Oleh
Hasrul Sani Siregar, MA
Alumni Hubungan Antarabangsa IKMAS, UKM, Selangor Malaysia/
Widyaiswara di BPSDM Provinsi Riau
DALAM kunjungan kenegaraan Perdana Menteri Malaysia, Datuk Seri Anwar Ibrahim ke Indonesia beberapa bulan yang lalu, ada kesepakatan yang sangat penting dalam hubungan kedua negara yaitu Indonesia dan Malaysia. Kesepakatan tersebut adalah menyepakati penyelesaian sengketa dan pengelolaan secara bersama-sama di Blok Ambalat yang masih dalam perundingan. Hubungan kedua negara yang serumpun tersebut terus mengalami pasang surut. Namun sebagai negara yang saling memilki ketergantungan yang satu dengan yang lainnya, sengketa dan persoalan yang timbul dapat diselesaikan dengan mengedepankan hubungan yang saling menghormati atas kedaulatan masing-masing negara.
Presiden Prabowo Subianto dan Perdana Menteri Malaysia, Datuk Seri Anwar Ibrahim sepakat menyelesaikan masalah perbatasan khususnya di blok Ambalat dengan kerjasama yang saling menguntungkan, sambil menunggu penyelesaian secara hukum Internasional. Kerjasama kedua negara yang dimaksud adalah dalam bentuk pengelolaan bersama yang saling menguntungkan (joint development).
Sengketa pulau Ambalat dan Ambalat Timur sudah ada semenjak era pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono. Perundingan secara bilateral antara Indonesia dan Malaysia mengenai pulau tersebut masih terus dilakukan, namun belum menemukan kesepakatan diantara kedua negara. Indonesia sudah tegas menyatakan bahwa wilayah Ambalat masuk wilayah Indonesia tepatnya di laut Sulawesi, tepatnya di wilayah perbatasan antara Provinsi Kalimantan Utara dan negara bagian Sabah, Malaysia Timur berdasarkan Deklarasi Djuanda tahun 1957.
Deklarasi Djuanda adalah pernyataan mengenai wilayah perairan Indonesia yang dicetuskan oleh Perdana Menteri Indonesia, Ir. H. Djuanda Kartawidjaja pada tanggal 13 Desember 1957. Deklarasi ini menegaskan bahwa seluruh perairan di sekitar, di antara, dan yang menghubungkan pulau-pulau di Indonesia merupakan bagian dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Deklarasi Djuanda menjadi dasar bagi konsep negara kepulauan (Archipelagic State) Indonesia dan diakui secara internasional melalui konvensi hukum laut Perserikatan Bangsa-bangsa (UNCLOS) pada tahun 1982,
Deklarasi Djuanda tidak hanya memiliki dampak hukum dan politik, tetapi juga memiliki makna sosial budaya dan pertahanan keamanan yang penting bagi Indonesia. Deklarasi ini menjadi dasar bagi bangsa Indonesia untuk menjaga keutuhan wilayahnya dan memanfaatkan potensi sumber daya kelautan untuk kemakmuran bangsa.Indonesia sudah diakui oleh dunia internasional sebagai Negara Kepulauan (Archipelagic State). Sebagai negara Kepulauan yang memiliki wilayah yang cukup luas dan berpotensi menjadi sengketa dengan negara-negara tetangga lainnya, Indonesia perlu memperkuat infrastruktur dan segala potensi yang ada di dalamnya untuk mendukung hal tersebut Kalau itu tidak dikelola secara baik dan profesional, akan berdampak kepada hilangnya pulau-pulau yang lainnya.
Oleh sebab itu, kehadiran Perdana Menteri Malaysia, Datuk Seri Anwar Ibrahim ke Indonesia tentu akan semakin meningkatkan hubungan kedua negara yang tidak saja dalam masalah ekonomi, politik dan pertahanan-keamanan, juga isu-isu perbatasan wilayah antar kedua negara seperti halnya Blok Ambalat yang sudah lama menjadi sengketa. Pengelolaan secara bersama-sama di Blok Ambalat (joint development) tentu tetap sesuai dengan kerangka aturan yang disepakati bersama antara Indonesia dan Malaysia. Stabilitas ASEAN juga menjadi komitmen bersama antara Indonesia dan Malaysia untuk tetap dipertahankan yang mana tahun 2025, Malaysia menjadi Ketua ASEAN hingga estafet kepemimpinan berganti ke Filipina tahun 2026 yang semula di tunjuk Myanmar, karena situasi keamanan di Myanmar yang belum stabil. ***