JAKARTA, AmiraRiau.com – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar Sidang Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (PHPU Kada) Kabupaten Siak pada Senin (17/2/2025). Persidangan dilaksanakan di Ruang Sidang Pleno Gedung II MK oleh Majelis Panel Hakim 1 yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo didampingi Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah.
Perkara Nomor 73/PHPU.BUP-XXIII/2025 ini dimohonkan oleh Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Siak Nomor Urut 3, Alfedri dan Husni Merza. Termohon dalam perkara ini ialah Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Siak. Sebagai Pihak Terkait yaitu Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Siak Nomor Urut 2, Afni Z dan Syamsurizal. Sedangkan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Siak menjadi Pemberi Keterangan.
Dalam Sidang Pemeriksaan Saksi dan Ahli kali ini, Pemohon menghadirkan Wakil Ketua MK 2018-2020 Aswanto sebagai ahli yang menerangkan adanya berbagai pelanggaran dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Siak 2024. Sebagai Guru Besar Hukum Pidana Universitas Hasanuddin Makassar, Aswanto mengutip Putusan MK dan Surat Edaran Bawaslu Nomor 117 Tahun 2024.
Dari Putusan MK Nomor 41/PHPU.D-VI/2008, Aswanto menekankan bahwa Mahkamah tidak hanya menghitung kembali hasil penghitungan suara yang sebenarnya dari pemungutan suara, tetapi juga menilai dan mengadili hasil penghitungan suara yang diperselisihkan. Untuk Kabupaten Siak sendiri, dinilai Aswanto terdapat sejumlah pelanggaran yang terjadi dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupatinya.
“Hasil pencermatan ahli terhadap permohonan a quo, telah terjadi berbagai pelanggaran pemilihan, termasuk pelanggaran di beberapa TPS pada beberapa kecamatan,” katanya di persidangan.
Kemudian dari Surat Edaran Bawaslu Nomor 117 Tahun 2024, Aswanto mengutip bahwa satu pelanggaran yang terjadi di TPS dapat berdampak pada dilakukannya pemungutan suara ulang. Karena itulah, menurutnya MK sepatutnya mengabulkan permohonan dalam perkara ini yang di antaranya meminta pemungutan suara ulang (PSU).
“Berdasarkan uraian di atas, tidak ada kendala bagi Mahkamah untuk mengabulkan permohonan a quo,” katanya.
Adapun dugaan pelanggaran-pelanggaran yang dimaksud dalam perkara ini, termaktub di dalam permohonan Pemohon, di antaranya menyoal pemungutan suara di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tengku Rafi’an dan wilayah permukiman karyawan PT Karsa Wahana Lestari (KWL).
Lain dengan Aswanto, ahli yang dihadirkan Termohon, I Gusti Putu Artha berpandangan bahwa PSU tidak semestinya dilakukan, khususnya di RSUD Tengku Rafi’an dan permukiman karyawan PT KWL. Menurut Gusti, rumah sakit bukanlah bagian dari lokasi-lokasi yang harus dibentuk TPS khusus, sebagaimana termaktub dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 7 Tahun 2024. Termohon pun dinilai sudah memfasilitasi para pemilih di sana sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Oleh karena itu, dalil untuk merekomendasikan PSU di Tengku Rafi’an terbantahkan dan tidak beralasan menurut hukum karena fasilitasi itu beberapa kali sudah dilakukan,” ujarnya.
Kemudian menyoal peristiwa di wilayah PT KWL, di mana banyak pemilih tidak mendapatkan undangan, Gusti berpandangan bahwa hal tersebut juga tidak memenuhi unsur untuk melaksanakan PSU. Alasannya, Termohon dianggap sudah melakukan proses layanan pemilih sebagaimana yang ditugaskan.
“Kalau ada Model C Pemberitahuan yang tidak diterima pemilih, namun kejadian itu tidak memenuhi unsur dilakukan pemungutan suara ulang,” kata Gusti.
Di persidangan ini, secara rinci terdapat empat persoalan yang menjadi sorotan para pihak, yakni: tak diakomodirnya hak pilih 128 pasien RSUD Tengku Rafi’an, surat undangan tak sampai ke tangan pemilih karyawan PT KWL, dugaan Ketua KPPS mencoblos dua kali, dan dugaan petugas KPPS mengarahkan pemilih dalam pencoblosan.
Polemik Pemungutan Suara di RSUD
Permasalahan pemungutan suara di RSUD Tengku Rafi’an, Pemohon menghadirkan saksi yang merupakan salah satu pejabat di sana, yakni Adi Eka Putra. Di rumah sakit tersebut, dia menyampaikan ada 128 pasien yang dirawat pada saat pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Siak 2024. Menurutnya, pihak RSUD baru menerima surat dari KPPS dua hari menjelang pemungutan suara untuk meminta data pasien dan karyawan.
“Posisi tanggal 25, siang harinya saya ditelepon direktur bahwasanya dia mendapatkan surat dari KPPS. Isi suratnya untuk mendata pasien yang dirawat dan karyawan di rumah sakit,” jelasnya.
Dalam keterangannya di persidangan, Adi memastikan bahwa dalam Pilbup Siak, tidak terdapat TPS khusus. Karena itulah pasien yang dirawat tidak dapat menyalurkan hak pilihnya. Dia pun mengungkapkan bahwa hanya ada satu TPS yang petugasnya mendatangi pemilih yang merupakan pasien di RSUD Tengku Rafi’an.
“Yang mendatangi cuma petugas dari Kampung Rempak,” katanya.
Sementara dari Termohon, yakni KPU Siak mengatakan, sudah meminta data pasien dan pegawai kepada RSUD Tengku Rafi’an jauh-jauh hari, sejak 12 November 2024 dengan cara mendatangi rumah sakit sekaligus melakukan koordinasi dan sosialisasi. Namun saat itu pihak rumah sakit tidak memberikan data pasien, sebab tidak bisa memastikan pasien yang masih menetap di rumah sakit saat hari pemungutan suara. Termohon pun kembali meminta data pasien pada 20 November 2024, namun lagi-lagi tidak mendapatkan hasil.
“Apa kata pihak rumah sakit?” tanya Ketua MK Suhartoyo.
“Begitu juga. Enggak bisa memastikan,” jawab Ketua PPK Kecamatan Siak, Irdinansyah sebagai saksi Termohon.
Polemik pemungutan suara di rumah sakit ini kemudian menjadi perhatian di persidangan dengan hadirnya Ketua KPU RI, Mochamad Afifudin. Majelis Panel Hakim sempat meminta penjelasan Afifudin mengenai mekanisme pemungutan suara di rumah sakit secara umum. Afifudin menjelaskan bahwa secara teknis, satu jam menjelang TPS ditutup, petugas KPPS semestinya membawa kotak suara dan berkeliling ke kamar-kamar rumah sakit untuk memfasilitasi hak pilih para pasien.
“Ada petugas KPPS yang ditugaskan di KPPS terdekat untuk berputar sesuai data pemilih yang sudah terdata dan bisa menggunakan hak pilih di kamar-kamar tersebut untuk menggunakan hak pilih,” katanya.
Jauh sebelum hari pemungutan, menurut Afif, KPU kabupaten sudah berkoordinasi dengan pihak rumah sakit untuk mengidentifikasi para pemilih di sana. Meski tidak diwajibkan membentuk TPS khusus, KPU kabupaten tetap harus mengakomodir hak pilih para pegawai dan pasien rumah sakit.
“Yang pasti, upaya melakukan fasilitasi mutlak harus dilakukan teman-teman KPU,” ujarnya.
Distribusi Undangan di Permukiman Karyawan Perusahaan
Dalam Sidang Pemeriksaan Saksi dan Ahli ini, Termohon mengklarifikasi tudingan soal distribusi Surat Undangan C Pemberitahuan yang tidak sampai kepada pemilih di lingkungan PT KWL sebagaimana yang didalilkan Pemohon. Saksi yang dihadirkan Termohon ialah Saut Martogi Sianipar, Ketua PPS Kampung Buantan Besar.
Distribusi C Pemberitahuan itu menurut Saut, sebagian tidak sampai ke tangan pemilih karena dititipkan kepada ketua rombongan pekerja. Namun ternyata ketua rombongan tersebut tidak mengantarkan, melainkan para pekerja mesti berinisiatif untuk mengambil sendiri.
“Jadi sebagian itu ada yang tidak mau mengambil karena libur kerja, tidak dikasih uang minyak,” kata Saut.
Total ada 59 pemilih yang C Pemberitahuannya dititipkan kepada ketua rombongan pekerja. Namun undangan hanya berhasil terdistribusi kepada 19 pemilih. Di antaranya, hanya 11 yang bersedia memberikan hak pilihnya pada hari pemungutan suara.
Mengenai distribusi Surat C Pemberitahuan di lingkungan PT KWL ini, Bawaslu Siak sebagai pengawas mengaku tidak mendapatkan laporan dugaan pelanggaran pemilihan.
“Yang disampaikan Termohon terkait C6 atau C Pemberitahuan yang tidak disampaikan, dari hasil pengawasan PKD, tidak ditemukan dugaan pelanggarannya,” ujar Koordinator Divisi Pelanggaran Bawaslu Siak, Ahmad Dardiri.
Video Dugaan KPPS Arahkan Pemilh
Persidangan ini juga mengungkap adanya dugaan pengarahan dari petugas KPPS TPS 02 Minas Jaya untuk memilih Paslon tertentu. Hal demikian disampaikan saksi dari Pemohon, Nelvi Susanti yang hadir di persidangan. Saksi mendengar cerita dari seorang pemilih di TPS tersebut mengenai adanya arahan dari petugas KPPS untuk memilih Pihak Terkait saat di bilik suara.
“Dia bilang kalau dia diikuti ke bilik suara dan diarahkan untuk memilih paslon 02 oleh anggota KPPS,” katanya.
Mendengar cerita itu, dia berinisiatif menghubungi Ketua Pemenangan Pemohon, sehingga diminta untuk merekam video. Hasil rekaman video dari Nelvi itu diputar di persidangan. Nelvi pun memastikan bahwa seorang perempuan yang mengantar pemilih hingga ke bilik suara adalah petugas KPPS. Namun Majelis Panel Hakim meminta bukti untuk lebih meyakinkan.
“Saya mengenal orang itu,” ujar Nelvi.
“Saya percaya kalau ibu orang sana. Yang untuk bisa meyakinkan pengadilan, persidangan ini,” ujar Ketua MK Suhartoyo.
Adapun dari Bawaslu Siak sebagai pengawas, memastikan tidak terdapat temuan pelanggaran pemilihan yang terjadi di TPS sebagaimana dimaksud, yakni TPS 2 Minas Jaya. Bawaslu Siak juga mengungkapkan bahwa tidak ada laporan dari pihak manapun berkaitan dengan TPS tersebut.
“Hasil LHP yang dilakukan pengawas TPS, tidak ada pelanggaran pemilihan dan juga tidak ada kejadian khusus dan sampai hari ini juga tidak ada laporan,” kata Koordinator Divisi Pelanggaran Bawaslu Siak, Ahmad Dardiri.
Tudingan Ketua KPPS Mencoblos Dua Kali
Masih berkaitan dengan KPPS, sidang kali ini juga secara intens membahas dugaan pencoblosan dua kali oleh Ketua KPPS TPS 48 di Kecamatan Tualang, sebagaimana didalilkan Pemohon. Saksi dari Pemohon, Juprizal mengaku mendapat informasi tersebut saat dirinya menghadiri Rapat Pleno sebagai saksi mandat di tingkat kecamatan. Kemudian dia menghubungi Panwascam yang memastikan bahwa peristiwa tersebut sudah memenuhi unsur pelanggaran pemilihan.
“Yang disampaikan kepada kami, Pak Suwito (Panwascam), bahwa Ketua KPPS-nya diperiksa, Pak Ardianto. Dan beliau mengaku melakukan pencoblosan dua kali,” ujar Juprizal.
Sementara dari Termohon mengungkapkan bahwa klarifikasi telah dilakukan terhadap Ketua KPPS yang dimaksud. Crosscheck pun sudah dilakukan dengan mencocokkan jumlah daftar hadir dengan jumlah surat suara yang digunakan.
“Pada saat pembacaan hasil rekap di tingkat TPS, tidak ada perbedaan atau selisih jumlah surat suara yang digunakan dengan jumlah pemilih yang ada di daftar hadir,” ujar Ketua PPK Kecamatan Tualang, Yulastri Maria Siska.
Bawaslu Siak sebagai pemberi keterangan menyampaikan, peristiwa tersebut memang sampai dilimpahkan kepada Gakkumdu Siak. Namun dari hasil klarifikasi dan kajian, tidak ditemukan adanya unsur pelanggaran.
“Dalam rapat SG 1 yang dihadiri jaksa dan polisi, diputuskan tidak ditemukannya dugaan tindak pidana pemilihan karena ada kurangnya saksi dan bukti,” ujar Koordinator Divisi Pelanggaran Bawaslu Siak, Ahmad Dardiri.
Dalam perkara ini, sebelumnya Pemohon mendalilkan rendahnya partisipasi pemilih di Kabupaten Siak yang hanya 26 hingga 50 persen karena adanya kecurangan oleh Termohon. Satu di antaranya, terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tengku Rafi’an, di mana petugas yang datang tidak memberikan kesempatan kepada ratusan pemilih untuk memilih. Pemohon juga mengungkit soal 47 surat panggilan yang tidak sampai kepada para pemilih yang merupakan buruh di sebuah perusahaan.
Pemohon kemudian melayangkan petitum, meminta agar Majelis Hakim membatalkan Keputusan KPU Kabupaten Siak Nomor 1120 Tahun 2024 tentang Penetapan Perolehan Suara Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Siak Tahun 2024. Kemudian Pemohon juga meminta agar Majelis memerintahkan Termohon untuk melakukan pemungutan suara ulang (PSU) di berbagai TPS di Kabupaten Siak.***
Penulis: Ashri Fadilla MK, Editor: Alseptri Ady

