MUBES Bangsa Tikus

Oleh Chaidir

 ALKISAH akhirnya bangsa tikus sepakat menggelar MUBES – musyawarah besar. Agendanya untuk menyelamatkan bangsa tikus dari teror seekor kucing besar. Ketakutan bangsa tikus sudah tidak tertanggungkan. Korban berjatuhan setiap hari. Tikus-tikus yang ketakutan tinggal menghitung hari, kapan akan jadi mangsa.

Sidang sudah berlangsung tujuh hari tujuh malam tapi belum ada solusi. Ketika peserta sidang sudah hampir putus asa, tiba-tiba seekor tikus kecil muncul dengan gagasan yang brilian. “Kita tidak mungkin melawan kucing besar itu, satu kampung pun, kita pasti binasa.” Peserta sidang terdiam. “Kita hanya bisa melawan kucing besar itu dengan siasat. Kita perlu mengetahui kapan kucing besar itu datang. Caranya, kita gantungkan lonceng di leher kucing besar itu ketika dia tidur. Nanti ketika sang kucing bangun dan berjalan lonceng itu akan berbunyi sehingga kita tahu, dan bisa lari menyelamatkan diri, bersembunyi. Ini konsep early warning system, sistem peringatan dini”. Urai tikus kecil percaya diri.

“Horeee…” peserta sidang bersorak-sorai, berdecak kagum. Ini dia gagasan cerdas. Tikus kecil dielu-elukan bak pahlawan. Namun sesaat kemudian sidang hening ketika pimpinan sidang bertanya, siapa yang bersedia menjadi sukarelawan untuk menggantungkan lonceng itu di leher sang kucing besar? Senyap. Tidak ada satu pun yang berani, termasuk pimpinan sidang, termasuk si tikus kecil yang cerdas itu.

Di negeri Konoha, entah berapa tahun cahaya jaraknya dari negeri bangsa tikus itu, masyarakatnya terdiri dari bangsa manusia, kejangkitan sindrom frustrasi seperti yang dialami bangsa tikus, padahal kedua negeri tak pernah saling berhubungan satu sama lain. Masyarakatnya sedang mengalami frustrasi dan gundah gulana tingkat dewa menghadapi tingkah polah para pemimpinnya.

Dengan pedang kekuasaan berada di tangan, para penguasanya sibuk membangun dinasti, mengurus kroni, memperkokoh oligarki, memperlebar selimut konspirasi, dan tanpa malu-malu melakukan korupsi dengan menghalalkan segala modus. Para penguasanya berbuat sesuka hati. Penyalahgunaan kekuasaan dan penyimpangan-penyimpangan tersebut sebenarnya ibarat angsa putih terbang siang, semua orang mudah melihatnya, tapi anehnya, tak seorang pun kuasa mendeskripsi apa yang dilihat.

Semua berita kasus-kasus besar terhidang di media massa mainstream, online dan media sosial. Apalagi netizen terkenal galak dalam memviralkan kasus-kasus besar ini, termasuk  ketika Presiden ke-7 RI Jokowi mendapatkan predikat presiden terkorup kedua di dunia yang disematkan Lembaga non pemerintah Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP). Lembaga apa itu? OCCRP adalah sebuah lembaga yang banyak mendapat penghargaan dunia (antara lain dari PBB dan Uni Eropa). Artinya, OCCRP bukan lembaga kaleng-kaleng.

Seperti diberitakan TEMPO.CO (3 Januari 2025), OCCRP mengumumkan alasan di balik penobatan Presiden RI ke-7 Jokowi sebagai finalis tokoh terkorup 2024. Keputusan itu diambil berdasarkan jumlah suara dari seluruh dunia untuk menyeleksi dan Jokowi menjadi salah satu tokoh yang masuk ke dalam nominasi tersebut. “OCCRP tidak memiliki kendali atas siapa yang dinominasikan, karena saran datang dari orang-orang di seluruh dunia,” demikian keterangan resmi di situs OCCRP (2 Januari 2025). Berita OCCRP ini sesungguhnya tidak mengejutkan. Mayoritas masyarakat Indonesia umumnya sudah tahu, Jokowi pemimpin yang sangat korup. Rekam jejak dan bukti-bukti menunjukkan Jokowi layak masuk daftar pemimpin terkorup dunia (fnn.co.id – 6 Januari 2025)

Presiden Prabowo Subianto mendapat dorongan untuk mengambil langkah tegas terkait isu penobatan Jokowi sebagai salah satu tokoh terkorup versi OCCRP. Desakan ini muncul dari berbagai kalangan. Rocky Gerung juga mendorong Prabowo segera tanggapi isu Jokowi terlibat korupsi, demi menjaga stabilitas politik dan citra internasional Indonesia. “Kita membaca adanya tekanan internasional yang membutuhkan respons tegas dari Presiden Prabowo,” ungkap Rocky dalam video yang diunggah di kanal YouTube pribadinya pada Minggu, 5 Januari 2025.

Seperti diberitakan berbagai media online antara lain fnn.co.id, perilaku koruptif Jokowi dilakukan secara kasar dengan berbagai modus operandi: manipulasi kebijakan dan peraturan perundang-undangan, melanggar UU dan konstitusi, serta pembiaran korupsi terjadi di sekelilingnya untuk menyandera koruptor elit politik guna mendukung kepentingan politiknya.

Jokowi harus mengamankan kebijakannya dengan menguasai aparat hukum dan peradilan: Kepolisian, Kejaksaan, KPK, Kehakiman (Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi). Jokowi disebut berada di belakang Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung China (KCJBC), 2015 dan Penetapan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang disertai pengusiran penduduk setempat secara besar-besaran seperti yang terjadi di Pulau Rempang, PIK2, dan BSD. Jokowi juga disebut berada di belakang Pembangunan BTS (Base Transceiver Station) Kominfo yang merugikan negara Rp8 triliun, kasus minyak goreng, impor garam, impor produk hortikultura, dugaan korupsi PC-PEN (Penanganan Covid dan Pemulihan Ekonomi Nasional), termasuk dana bantuan sosial, dengan anggaran lebih dari Rp1.000 triliun (2020-2022), masih tidak tersentuh (dikutip dari fnn.co.id). Dan masih banyak kasus besar lainnya yang meninggalkan jejak digital.

Rasanya tak habis pikir dengan rekam jejak tersebut. Sebenarnya, secara teoritis taklah sulit mengidentifikasi angsa putih terbang siang. MUBES bangsa tikus boleh kehilangan akal bagaimana menggantungkan lonceng di leher kucing besar. Tapi manusia adalah makluk sempurna yang diberi akal budi. Aparat penegak hukum dan peradilan: Kepolisian, Kejaksaan, KPK, Kehakiman (Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi), tak boleh kehilangan akal melawan kepungan konspirasi kekuasaan oligarki, kroni, dan dinasti dalam menegakkan kebenaran dan keadilan. Tertumbuk biduk dikelokkan tertumbuk kata dipikiri. Maaf pinjam jargon salah satu paslon gubri 2024, Presiden Prabowo pasti tahu caranya.***

(Dr. drh. H. Chaidir, MM, Penulis, adalah Ketua Umum Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau – FKPMR; Ketua DPRD Provinsi Riau dua periode 1999-2004 dan 2004-2008)

 

 

gambar