AS Rilis Pelanggaran HAM Indonesia Mulai Dari Kanjuruhan, Ferdy Sambo Hingga Maraknya Korupsi, Kemenlu RI Bereaksi

AS Rilis Pelanggaran HAM Indonesia Mulai Dari Kanjuruhan, Ferdy Sambo Hingga Maraknya Korupsi, Kemenlu RI Bereaksi

JAKARTA - Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) buka suara terkait laporan situasi Hak Asasi Manusia (HAM) yang dirilis Amerika Serikat (AS).

Laporan tersebut menyinggung beberapa pelanggaran HAM di Indonesia, termasuk tragedi Kanjuruhan, kasus pembunuhan oleh Ferdy Sambo, hingga masalah di Papua

Menanggapi hal itu, juru bicara Kemenlu, Lalu Muhammad Iqbal mengatakan, setiap negara berdaulat dan setara.

"Setiap negara berdaulat dan setara. Lalu siapa yang memberikan hak suatu negara untuk menilai pelaksanaan HAM negara lain?" kata Iqbal dirilis kompas. Com, Sabtu (7/10/2023).

Iqbal menyampaikan, laporan dengan judul "2022 Country Reports on Human Rights Practices: Indonesia" bersifat unilateral. Menurut dia, laporan itu tidak menggunakan parameter yang selama ini diterima secara universal.

"Memang ada negara yang rajin menilai praktek HAM di negara lain tapi selalu lupa menilai praktik HAM di negerinya sendiri," ungkap Iqbal.

Sebagai informasi, Amerika Serikat merilis laporan mengenai situasi HAM di Indonesia dengan judul "2022 Country Reports on Human Rights Practices: Indonesia".

Dikutip dari situs resmi usembassy.gov, laporan menyebutkan bahwa Polri bertanggung jawab atas keamanan dalam negeri dan bertanggung jawab langsung kepada presiden

Namun, anggota pasukan keamanan melakukan pelanggaran.

Laporan juga menyebutkan beberapa masalah Hak Asasi Manusia meliputi, pembunuhan di luar hukum atau sewenang-wenang yang dilakukan oleh pasukan keamanan pemerintah; penyiksaan oleh polisi; dan kondisi penjara yang keras dan mengancam jiwa.

Lalu, penahanan sewenang-wenang; tahanan politik; permasalahan serius mengenai independensi peradilan; pelanggaran serius dalam konflik di Provinsi Papua, Papua Tengah, Papua Dataran Tinggi, Papua Selatan, dan Papua Barat (wilayah Papua), termasuk kematian atau penderitaan warga sipil yang tidak sah, penyiksaan, dan kekerasan fisik.

Kemudian, pembatasan serius terhadap kebebasan berekspresi dan media, termasuk penangkapan atau penuntutan yang tidak dapat dibenarkan terhadap jurnalis, penyensoran, dan penggunaan undang-undang pencemaran nama baik pidana; pembatasan serius terhadap kebebasan internet; dan gangguan besar terhadap kebebasan berkumpul secara damai dan kebebasan berserikat.

Lalu, korupsi pemerintah yang serius; kurangnya investigasi dan akuntabilitas atas kekerasan berbasis gender; praktik mutilasi/pemotongan alat kelamin perempuan; serta kejahatan yang melibatkan kekerasan atau ancaman kekerasan dengan target anggota kelompok minoritas ras, etnis, dan agama.

"Kejahatan yang melibatkan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap kelompok lesbian, gay, biseksual, transgender, queer, atau interseks; serta UU di Provinsi Aceh yang mengkriminalisasi perilaku seksual sesama jenis atas dasar suka sama suka antara orang dewasa," jelas laporan tersebut.***

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index