PEKANBARU, AmiraRiau.com - Tiga duta besar dan perwakilan negara sahabat dari Bangladesh, Fiji, dan Rwanda melakukan kunjungan ke Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) di Pekanbaru, Selasa pagi (19/8/2025). Kunjungan ini bertujuan mempererat hubungan budaya serta meninjau potensi investasi di Provinsi Riau.
Kunjungan ini diisi dengan dialog dan silaturahmi antara para duta besar dengan pimpinan LAMR. Hadir dalam rombongan, Duta Besar Bangladesh H.E. Mr. Md Tarikul Islam bersama Personal Officer Mr. Sardar Habibur Rahman, Charge d’Affaires (CDA) Fiji Mr. Solomone Marlbrough Momoivalu bersama asisten, serta Duta Besar Rwanda Abdul Karim Harelimana dan istrinya, Zura Mukantabana.
Ketiga delegasi disambut langsung oleh Ketua Umum Majelis Kerapatan Adat (MKA) LAMR Datuk Seri H. Marjohan Yusuf dan Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian (DPH) LAMR Datuk Seri H. Taufik Ikram Jamil.
Menurut Widi, pendamping para Dubes negara sahabat tersebut, kunjungan ke LAMR ini dilakukan sebelum mereka bertolak ke Kabupaten Kuantan Singingi untuk menghadiri Festival Pacu Jalur 2025. "Para Dubes ini ingin memahami budaya Melayu Riau dan meninjau potensi kerja sama serta investasi di daerah ini," ujarnya.
Dalam dialog, Datuk Seri Taufik menjelaskan bahwa sejarah panjang Melayu Riau menjadi akar kuat dari kebudayaan nasional. Budayawan masional ini juga menyebutkan bahwa sebelum kemerdekaan Indonesia, terdapat sembilan kerajaan di wilayah Riau yang kemudian bergabung ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Salah satu yang paling dikenal adalah Sultan Syarif Kasim II yang menyumbangkan satu juta gulden untuk perjuangan kemerdekaan.
“Bahasa Indonesia berasal dari Bahasa Melayu Riau,” ujar Datuk Seri Taufik. Seraya menambahkan bahwa saat ini terdapat enam variasi bahasa Melayu di Riau, termasuk dialek khas Kuansing.
Sementara itu, Datuk Seri Marjohan menekankan bahwa masyarakat Melayu sangat menjunjung tinggi nilai toleransi dan keberagaman sejak masa kerajaan. Beliau juga menegaskan komitmen LAMR untuk terus memberikan kontribusi pemikiran terhadap isu-isu kebudayaan dan lingkungan.
"Riau memiliki banyak potensi investasi, antara lain di sektor pertanian seperti kelapa, kopi, karet, dan sagu, serta di sektor kelautan dan perminyakan," kata Datuk Seri Marjohan.
Dalam sesi tanya jawab, Duta Besar Bangladesh sempat mempertanyakan alasan Bahasa Melayu menjadi dasar Bahasa Indonesia. Datuk Seri Taufik menjelaskan, pada masa kejayaan Sriwijaya, Bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa perdagangan karena sifatnya yang mudah dipahami dan menyebar luas.
Menariknya, Duta Besar Fiji mengungkapkan bahwa beberapa kosa kata dalam Bahasa Indonesia mirip dengan Bahasa Fiji, seperti "wanita", "makan", "telinga", dan "kuku". Datuk Seri Taufik menanggapi bahwa kesamaan ini kemungkinan besar merupakan pengaruh dari sejarah pelayaran orang Melayu yang menjangkau hingga ke Fiji dan Madagaskar.
Usai pertemuan, para duta besar mengunjungi sentra ekonomi kreatif (ekraf) LAMR serta Balairung Tenas Effendy di lantai dua Gedung LAMR. Di lokasi tersebut, para tamu melihat langsung kerajinan tangan khas Melayu dan simbol-simbol budaya.
Salah satu yang menarik perhatian adalah penjelasan Datuk Seri Taufik mengenai makna penggunaan selendang oleh perempuan Melayu. "Jika selendang berada di bahu kanan, itu menandakan ia telah bersuami. Sedangkan di kiri, berarti masih gadis atau janda," jelasnya.
Kunjungan ini diharapkan menjadi awal dari hubungan yang lebih erat antara Provinsi Riau dengan negara-negara sahabat, baik dalam bidang budaya maupun kerja sama ekonomi. Apalagi banyak kesan para Dubes rasanya sehingga mereka berfoto ria di pelaminan. ***