Penggali Kubur Suspect Covid-19; Antara Insentif Dan Tugas Kemanusiaan

Makam suspect Covid-19 di area pemakaman Tengku Mahmud, Rumbai, Pekanbaru. Foto diambil pada Senin, 30 November 2020. (Credit tittle : Zulfa Amira).

Oleh : Zulfa Amira dan Jon Afrizal

Pekanbaru (AmiraRiau.com) – Tanah berwarna kuning itu masih masih tampak basah mengandung air, meskipun sinar matahari terik menyengat siang itu. Pada bagian atas tanah kuning itu, tertanam sebatang kayu nisan, dengan goresan spidol hitam, tertulis angka “255”.

“Lubang kubur ini digali pagi tadi. Sebagai persiapan jika ada suspect Covid-19 yang dimakamkan hari ini,” kata Subhan Zein, koordinator penggali kubur suspect Covid-19, di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Tengku Mahmud di Jalan Tengku Mahmud Kelurahan Maharani Kecamatan Rumbai Kota Pekanbaru, Senin (30/11).

Suryanto mengatakan, ia dan empat orang rekannya, yang tergabung sebagai penggali kubur di TPU itu, selalu mempersiapkan sebanyak dua buah lubang kubur setiap harinya. Ini bertujuan, jika pihak rumah sakit hendak memakamkan suspect Covid-19, maka, lubang kubur telah tersedia.

Tempat pemakaman bagi suspect Covid-19, berada di areal terdalam di TPU yang luasnya 10 hektare itu, penduduk sekitar, biasa menyebutnya dengan sebutan “TPU Palas”, yang sesuai dengan penamaan kawasan ini.

Hanya ada beberapa pohon rindang yang menaungi pekuburan di TPU itu. Di areal seperti perempatan itulah para suspect Covid-19 dimakamkan.  Beberapa nisan kayu telah memiliki nama, dan tidak lagi hanya bernomor angka saja.

Pada saat yang sama, satu keluarga, yang terdiri dari ayah, ibu, dan dua orang anak lelaki remaja, tengah mengunjungi makam seorang anggota keluarganya. Ayat-ayat suci al-Qur’an terdengar mengalun pelan dari mulut mereka yang tertutup rapat oleh masker.

Keluarga suspect Covid-19 yang dimakamkan di TPU Tengku Mahmud sedang berziarah. Foto diambil pada Senin, 30 November 2020. (Credit tittle : Zulfa Amira).

“Ini adalah hari ke-60, kami ke sini,” kata si Ayah, yang enggan untuk disebutkan namanya.

Bagi pemeluk agama Islam, nyekar ke kuburan, umumnya, hanya dilakukan selama tujuh hari berturut-turut setelah hari si duka dimakamkan. Tapi, kejadian luar biasa pandemi global Covid-19 ini, seperti membekaskan rasa sedih yang dalam di hati keluarga ini.

“Anak saya sedang hamil tua. Dia menikah pada bulan Februari lalu,” kata si ayah, berusaha menutupi kesedihannya.

Dan, si anak yang suspect Covid-19 itu, telah tiga kali mendapatkan perawatan di tiga rumah sakit berbeda. Diagnosis terakhirnya adalah Covid-19.

“Namun setelah ia meninggal, terbitlah surat keterangan dari rumah sakit, yang menyatakan ia adalah negatif Covid-19,” katanya seolah kebingungan.

Surat keterangan inilah yang membuat keluarga ini terhindar dari stigma negatif dari banyak orang. Dan, membuat mereka bertanya-tanya kembali, terkait diagnosa dan kematian yang dialami puteri mereka itu.

Tepat di depan gerbang TPU itu, Bambang, satu dari lima orang petugas penggali kubur suspect Covid-19 bertempat tinggal. Ia memiliki ruko (rumah -toko), tempat ia, istri dan empat orang anaknya berdiam dan membuka usaha warung klontongan.

Bambang adalah perantau dari Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Dengan ijazah tamat SD, ia kini berstatus PNS golongan 1A di Dinas Pemukiman dan Pemakaman Kota Pekanbaru.

Bambang mengatakan bahwa omset warung kelontong miliknya turun drastis pada masa Covid-19 ini. Yang biasanya minimal Rp 2 juta per bulan, tapi kini hanya Rp 1 juta per bulan saja.

“Banyak peziarah takut untuk membeli dagangan saya,” katanya.

Padahal, warung kelontong ini adalah cara baginya untuk mendongkrak gaji yang hanya Rp 2,4 juta per bulan itu. Terlebih, katanya, tiga orang anaknya berada dalam usia sekolah, dan tidak mendapatkan bantuan apapun dari pemerintah untuk berkegiatan selama masa Covid-19 ini.

“Terlalu banyak tunjangan yang dipotong. Meskipun jam kerja kami adalah 24 jam per hari,” katanya mengeluh.

Meskipun, pada kenyataannya, pekerjaan itu telah membuat ia uring-uringan. Pada kali pertama menguburkan suspect Covid-19, sekitar bulan April lalu, ia merasakan kontras di hati dan pikirannya.

Ada ketakutan akan tertular wabah, rasa iba, tugas, kewajiban dan berbagai rasa yang membuat ia senewen. Tapi, katanya, perasaan itu berangsur-angsur hilang.

“Saya bertugas untuk memakamkan mereka,” katanya seolah berusaha mengendalikan perasaan yang berkecamuk itu.

Tak beberapa lama setelah itu, iring-iringan kendaraan roda empat, yang diawali dengan satu unit mobil ambulance, tengah memasuki kawasan Palas. Mereka membawa mayat suspect Covid-19 dari sebuah rumah sakit di Kota Pekanbaru.

Dan, dua lubang kubur yang telah disiapkan kelima penggali kubur itu adalah tempat peristirahatan terakhirnya.

Kelima petugas penggali kubur itu, dua diantaranya adalah PNS. Sementara tiga lainnya adalah honorer. Tetapi, terdapat ketidaksamaan hak yang didapat antara dua golongan ini.

Para honorer itu hanya mendapatkan upah sebesar Rp 72 ribu per hari. Sementara, mereka yang PNS selalu mendapatkan gaji tetap per bulan, berikut uang pensiun di kemudian hari.

Pada bulan Oktober lalu, ketiga honorer ini mendapatkan uang tunjangan dari pemerintah pusat sebesar Rp 21 juta per orang. Dan, telah ditransfer melalui rekening mereka masing-masing.

“Namun, uang itu dikembalikan ke dinas terkait mengingat dibutuhkannya perwako yang mengatur tentang pemakaman dan atas dasar kesetia kawanan yang terjalin antara kami, lima petugas penggali kubur. Bagi kami, kebersamaan jauh lebih penting, kami bertugas lima orang di sini, sementara yang mendapatkan insentif dari pemerintah pusat adalah tiga orang saja yang berstatus honorer,” kata satu dari tiga orang petugas penggali kubur yang di honorer itu.

Selanjutnya,atas dasar empati dan rasa setia kawan, total jumlah uang yang ditransfer oleh pemerintah pusat kepada ketiganya itu dibagi untuk kelima orang petugas penggali kubur itu. Serta ditambah berbagai potongan seperti pajak penghasilan. Kini, insentif yang dijanjikan pemerintah tersebut dapat mereka nikmati meski bayang-bayang kekhawatiran tertular virus tersebut tetap melekat pada mereka.

Terkait persoalan intensif ini, Kepala Dinas Pemukiman dan Pemakaman Kota Pekanbaru, Ardani mengatakan bahwa persoalan ini telah diselesaikan dengan baik. Meski kedua orang petugas penggali kubur berstatus PNS, namun dengan rasa empati ketiga kawannya, mereka sepakat agar honor tersebut dibagi kepada rekan yang tak menerima insentif tersebut. Dengan artian, uang tunjangan dari pemerintah pusat itu telah didapatkan oleh ketiga honorer itu.

“Itu adalah hak mereka,” kata Ardani via telepon selular.

Kendati, ketika ditanya, ia tidak menjelaskan duduk perkara yang sesungguhnya.

Sementara itu, pandemi global Covid-19 telah membuat sebanyak 414 dimakamkan di pemakaman tersebut.

Data dari Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru, hingga 3 Desember 2020 menyebutkan sebanyak 3.864 dinyatakan positif,  1.832 diantaranya dinyatakan sembuh, Pasien Dalam Pengawasan (PDP) 1.195 kasus, dan 956 diantaranya dinyatakan sembuh.

Pada bulan Juli Kota Pekanbaru dinyatakan “zona merah” Covid-19 dan belum menunjukkan penurunan.***

Liputan ini didanai oleh Maverick bekerja sama dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia.

gambar