Oleh Saidul Tombang
APAKAH Anda mengenal Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti)? Bagi sebagian orang, Perti akan menjadi nama asing. Tapi bagi mereka yang bergerak di bidang pergerakan dan pendidikan keagamaan, atau lahir di bawah tahun 1980an, nama Perti tentu saja sangat familiar. Sedangkan yang lahirnya pada masa kekinian, tentu saja nama Perti sangat terasa asing.
Padahal, Perti adalah bintang pada masanya. Terutama untuk pergerakan dan dunia pendidikan di kawasan Sumatera Tengah; terutama Sumatera Barat dan Riau. Kelahiran Perti hanya beda beberapa tahun dengan Ormas Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU). Muhammadiyah lahir pada 18 November 1912 di Yogyakarta , NU lahir pada 31 Januari 1926 di Surabaya, dan Perti lahir 5 Mei 1928 di Sumatera Barat.
Guru utama mereka dan tempat belajarnya juga sama. Pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan, pendiri NU KH Hasyim Asyari, dan pendiri utama Perti Abuya Syeikh Sulaiman Arrasuli, mereka sama+sama belajar kepada Syeikh Ahmad Khatib Alminangkabawi di Makkah. Hal yang sama juga dilakukan pendiri organisasi keagamaan Alwashliyah dan Nahdlatul Wathan.
Tapi, mengapa Perti kurang populer? Bahkan sebagian orang menganggapnya sudah almarhum? Mengapa pula banyak tokoh Perti eksodus dan menjadi ‘pemain naturalisasi’ di organisasi lain? Mengapa sebagian madrasah Perti tak sanggup memakai logo organisasinya di kop surat, plang nama sekolah, apalagi di identitas yayasannya.. Apakah luka akibat terbelahnya Perti dan Tarbiyah Islamiyah oleh kepentingan politik itu begitu dalam? Ini menambah elegi menyayat hati bahwa yang tertinggal di organisasi inipun, tak berani pula menepuk dada.
Keresahan inilah yang menghimpit dada orang yang setia dan berharap banyak kepada Perti selama beberapa dekade. Urat malang pangkal celakanya ditelusuri. Batang terendam ini coba diangkat kembali.
Dan, ternyata energi yang lama dipendam, yang selama ini membuncah di dada, yang terkungkung di bawah tekanan inferioritas, tersulap seperti gunung berapi yang hendak memuntahkan laharnya. Tokoh-tokoh menggelinjang. Sekolah Perti tersadar. Sebagian yang sudah dinaturalisasi kembali ke muasalnya.
Kebangkitan Perti ini semakin bergeliga dengan kehadiran Ustadz Abdul Somad (UAS). Dai fenomenal ini memang tidak terlahir dari rahim Perti. Tapi dalam beberapa tahun terakhir, dia mendedikasikan dirinya untuk membangkitkan kembali organisasi yang hampir mati suri ini.
Bersama orang seide dan satu semangat, UAS kemudian menggagas Lembaga Penyelenggara Pendidikan Perti Nasional (LP3N). Sebuah lembaga yang menghimpun pondok pesantren dan madrasah berbasis Perti se-Indonesia. Mereka mengobarkan semangat bahwa Perti harus bangkit. Dan, kebangkitan itu dimulai dari lembaga pendidikan. Karena, memang begitulah sejarah yang tak bisa dibantah. Bila NU dan Muhammadiyah mendirikan madrasah, maka Perti didirikan oleh madrasah.
Benar! Sejarah sudah menceritakan bahwa Perti dilahirkan oleh tokoh pendidikan. Ulama yang memimpin pesantren. Selain Inyiak Canduang yang memimpin MTI Canduang, ada pula Syeikh Muhamad Jamil Jaho, Syeikh Abdul Wahid Ashar Sholihi, dan Syeikh Abdul Qadhi Ladang Laweh yang juga memimpin madrasah yang seirama. Para pemimpin pondok pesantren dan MTI, yang kemudian mereka dikenal dengan gelar Buya atau Abuya, berkumpul untuk mendirikan organisasi sebagai wadah untuk perjuangan dan dakwah mereka.
Nah, LP3N ini lebih kurang menapaktilasi apa yang pernah dilakukan oleh Inyiak Canduang, hampir seabad lalu. LP3N mengumpulkan para pemimpin pondok pesantren dan MTI se-Indonesia untuk serius dan fokus pada dunia pendidikan keagamaan Perti, yang secara tidak langsung akan membesarkan Perti itu sendiri. Alhamdulillah, hampir seratus orang pimpinan pondok dan MTI, serta pengurus Perti se-Indonesia berkumpul di Pondok Pesantren Nurul Azhar Pekanbaru, 22-24 April 2025, untuk melaksanakan seminar internasional, muzakarah, dan pelantikan pengurus LP3N.
Helat ini kemudian membahana. Menjadi bola salju yang menggelinding untuk kemudian membesar. Ada harapan dan titik cerah yang sudah lama dirindukan. Semangat yang menggeliga nampak di wajah orang yang setia dengan Perti tersebut sambil berharap supaya mereka yang telah eksodus untuk kembali ke pangkuan Perti.
LP3N ini langsung dinakhodai UAS. Maka tak salah kalau Wakil Ketua Unum DPP Perti menyatakan bahwa UAS adalah jelmaan Inyiak Canduang Abad ke-21. Kalau di awal abad ke-20 Inyiak Canduang Syeikh Sulaiman Arrasuli mengumpulkan pimpinan MTI untuk membentuk Perti, maka di awal abad ke-21 ini UAS mengumpulkan orang yang sama untuk membangkitkan Perti.
“UAS itu boleh dikata Inyiak Canduang jadi duo,” katanya.*
- Penulis Pemimpin PP Annizham Darussalam Gunung Sahilan Kampar Riau dan Ketua Serikat Perusahaan Pers (SPS) Provinsi Riau

