Oleh: Dr. drh. H. Chaidir, MM (Ketua Umum FKPMR)
PEMILU 2024 yang mendebarkan tinggal menghitung hari. Itu satu hal. Hal lain yang juga mendebarkan, mencemaskan dan menakutkan, kita berhadapan dengan fenomena VUCA yang semakin menjadi-jadi, datang menyambar cepat seperti kilat. Gerangan makhluk apakah VUCA itu? VUCA akronim dari Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity, yang bila dimaknai lebih dalam membuat kita bimbang. Rasanya ‘nano-nano’, yang ada jadi tiada, yang jauh jadi dekat yang dekat jadi jauh, yang benar bisa jadi salah yang salah bisa jadi benar.Ringkasnya, Volatility atau volatilitas bisa diartikan bergejolak, mudah menguap, cepat berubah dan mudah meledak, membuat kita takut tak sudah-sudah. Uncertainty berarti ketidakpastian, susah diprediksi, membuat kita harap-harap cemas berkepanjangan. Complexity atau kompleksitas, dimaknai sebagai situasi rumit ibarat benang kusut, tak jelas mana ujung mana pangkal. Ambiguity atau ambiguitas diartikan sebagai keadaan yang tidak jelas, membingungkan atau menyesatkan.
Namun dalam pemahaman insaniyah, sketsa VUCA itu sebenarnya sudah ada, in-heren, laten, dalam masyarakat atau dalam diri kita masing-masing, baik-buruk, positif-negatif, apa bedanya dengan serigala-serigala yang ada dalam diri kita? Kalau selama ini belum menampakkan diri, itu karena dia terlelap indah di sana, atau menunggu sampai situasi sesuai bagi mereka untuk menampakkan diri. Tidak sulit dipahami, situasi dan kondisi kekinian yang terbentuk sebagai akibat politisasi kehidupan masyarakat yang terlalu berlebihan dan menimbulkan instabilitas politik (di tengah kebebasan, keterbukaan, dan keperkasaan media), menjadi momentum yang sesuai untuk bangkitnya segala bentuk perilaku kontraproduktif itu: perubahan yang liar, ketidakpastian, tak menentu, pemasalahan rumit dan kondisi yang menyesatkan.Beberapa pakar menyebut, cara yang tepat untuk beradaptasi dengan VUCA, gunakan kecerdasan emosional (Emotional Quotient – EQ). Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola, serta mengontrol emosi dirinya dan orang lain di sekitarnya. Demikian mujarabnya kecerdasan emosional ini, satu studi menemukan bahwa kecerdasan emosional dua kali lebih penting dari kecerdasan intelektual (Intellectual Quotient – IQ). Dalam buku Daniel Goleman “Kecerdasan Emosional” ditulis, kecerdasan emosional bertanggung jawab atas keberhasilan sebesar 80%, dan 20% ditentukan oleh IQ. Nah lho!