Oleh
Hasrul Sani Siregar, MA
Widyaiswara di BPSDM Provinsi Riau
Penulis Buku: Penguatan otonomi daerah dan asas desentralisasi
Di usia yang ke-29 tahun penerapan otonomi daerah, telah banyak perkembangan yang dirasakan oleh pemerintah daerah dan masyarakat, namun masih banyak juga catatan-catatan yang mesti dilakukan sebagai upaya penyempurnaan penerapan otonomi daerah yang sesungguhnya. Pemerintah telah menetapkan setiap tanggal 25 April setiap tahunnya sebagai hari otonomi daerah melalui keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 11 tahun 1996 tanggal 7 Februari 1996. Dan hari ini merupakan hari otonomi daerah yang ke-29. Di usia tersebut, bagaimana otonomi daerah dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan infrastruktur di daerah?.
Hari otonomi daerah yang ke-29 ini mengambil tema “Sinergi Pusat dan Daerah Membangun Nusantara Menuju Indonesia Emas 2045”. Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur ditunjuk sebagai tuan rumah peringatan hari otonomi daerah secara nasional. Ini merupakan momentum penting untuk merefleksikan perjalanan pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia. Otonomi daerah diharapkan dapat mendorong efisiensi, inovasi dan pemerataan pembangunan yang lebih dekat dengan kebutuhan masyarakat. Ini maknanya bahwa, otonomi daerah telah menjadi kebijakan pemerintah dalam mengimplementasikan penerapan otonomi daerah yang sesungguhnya. Selama otonomi daerah berjalan sudah banyak daerah-daerah yang telah berkembang dan membangun daerahnya dengan inovasi dan kreativitas daerahnya masing-masing.
Hakikat dari penerapan otonomi daerah sesungguhnya adalah bagaimana daerah dapat melakukan dan melaksanakan urusan yang telah diberikan oleh pemerintah. Selain 6 urusan yang dikecualikan, seyogyanya daerah dapat melaksanakan urusan wajib dan pilihan yang menjadi kewenangan daerah. Urusan pendidikan dan kesehatan, pemerintah daerah dapat melaksanakannya dengan segala inovasi dan keunggulan daerah untuk dilaksanakan di daerahnya. Urusan pengecualian yang dimaksud dan kewenangan ada di pemerintah pusat yaitu politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, moneter dan fiskal, agama dan peradilan. 6 kewenangan tersebut mutlak (absolut) diurus oleh pemerintah pusat. Selain ke-6 kewenangan tersebut, kewenangan lainnya dapat saling koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Secara resmi pemerintah telah memulai pelaksanaan otonomi daerah pada tahun 2001 dengan pemberlakuan Undang-undang no. 22 Tahun 1999. Kemudian pemerintah melakukan revisi terhadap Undang-undang tersebut dengan Undang-undang nomor 32 Tahun 2004 dan terakhir dengan penerapan Undang-undang nomor 23 Tahun 2014. Tentu dengan Undang-undang yang ada tersebut, seyogyanya penerapan otonomi daerah sudah berjalan dengan baik dan harapannya meningkatkan kesejahteraan rakyat di daerah.
Oleh karena itu, otonomi daerah adalah bagian dari semangat berdemokrasi. Dengan adanya otonomi daerah seyogyanya dapat meningkatkan kesejahteraan dan keadilan masyarakat di daerah. Konsep otonomi daerah yang sedang berjalan saat ini hingga tahun ke-29 merupakan hal yang perlu mendapat perhatian secara khusus, terutamanya dalam upaya menghindari adanya ketimpangan dan ketidakadilan yang selama ini dirasakan oleh pemerintah daerah. Penyelenggaraan urusan pemerintahan di daerah, dilaksanakan dengan asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang berarti penyerahan sebagian wewenang oleh pemerintah (baca : pemerintah pusat) kepada pemerintah daerah otonom baik pemerintah di tingkat provinsi, kabupaten dan kota untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan dikecualikan 6 urusan yang mutlak (absolut) yang dijalankan oleh pemerintah pusat yaitu pertahanan-keamanan, moneter, fiskal, yustisi, politik luar negeri dan agama.
Sesungguhnya penerapan otonomi daerah merupakan sesuatu yang baik dan menjadi akar untuk mempererat di antara daerah-daerah dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada hakekatnya otonomi daerah dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta memperhatikan potensi keanekaragaman daerah. Mengikut model pemikiran “Tocquevillian” disebutkan bahwa suatu pemerintahan yang tidak memiliki semangat untuk membangun institusi pemerintahan tingkat daerah sama artinya dengan tidak memiliki semangat demokrasi”. Oleh karena itu, otonomi daerah adalah bagian dari semangat berdemokrasi.
Dengan peringatan hari otonomi daerah yang ke-29 ini sesungguhnya adalah upaya menerapkan asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan (TP) yang menjadi amanat dari Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Sudah sewajarnya pula asas desentralisasi diperkuat di daerah secara serius dan sungguh-sungguh. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota) untuk mengurus urusan yang ada di daerahnya masing-masing. Desentralisasi dimaknai sebagai penyerahan wewenang pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Asas dekonsentrasi pula dimaknai sebagai pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah. Oleh sebab itu, penerapan otonomi daerah yang sesungguhnya adalah suatu keniscayaan dalam rangka membangun demokrasi di daerah.***

