JAKARTA, AmiraRiau.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak Uji materi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang meminta agar syarat 50 persen plus 1 perolehan suara sebagai penentu pemenang Pilkada diterapkan secara nasional.
“Amar putusan, mengadili, satu menyatakan permohonan Pemohon I tidak dapat diterima, dua menolak permohonan Pemohon II dan Pemohon III untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo dalam sidang yang digelar Kamis (14/8/2025).
Seperti diketahui, syarat 50 persen plus 1 suara sebagai penentu kemenangan di Pilkada hanya diterapkan di Pilgub Jakarta, namun daerah lain tidak menggunakan syarat itu.
Dalam pertimbangan hukumnya, Hakim Konstitusi Arsul Sani mengatakan UU Pilkada telah mengatur kepala daerah harus memperoleh lebih dari 30 persen suara sah untuk ditetapkan sebagai calon terpilih.
“Jika tidak ada pasangan calon yang memperoleh suara melebihi 30 persen, maka diadakan pemilihan putaran kedua yang diikuti oleh dua pasangan calon dengan suara terbanyak,” katanya.
MK juga menilai, pemberlakuan pemenang Pilkada 50 persen plus 1 seperti di Jakarta bisa menggerus model asimetris yang berlaku secara khusus.
Pilkada yang menetapkan pemenang Pilkada dengan suara lebih dari 30 persen tidak melanggar prinsip pemilihan yang demokratis, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. “Tidak pula menimbulkan ketidakpastian hukum sebagaimana yang didalilkan para Pemohon. Dengan demikian, permohonan para Pemohon adalah tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya,” tutupnya.***