JAKARTA, AmiraRiau.com– Eksekutif Nasional Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (EN-LMND) yang melakukan pendampingan terhadap warga Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) untuk melakukan aksi ke Jakarta membantah keras tudingan beberapa pihak bahwa aksi tersebut didanai oleh cukong sawit.
Menurut Samsudin Saman, Ketua Umum EN-LMND, isu tersebut merupakan upaya sistematis untuk mendiskreditkan perjuangan rakyat kecil yang sedang menuntut keadilan atas tanah yang telah mereka kelola dan tempati secara sah selama bertahun-tahun.
“Tuduhan soal cukong sawit itu fitnah murahan yang dimainkan untuk mengalihkan isu utama: negara gagal melindungi segenap tumpah darah rakyatnya sesuai yang diamanatkan UUD NRI 1945," kata Samsudin saat memberikan keterangan di Jakarta, Minggu, (20/7/2025).
"Aksi ini murni perjuangan rakyat bersama mahasiswa. Tidak ada satupun cukong yang mendanai,” tambah Samsudin.
Bukan Perlawanan, Tapi Seruan Kemanusiaan
Samsudin menegaskan bahwa aksi ini bukan perlawanan terhadap negara, melainkan seruan kemanusiaan agar negara hadir menyelesaikan konflik agraria secara adil dan bertanggung jawab.
Warga TNTN selama puluhan tahun hidup di sana dengan pengakuan administratif dari negara: memiliki KTP, KK, sekolah negeri, rumah ibadah, bahkan layanan kesehatan resmi.
“Warga TNTN bukan penyusup, bukan perambah liar, tapi korban dari pembiaran sistematis negara sejak 1990-an. Sekarang setelah semua hutan habis dirusak korporasi, rakyat kecil malah yang dituduh kriminal dan diusir paksa,” ujar Samsudin.
Tepis Isu Uang Rp2 Juta dan Janji Pemutihan
Terkait tudingan bahwa peserta aksi dipungut Rp2 juta dengan janji pemutihan kebun sawit, Samsudin menepisnya sebagai berita palsu yang sengaja dihembuskan.
Ia menjelaskan, biaya operasional perjalanan murni hasil swadaya warga demi menuntut keadilan di ibu kota.
“Jangan bodohi publik dengan narasi uang Rp2 juta dan janji pemutihan sawit. Warga tahu betul aturan TNTN, mereka tidak sedang meminta pemutihan, tapi meminta perlindungan atas hak hidup, atas rumah mereka, atas sekolah anak-anak mereka yang telah dibangun dengan seizin negara,” ujar Samsudini.
Mengapa Aksi Ini Dilakukan?
Menurut EN-LMND, sejak awal kawasan TNTN telah menjadi korban rakusnya korporasi, bukan rakyat.
Namun penindakan hukum selama ini justru tebang pilih: korporasi yang merusak ribuan hektar dibiarkan, sementara petani kecil, buruh tani, dan masyarakat adat yang hidup seadanya dipaksa pergi.
“Ini soal keadilan agraria. Negara jangan pura-pura baru sadar hari ini. Negara lah yang menerbitkan KTP, KK, mendirikan sekolah dan rumah ibadah di sana. Sekarang tiba-tiba mereka bilang warga itu ilegal? Ini kemunafikan,” tambah Samsudin.
Fokus Aksi: KLHK dan DPR RI, Bukan Lawan Pemerintah
Aksi akan dipusatkan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta DPR RI dengan tuntutan:
1. Hentikan penggusuran paksa tanpa solusi.
2. Akui keberadaan warga yang telah hidup secara legal dan sah secara sosial.
3. Berikan perlindungan hukum bagi rakyat, bukan bagi korporasi.
4. Laksanakan reforma agraria sejati, bukan represif birokratis.
“Kami datang ke Jakarta bukan untuk perang. Kami datang menuntut keadilan agar Presiden Prabowo dan negara hadir, bukan untuk mengusir rakyat kecil demi menutupi dosa-dosa masa lalu,” katanya.
Tegaskan Tidak Ada Kepentingan Mafia
Samsudin juga meminta semua pihak, termasuk media, berhenti menggiring opini seolah warga TNTN adalah pion mafia sawit.
“Tuduhan itu jahat dan menghina. Warga yang kami dampingi adalah petani miskin, bukan cukong. Mereka datang ke Jakarta membawa harapan, bukan membawa uang sogok dari mafia,” pungkasnya.
Pihaknya menegaskan akan terus mengawal perjuangan warga TNTN hingga pemerintah menghentikan pendekatan kekerasan dan mulai membuka ruang dialog serta solusi yang adil.
Aksi ini bukan soal sawit, bukan soal uang, tapi soal hak hidup, keadilan, dan martabat rakyat kecil yang selama ini dikhianati oleh negara.***