Bongkar! Kotak Pandora 17 Orang Diduga Penikmat Rp195, 9 Miliar SPPD Fiktif DPRD Riau

Kamis, 26 Juni 2025 | 18:41:52 WIB

PEKANBARU, AmiraRiau.com - Mantan Sekretaris DPRD Provinsi Riau yang juga mantan Penjabat Wali Kota Pekanbaru, Muflihun, S.STP., M.AP., menyatakan kesiapannya untuk menjadi whistleblower untuk membongkar dugaan tindak pidana korupsi terkait Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) Fiktif di lingkungan Sekretariat DPRD Provinsi Riau.

Hal itu ia sampaikan usai melakukan konsultasi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Merah Putih, Jakarta, pada Senin, (23/6/2025). Didampingi tim kuasa hukumnya, Muflihun datang ke KPK sebagai bagian dari upaya membuka informasi yang dinilai selama ini belum terungkap ke publik secara menyeluruh.

“Klien kami datang ke KPK untuk menyampaikan fakta-fakta yang diketahuinya, sekaligus menunjukkan komitmen menjadi saksi pelapor dalam persoalan dugaan korupsi dan gratifikasi yang terjadi di lingkungan Sekretariat DPRD Riau,” ujar Ahmad Yusuf, salah satu anggota tim hukum Muflihun.

Ahmad menyebut, selama menjabat sebagai Sekretaris DPRD Riau, Muflihun kerap menghadapi tekanan dari sejumlah pihak untuk memenuhi berbagai kebutuhan di luar anggaran resmi.

Beberapa diantaranya mencakup permintaan dana dari oknum anggota legislatif, pejabat pemerintah, hingga aparat penegak hukum. “Dana untuk THR, acara instansi, atau keperluan informal lain itu tidak tersedia di dalam APBD. Maka klien kami seringkali menggunakan dana pribadi, atau bahkan menggalang urunan dari pegawai sekretariat yang memiliki usaha, seperti kos-kosan dan showroom kendaraan,” jelas Ahmad.

Muflihun sebelumnya juga telah berkonsultasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Langkah itu diambil untuk memastikan perlindungan hukum apabila ia benar-benar membuka informasi yang lebih luas tentang dugaan korupsi yang terjadi.

Anggota tim hukum lainnya, Saidi Amri Purba, menambahkan bahwa kliennya siap membongkar seluruh rangkaian peristiwa yang selama ini menurutnya belum banyak tersentuh oleh penyelidikan atau pemberitaan media.

“Selama ini klien kami merasa hanya dirinya yang menjadi sorotan. Padahal jika benar-benar dibuka, banyak pihak yang semestinya juga bertanggung jawab. Karena itu ia siap membuka ‘kotak pandora’ kasus ini agar semua terang-benderang,” kata Saidi.

Muflihun sendiri dalam keterangannya menyampaikan bahwa langkah konsultasi ke KPK dilakukan atas dasar komitmen untuk mencari keadilan. Ia menyebut tidak akan menghindar dari proses hukum, justru ingin meluruskan fakta agar tidak terjadi pembelokan informasi.

“Saya datang ke KPK bukan untuk lari dari persoalan, tapi untuk menunjukkan bahwa saya siap menjalani proses hukum. Saya ingin masyarakat tahu duduk perkara yang sesungguhnya,” ujarnya.***

Sementara, Wakil Direktur  Lembaga Anti Korupsi Riau (LAKR), Rolan Aritonang mengungkap ada 17 inisial nama penerima aliran dana fiktif, sehingga membuat gelisah banyak pihak.

Sejumlah nama dan inisial ini ulai dari jajaran pimpinan dewan yang menerima aliran dana SPPD Fiktif versi LAKR adalah YU menerima uang sejumlah Rp32 milyar, M menerima Rp 11,2 milyar, AN Rp 28,99 milyar, SR Rp 2,4 milyar. Sementara itu, HH menerima Rp5,6 milyar, AK menerima Rp 1,3 milyar, WSR Rp 1,1 milyar, M Mus Rp 1,6 milyar, Yu menerima Rp8,9 milyar, Ag menerima  Rp 1,4 milyar, dan Sr menerima Rp 1,6 milyar.

Ditambah lagi, AA menerima Rp11 milyar, RP  Rp 5,3 milyar, Af Rp 2,3 milyar, AF menerima sejumlah Rp 6,6 milyar, DP Rp 4,9 milyar, dan GU menerima Rp 4 milyar.

"Tujuh belas nama penerima aliran dana SPPD fiktif ini adalah jajaran pimpinan DPRD Riau. Totalnya mencapai Rp 131 milyar," kata Wakil Direktur LAKR Rolan Aritonang.***

Tags

Terkini