Dari Okura Untuk Indonesia

Jumat, 02 Februari 2024 | 17:14:12 WIB
Dari Okura Untuk Indonesia

Oleh Yadi Ismail

AmiraRiau.com- Masyarakat Riau dari berbagai penjuru, akhir-akhir ini kembali lantang menyuarakan hak sebagai masyarakat tempatan terhadap pemegang Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit.

Namun yang getol dan paling ramai itu, sejak setahun belakangan, adalah masyarakat Kelurahan Tebing Tinggi Okura, Kecamatan Rumbai Timur, Kota Pekanbaru.

Kehidupan masyarakatnya biasa-biasa saja; Nelayan sungai, petani, tukang bangunan atau bekerja sebagai buruh kebun di sekitar. Bisa dihitung dengan jari yang berstatus pegawai negeri, pegawai BUMD atau lain sebagainya.

Kerja keras yang mereka lakukan, terkadang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari dua, untuk hal lain harus mengurut dada, termasuk kebutuhan sekolah bagi anak-anaknya.

Oleh karena faktor itu pula, di Okura rata-rata masyarakatnya hanya bersekolah hingga sekolah menengah atas. Sarjana bagi mereka adalah 'barang' langka.

Namun dari mereka-merekalah kemudian lahir gagasan untuk bisa keluar dari apa yang mereka sebut sebagai belenggu. Selama ini, mereka hanya diam dan menurut saja  atau hanya menjadi penonton di negeri sendiri bagaimana sumberdaya yang mereka miliki tidak sepenuhnya dapat mereka nikmati.

Melalui kekompakan dan semangat untuk memperbaiki kehidupan, masyarakat Okura akhirnya mendapat signal kuat dari pemerintah serta perusahaan untuk memenuhi tuntutan masyarakat yang selama ini terabaikan.

Namun untuk mencapai itu, alangkah banyak pengorbanan yang harus dilalui oleh mereka yang berjuang atas nama masyarakat. Pernah terlunta di Jakarta saat akan ke Kantor ATR/BPN Jakarta, acap kali menjadi bahan gerutuan anak istri akibat berbulan tak mencari nafkah atau meninggalkan pekerjaan untuk keperluan ini. Ada kalanya, sesama 'pejuang' malah bertengkar satu sama lain.

Tapi perjuangan itu sungguh tak sia-sia. Campur tangan Tuhan melalui pemerintah dan pihak-pihak lain, serta semangat yang terus membara dari para 'pejuang', urusan demi urusan satu persatu rampung, dan kini hanya menunggu waktu buah masak itu jatuh.

Perjuangan, kekompakan dan tak gentar terhalang rintang dari masyarakat tersebut, lantas melahirkan sesuatu yang besar, bagaimana tidak, ada keinginan dari pemerintah untuk menjadikan pola kemitraan di Okura antara PT. Surya Intisari Raya (SIR) dengan masyarakat tempatan sebagai role model bagi perusahaan lain di Riau dan Indonesia, yang oleh Ketua Satgas Terpadu Provinsi Riau sekaligus merupakan Kadis Perkebunan Riau, Syahrial Abdi, menyebutnya dari Okura untuk Indonesia!

Masyarakat Okura boleh bangga, berkat perhatian khusus dari Gubernur Riau Edy Natar Nasution, namanya kini melambung setinggi langit, dikenal dan disebut dimana-mana, kabarnya, hingga istana negara.

Gubernur Riau Edy Nasution, dalam hal ini memang membantu sampai-sampai.

Seiring berjalannya waktu, apa yang dilakukan oleh masyarakat Okura, ternyata menjadi pembuka mata masyarakat lain. Sebut saja kemudian bergabungnya masyarakat Tualang dan Maredan Barat, Siak, seolah menambah kekuatan sehingga kian sempurna.

Ketika Okura bisa dianggap selesai, tiba-tiba masyarakat 4 desa yang di Siak disebut kampung, yaitu Maredan, Tualang Timur, Gasib dan Pinang Sebatang, Kecamatan Tualang Kabupaten Siak, juga melakukan hal yang sama terhadap PT. Aneka Inti Persada, perusahaan perkebunan kelapa sawit dengan luas HGU mencapai 11 ribu lebih.

Keempat masyarakat desa ini, Rabu (31/1/2024) bersama Yayasan Masyarakat Alam Melayu (YAMAM) Riau, yang diketuai Heri Ismanto dan Deni Afrialdi (Sekretaris), melakukan aksi untuk menyampaikan suara yang sama, menuntut hak 20% kemitraan.

Sambutan humanis dari pihak PT. Aneka Inti Persada saat bertemu perwakilan masyarakat, membuat sejuk suasana dan ada harapan bahwa perjuangan ini juga tidak akan menemui hambatan. Semoga...

Sesungguhnya, baik itu di Okura, Tualang, Maredan Barat, Maredan, Pinang Sebatang, Gasib dan Tualang Timur, bukanlah yang pertama menuntut haknya. Diantara banyak yang sudah berhasil, ada banyak pula masyarakat yang juga sering menyuarakan hal yang sama, sejak dulu.

Namun harus diakui, bahwa apa yang dilakukan masyarakat Okura, melalui Tokoh Aliansi Masyarakat Adat (AMA) Melayu Riau, Laksamana Heri Ismanto, Tokoh Aliansi Pemuda Peduli Masyarakat Okura (APPMO) Deni Afrialdi, Danang Sufrianda, Musnidianto, Yomi, Jonhor Amin, dan Pak Ngah Yazid, Zulbaidi, M. Nafi, Yung Norman, Asran, Eze, Suhermanto, serta nama-nama lain, telah menjadi pemicu terbentuknya bola salju, yang kian hari dalam hitungan singkat kian besar.

Menjadi semakin besarnya bola salju, dalam artian bagaimana masyarakat kini telah menyadari sepenuhnya bahwa diantara rindangnya kelapa sawit perusahaan di lahan samping rumahnya, ada hak sebagai masyarakat tempatan yang mesti dipenuhi sesuai perintah Undang Undang dan peraturan pemerintah lainnya.

Namun sebesar apapun bola salju itu kemudian terbentuk, belajar dari apa yang terjadi di Okura, kembali lagi kepada seberapa tinggi perhatian serta keberpihakan pemerintah dan kesadaran pemegang HGU untuk duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan masyarakat sekitar dimanapun berada.

Agar bola salju yang terus bergulir dan semakin menggelembung besar itu tidak menimbulkan dampak negatif, sebaiknya kepala daerah hendaknya segera mengeluarkan himbauan serta dorongan agar seluruh perkebunan kelapa sawit dalam wilayah masing-masing segera memenuhi kewajibannya terhadap masyarakat, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Bupati Siak melalui suratnya perihal Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat (FPKM) tanggal 3 Oktober 2023.

Jika apa yang diamanatkan oleh Undang Undang atau peraturan pemerintah dijalankan secara baik, dapat diyakini bahwa tidak akan ada gesekan, bahkan dapat saling menjaga satu sama lain.

Harapan terbesarnya adalah dari Okura untuk Indonesia ini benar-benar terwujud secara baik, demikian pula dengan masyarakat lainnya yang sudah mulai bergerak melakukan hal yang sama. Karena muara dari semuanya adalah keadilan serta kesejahteraan untuk seluruh masyarakat.***

Terkini