73 Tahun PII: Menjaga Nyala Api Keinsinyuran Indonesia

Sabtu, 17 Mei 2025 | 15:41:59 WIB
Ir. Ulul Azmi, ST., CST., IPM., ASEAN Eng

Oleh: 

Ir. Ulul Azmi, ST., CST., IPM., ASEAN Eng
Ketua Persatuan Insinyur Indonesia Wilayah Provinsi Riau (Ketua PII Termuda se-Indonesia) 

Tanggal 23 Mei 1952 bukanlah sekadar catatan sejarah biasa. Hari itu, Ir. Djoeuanda Kartawidjaja diangkat sebagai Ketua Umum pertama Persatuan Insinyur Indonesia (PII), sebuah organisasi profesi yang lahir dari semangat zaman dan panggilan sejarah untuk memerdekakan Indonesia, bukan hanya secara politik, tetapi juga secara teknologis dan industri. 

Tak dapat dimungkiri, lahirnya PII juga merupakan buah pikiran dan dorongan dari Presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno—seorang insinyur visioner yang memahami betul bahwa masa depan bangsa tak mungkin terlepas dari kekuatan rekayasa dan teknologi.

Ir. Djoeuanda bukan hanya dikenal sebagai pemimpin teknokratik, tetapi juga sebagai negarawan strategis. Salah satu kontribusi monumental beliau adalah Deklarasi Djoeanda pada 13 Desember 1957, yang menetapkan bahwa seluruh perairan antara pulau-pulau Indonesia adalah bagian dari wilayah kedaulatan NKRI. 

Deklarasi ini bukan sekadar klaim, tapi langkah revolusioner yang mengubah peta hukum laut internasional dan menjadi dasar konsepsi “Negara Kepulauan” (*Archipelagic State*) yang kemudian diakui dalam Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS 1982). Inilah bukti bahwa pemikiran seorang insinyur dapat menjangkau sejauh geopolitik dunia.

Kini, dalam usia ke-73 tahun, PII semakin meneguhkan jati dirinya sebagai motor kemajuan bangsa di bidang teknologi dan industri. Di bawah kepemimpinan Ketua Umum PII Ir. Ilham Akbar Habibie, semangat Re-Industrialisasi dan Hilirisasi menjadi agenda utama yang harus kita dukung bersama. 

Bapak Ilham Akbar Habibie menekankan bahwa bangsa ini tak boleh selamanya menjadi konsumen dan eksportir bahan mentah, tetapi harus bertransformasi menjadi produsen bernilai tambah tinggi, menguasai teknologi, dan mendorong kemandirian industri.

Namun perlu digarisbawahi, bahwa arah pembangunan industri saat ini tidak lagi hanya berorientasi pada pertumbuhan semata, tetapi juga harus berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Revolusi industri keempat telah membuka ruang untuk integrasi teknologi hijau, energi terbarukan, dan sistem produksi rendah emisi. 

Di sinilah para insinyur memainkan peran penting sebagai arsitek masa depan yang tidak hanya membangun infrastruktur fisik, tetapi juga menjaga kelestarian ekologis dan mewariskan lingkungan hidup yang sehat kepada generasi mendatang.

Dalam konteks itu, semangat *Re-Industrialisasi dan Hilirisasi* tidak bisa dilepaskan dari prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development). 

PII mendorong agar setiap kebijakan industri, terutama di daerah yang kaya sumber daya seperti Riau, harus dilandaskan pada kajian AMDAL yang ketat, penerapan teknologi bersih, dan pemenuhan standar keselamatan kerja serta lingkungan. Insinyur tidak boleh hanya berorientasi pada output, tapi juga bertanggung jawab terhadap dampak.

Keberadaan PII juga diperkuat secara hukum dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2014 tentang Keinsinyuran, yang menegaskan bahwa praktik keinsinyuran hanya boleh dilakukan oleh mereka yang memiliki Sertifikat Insinyur Profesional dan terdaftar secara resmi. 

Kepatuhan terhadap UU ini menjadi instrumen penting dalam menjamin mutu, keselamatan, dan integritas pekerjaan teknik di Indonesia.

Sebagai Ketua PII Wilayah Provinsi Riau dan secara demografis merupakan Ketua Wilayah termuda se-Indonesia, saya melihat bahwa regenerasi kepemimpinan dan semangat kolaborasi lintas generasi adalah modal utama untuk menjawab tantangan zaman. 

Kita tidak bisa bertahan dengan cara lama menghadapi persoalan baru. Maka, inovasi, adaptasi, dan digitalisasi menjadi pilar penting dalam membangun ekosistem keinsinyuran yang relevan dan berdampak.

PII Riau berkomitmen menghadirkan insinyur-insinyur muda yang bukan hanya kompeten, tetapi juga memiliki integritas dan kesadaran kebangsaan. Kami percaya, insinyur bukan sekadar penyelesai masalah teknis, tetapi juga penjaga peradaban.

Di usia 73 tahun ini, izinkan saya mengajak seluruh anggota PII dari Sabang sampai Merauke untuk meneladani semangat Ir. Soekarno dan Ir. Djoeuanda—dan sekarang meneruskan visi besar Ir. Ilham Akbar Habibie. Mari kita kobarkan semangat Re-Industrialisasi dan Hilirisasi yang berbasis keberlanjutan dan lingkungan hidup  wujudkan Indonesia sebagai negara industri yang mandiri, hijau, dan berdaulat.

Mari terus jaga bara api keinsinyuran Indonesia. Jangan biarkan ia padam, karena dari nyala itulah masa depan bangsa ini disulut.***

Tags

Terkini