) ATR/BPN Riau di Pekanbaru.

Surat itu dibawa serta disampaikan langsung oleh Ketua Aliansi Masyarakat Adat Melayu Riau, Laksamana Heri Ismanto, S.TH.I, Ketua Aliansi Pemuda Peduli Masyarakat Okura (APPMO), Deni Afrialdi, S.Pd, Sekretaris APPMO yang juga Ketua Forum Pemuda Peduli Masyarakat Okura, Danang Sufrianda, Dt Jonhor Amin, Ketua RW 05 Okura, serta Tokoh Pemuda Okura Musnidianto. Surat itu diterima oleh Bagian Pelayanan Kanwil ATR/BPN Riau, sekitar pukul 10.00 Wib.

Dalam surat tertanggal 2 Agustus 2023 itu, kata Laksamana Heri, ada point alasan mengapa masyarakat menolak perpanjangan HGU PT. SIR.

Pertama, PT Surya Intisari Raya Pemilik HGU No.40/HGU/BPN RI/94 Kebun Sei Lukut dengan luas 3.608 Hektare sesuai SK HGU dan Garapan di lapangan 4.672 hektare setelah dilakukan pemantuan dilapangan sesuai hasil Investigasi AMA Riau.

Ketua AMA Melayu Riau, Laksamana Heri Ismanto, berorasi saat berunjuk rasa di Kanwil ATR/BPN Riau, Kamis (24/8/2023).

Kedua, Berdasarkan UU No.11/2020 tentang Cipta Kerja, PP No.26/2020 Bidang Pertanian dan Permentan No.18/2021 yang mengatur tentang Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat sekitar sebesar 20% dari luas kebun yang diusahakan. Namun masyarakat sampai hari ini belum mendapatkan hak sesuai amanah UU dan PPP tersebut.

Sekitar 20 hari setelah surat dikirim atau pada tanggal 24 Agustus 2023, masyarakat akhirnya sepakat melakukan aksi damai di Kanwil ATR/BPN Riau, Pekanbaru.

Saat itu, terjadi pertemuan antara perwakilan masyarakat dengan Kakanwil ATR/BPN Riau Asnawati yang didampingi beberapa staf.

Dari sini, terungkaplah beberapa hal yang menurut Jonhor Amin, patut diduga sebagai kejanggalan. Bahwa Kanwil ATR/BPN Riau sudah melakukan proses perpanjangan HGU PT. SIR karena syaratnya sudah terpenuhi, salah satunya telah ada persetujuan masyarakat Okura yang ditandai dengan adanya nama-nama Calon Petani Peserta (CPP) berikut Calon Petani Calon Lokasi (CPCL) yang diperoleh dari Dinas Perkebunan Provinsi Riau.

Namun sayangnya, Kakanwil ATR/BPN Riau tidak bersedia membuka data yang dimaksud. Dengan alasan bahwa dokumen itu merupakan rahasia negara.

Ratusan warga Okura yang mendatangi Kantor Lurah Tebing Tinggi Okura untuk mempertanyakan soal HGU PT. SIR, Rabu (20/9/2023).

Selain itu, yang tak kalah menarik adalah, karena semua persyaratan sudah dipenuhi, Kanwil ATR/BPN Riau menyatakan telah mengirimkan seluruh berkas permohonan perpanjangan HGU PT. SIR ke Kementerian ATR/BPN Jakarta.

Apa yang disampaikan oleh Kakanwil ATR/BPN Riau tentu saja bertolak belakang dengan yang dialami oleh masyarakat Okura. Menurut Jonhor Amin, pada kenyataannya, dari 522 KK di Kelurahan Tebing Tinggi Okura, sebanyak 422 KK sudah menyatakan tidak pernah diberitahu, apalagi dilibatkan dalam bentuk CPP ataupun CPCL.

“Kami ada bukti berupa pernyataan bahwa masyarakat tidak pernah dilibatkan dalam hal itu. Semua bertandatangan dan menyerahkan foto copy KTP bahkan KK,” kata Jonhor Amin.

Dikarenakan itu pula, masyarakat Okura lantas bersepakat satu sama lain untuk mengirim utusan ke Kementerian ATR/BPN Jakarta, yaitu yaitu Deni Afrialdi, Danang Sufrianda dan Jonhor Amin.

“Kami telah menyampaikan semua data dan surat permohonan untuk kepentingan masyarakat Okura ke Kementerian ATR/BPN Jakarta. Kita masih terus berupaya mendapatkan hak sebagai masyarakat tempatan, termasuk melakukan pertemuan dengan berbagai pihak yang dianggap bersangkutan serta bisa membantu dan mendengar jeritan masyarakat kecil seperti kami,” kata Jonhor Amin.

Maredan Barat dan Tualang
Dalam prosesnya yang sudah sampai sejauh itu, masyarakat Maredan Barat dan Tualang, Kabupaten Siak, menyampaikan keinginannya untuk bergabung dengan Okura untuk hal yang sama.

Karena merasa senasib, masyarakat Okura menerima mereka dengan senang hati. Beberapa hari setelah itu, Rabu (27/9/2023), terjadilah pertemuan antara perwakilan tiga wilayah, Kelurahan Tebing Tinggi Okura, Pekanbaru, Maredan Barat dan Tualang, Siak, dengan Dinas Perkebunan Riau yang dipimpin langsung oleh Kadisbun Riau, Ir. Zulfadli.

Pertemuan Kadis Perkebunan Riau dengan perwakilan Masyarakat Kelurahan Tebing Tinggi Okura, Tualang dan Maredan Barat, Rabu (27/9/2023)

Dari sini didapat lagi pernyataan yang kembali dikatakan Jonhor Amin, sangat bertolak belakang, bahwa baik data CPP ataupun CPCL untuk Fasilitas Pembangunan Kebun Masyarakat (FPKM) Kelurahan Tebing Tinggi Okura, sebagai syarat perpanjangan HGU PT. SIR, belum ada karena belum ditandatangani oleh Walikota Pekanbaru!

Dalam hal ini, Dinas Perkebunan Riau menegaskan, bahwa sesuai peraturan perundang-undangan dibidang perkebunan, yang berwenang menentukan CPCL FPKM dari PT. SIR adalah Pemerintah Kota Pekanbaru dan Pemerintah Kabupaten Siak.

Selanjutnya, Dinas Perkebunan Provinsi Riau bersedia hadir dan mendukung jika akan dilakukan pertemuan oleh Pemko Pekanbaru dan Pemkab Siak untuk penyempurnaan CPCL dengan melibatkan kepala desa/lurah, camat, dinas terkait agar pembangunan FPKM tepat sasaran.

Takkan berhenti sampai disitu, kata Jonhor Amin, masyarakat Okura sudah menyusun rencana untuk menemui Pj Walikota Pekanbaru, agar semuanya menjadi jelas dan terang benderang. Termasuk kepentingan masyarakat terhadap PT. SIR.

Menurut Jonhor, keberpihakan Pj Walikota Pekanbaru dalam hal ini memang sangat diharapkan oleh masyarakat guna memperjelas dan mempertegas segala macam hak serta kewajiban sehingga ke depan masyarakat Okura hidup dengan tentram dan damai dengan pihak manapun.

Sayangnya, tidak satupun komentar yang diberikan oleh pihak perusahaan. Humas PT. SIR yang beberapa kali dicoba konfirmasi melalui telepon ataupun pesan WhatsApp, selalu tidak merespon.***

gambar