Kelompok Pengelola Perhutanan Sosial Kluster Bathin XXIV Tandatangani Nota Kesepahaman Komitmen Bersama Untuk Penguatan Tata Kelola Perhutanan Sosial di Wilayah Penyangga Kawasan Konservasi TNBD

Jambi – MASYARAKAT kelompok pengelola perhutanan sosial yang berada di area penyangga kawasan lanskap Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) menandatangani komitmen bersama untuk penguatan tata kelola perhutanan social.

Komitmen tersebut disepakati oleh LPHD Rimbo Pusako Batang Terab Desa Jelutih, LPHD Ibul Bajurai Desa Olak Besar, LPHD Pusako Serengam Tinggi dan Koperasi HTR Serengam Bertuah Desa Hajran. Serta juga diikuti oleh pemerintah Desa Hajran, pemerintah Desa Olak Besar, dan pemerintah Desa Jelutih Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi.

Ada 5 muatan nota komitmen kesepahaman yang disepakati. Pertama pengembangan usaha, peningkatan kapasitas dan penguatan kelembagaan bersama. Kedua, mendorong dukungan Pemerintah Daerah Kabupaten Batanghari dalam pengembangan perhutanan sosial di Kabupaten Bantnghari khususnya di kluster Batin XXIV. Ketiga, melakukan upaya pencegahan deforestasi, perlindungan keanekaragaman hayati dan pencegahan kebakaran hutan dan lahan.

Keempat, melindungi areal izin perhutanan sosial dengan mencegah masuknya perusahaan-perusahaan hutan tanaman industri maupun perusahaan perkebunan yang melakukan ekspansi area dengan cara mengambil alih maupun memanfaatkan areal perhutanan sosial.

Kelima, membentuk wadah komunikasi dan koordinasi antar kelompok pengelola area izin perhutanan social dan para pihak di wilayah penyangga TNBD kluster Batin XXIV yang dinamai Forum Komunikasi Bersama Lanskap Batin XXIV. Komitmen kerjasama ini merupakan langkah baru dalam menciptakan kolaborasi para pihak dalam penguatan tata kelola perhutanan sosial, mempertahankan tutupan hutan tersisa dan keanekaraganhayati di lanskap TNBD khususnya di wilayah timur TNBD.

Saat dimintai keterangan, Asrul Aziz Sigalingging selaku Kordinator Program KKI Warsi, menjelaskan, latarbelakang lahirnya inisiatif kelompok masyarakat pengelola perhutanan social di kluster Batin XXIV untuk kemudian mau bekerjasama saling bersinergi menguatkan peran dan partisipasi bersama dalam rangka penguatan tata kelola area izin perhutanan sosial di wilayah penyangga Taman Nasional Bukit Dua Belas, didorong oleh berbagai pertimbangan diantaranya dikarenakan areal kelola ke empat izin perhutanan sosial tersebut memiliki keterhubungan topografi kawasan dimana masing-masing izin perhutanan social dimaksud berada dalam satu hamparan lanskap (kluster) dibentang alam kawasan hutan konservasi tepatnya di wilayah timur penyangga TNBD. Disisi lain, izin-izin perhutanan social ini juga dikepung berbagai konsesi perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) dan industri perkebunan yang pada satu sisi menimbulkan ancaman terhadap kelestarian hutan tersisa dan kawasan konservasi TNBD itu sendiri. Letaknya yang strategis menjadikan keberadaan empat area izin perhutanan social ini menjadi sangat penting bukan hanya bagi kelestarian areal perhutanan social itu sendiri atau kawasan hutan produksi disekelilingnya namun juga bagi kelestarian dan bahkan kelangsungan TNBD itu sendiri.

Aziz Sigalingging menerangkan, karena konektifitas topografi demikian, pada kenyataannya masyarakat pengelola izin perhutanan social ini di tiga desa ini juga memiliki keterhubungan sosial dimana satu sama lain masyarakat berinteraksi secara sosial, budaya dan ekonomi dalam kehidupan sehari-sehari. Hal penting lainnya yang menjadi pertimbangan bagi kelompok, menurut Aziz Sigalingging, ialah faktor penting bahwa pada kenyataannya Hutan Desa Jelutih, Olak Besar, dan Hutan Desa Hajran, ketiga hutan desa tersebut merupakan satu-satunya izin perhutanan social skema Hutan Desa yang berada di kabupaten Batanghari dan satu-satunya pula izin perhutanan social skema Hutan Desa yang berada persis di wilayah penyangga stratgeis kawasan konservasi Taman Nasional Bukit Dua Belas.

“Ini mengartikan bahwa tantangan sosial, ekonomi dan ekologinya juga menjadi sama persis. Begitu juga dengan upaya pemecahannya. Apakah itu ancaman deforestasi atau perambahan, ekspansi HTI, karhutla, perlindungan satwa dan keanekaragamanhayati, maupun upaya peningkatan mata pencaharian berkelanjutan. Untuk itu, kerjasama sinergi dan kolaborasi dengan berbagai pihak ini menjadi penting untuk memecahkan ragam tantangan dan upaya penguatan tata kelola perhutanan social di penyangga kawasan konservasi TNBD ini. Apakah itu dalam sektor pengembangan usaha, perlindugan kawasan, maupun penguatan kelembagaan. Maka tidak heran bila kemudian dalam dokumen Rencana Kelola Perhutanan Sosial yang disusun secara partisipatif oleh masing masing komunitas umumnya terdapat kegiatan yang saling bersesuaian satu sama lain yang mencakup kegiatan pengembangan usaha, peningkatan kapasitas dan kegiatan perlindungan dan pengamanan kawasan tadi. Oleh sebab itu, sinergi dan kerjasama ini memang menjadi sangat penting bukan hanya antar pemegang izin perhutanan social atau antar pemerintah di tiga desa saja, melainkan juga dengan semua unsur termasuk Balai TNBD, KPHP, termasuk masyarakat adat Orang Rimba yang hidup di kawasan lanskap TNBD” Terang Aziz. * (rilis)

gambar