Kayuh Kompak Riau Bedelau

Kayuh Kompak Riau Bedelau

Oleh Chaidir

ANAK Togak Luan atau Tukang Tari lomba Pacu Jalur, begitu istilahnya, Rayyan Arkhan Dhika (usia 11 tahun), dalam tempo hitungan detik kini terkenal di seluruh dunia. Padahal sebelumnya, anak asal Kari Kabupaten Kuantan Singingi, Riau ini, bukan siapa-siapa. Membanggakan.

Rayyan tak beda dengan anak-anak kampung Kauntan Singingi lain yang dibesarkan di tepi Batang Kuantan, obesinya ingin menjadi Togak Luan atau Tukang Tari lomba perahu jalur. Anak Togak Luan atau Tukang Tari adalah penari yang tegak di haluan perahu jalur yang sedang berpacu kencang di Batang Kuantan. Mereka menari ritmis memberi semangat kolektif kepada anak jalur yang sedang berkayuh serentak kompak memacu perahu jalurnya sekuat tenaga untuk mengungguli lawan.

Anak Togak Luan ini, tentulah bocah yang memiliki keberanian dengan tali syaraf baja. Kalau tidak, bagaimana mungkin dia berani berdiri di haluan perahu jalur yang sempit dan lancip, dengan anggun sambil terus bergoyang dan menari, disaksikan ratusan ribu penonton lomba pacu jalur di kiri-kanan tebing Batang Kuantan. Padahal perahu jalur yang sedang berpacu kencang itu tak pernah berhenti bergoyang membelah arus Batang Kuantan.

Video singkat Rayyan membuat dunia terkesima dan membawa lomba pacu jalur Kuantan Singingi melejit viral tingkat dewa. Tulisan penulis produktif perkumpulan penulis handal Satupena, Rosadi Jamani (Ketua Satupena Kalbar), dengan judul “Rayyanisme Melayu, Ketika Dunia Bersujud di Ujung Perahu” di-share oleh banyak netizen. Tiba-tiba saja sebutan tren “Aura Farming” melekat pada Rayyan, penarik Togak Luan lomba pacu jalur di Kuantan Singingi.

Selebrasi gol klub sepakbola terkenal PSG Prancis dan AC Milan Italia yang dulu didominasi oleh selebrasi Cristiano Ronaldo-style, sekarang berubah, tangan ke atas, kepala goyang, mata menatap takdir, gaya Rayyan, tulis Rosadi Jamani. Selanjutnya disebut, Travis Kelce, si pria tinggi kekar North Footbal League (NFL) mengunggah video touchdown-nya dengan gerakan Rayyan, seolah-olah berkata, “Aku besar di NFL, tapi aura-ku dari Sungai Kuantan.” Dunia tenggelam dalam euforia Rayyanisme.

Pada tahun 2016 hampir sepuluh tahun lalu, kejenakaan sejumlah anak-anak di pinggir jalan raya di Jepara Jawa Tengah iseng menanti kedatangan bus antar provinsi. Ketika bus sudah mendekat, mereka dengan antusias meneriakkan kata "Om Telolet Om", dan klakson bernada telolet itu pun dibunyikan oleh pengemudi bus dengan senang hati. Anak-anak melompat-lompat berteriak kegirangan.

Tak sangka, sesuatu yang sangat simpel dan tak bemakna itu mendunia secara tak masuk akal. Virus “Om Telolet Om” itu menyebar supercepat ke seluruh dunia, seketika menjadi kegilaan dan perbincangan di mana-mana. Frasa “Om Telolet Om” kemudian mampu menduduki peringkat pertama trending topic dunia. Disc Jockey (DJ) kenamaan dunia seperti Zedd, DJ Snake, The Chainsmokers, tak mau ketinggalan. Seleb Korea, personel EXO, Sehun, adalah salah seorang di antaranya, semuanya meneriakkan frasa "Om Telolet Om" dengan antusias.

Klub raksasa sepakbola Spanyol, Real Madrid, mem-posting "Om Telolet Om" di akun Facebook-nya. Madrid mengunggah foto sang superstar Cristiano Ronaldo yang sedang mengangkat trofi Piala Dunia Antarklub, yang baru diraih klub itu di Jepang, disertai kalimat, "Halo Indonesia, Om Telolet Om." Mereka menyapa supporters-nya di Indonesia dengan senyum “Om Telolet Om”. Gila, benar-benar gila.

Demam “Om Telolet Om” menghinggapi pula pemimpin Amerika Serikat, Donald Trump pada masa itu. Beberapa netizen Amerika bahkan memelesetkan kata “telolet” ke dalam jargon Trump, “Make America Great Again (MAGA)” diubah menjadi “Make America Telolet Again,” dan “Make Telolet Great Again.”

Virus “Om Telolet Om” dalam penyebarannya menjadi meaningful (sarat makna), tiba-tiba menjadi bahasa planet, dipakai sebagai alat komunikasi yang sangat unik dan dinikmati dengan penuh kejenakaan lintas benua.  
 
Pada tahun 2011, Briptu Norman Kamaru, lajang 26 tahun anggota Brimob Gorontalo, mendadak sontak melangit semenjak aksinya secara lipsync berjoged ria membawakan lagu Chaiyya Chaiyya disiarkan kanal Youtube. Lagu film Shahrukh Khan itu pada tahun 2003 masuk 10 besar lagu terpopuler dari 7000 lagu di seantero dunia, versi BBC. Hanya dalam tempo 6 menit 30 detik, sejarah hidup seorang anak manusia berubah cemerlang. Aksi gokil dan lucu Briptu Norman Kamaru itu, spontan, tak direncanakan. Kebetulan dia hobi menyanyikan lagu-lagu India dan pintar menirukan gaya superstar bollywood, Shahrukh Khan.

Tapi dampaknya sangat luar biasa mengejutkan. Memang tidak mendunia seperti Rayyan, tapi rekaman ”Video Polisi Gorontalo Menggila” itu serta merta ditonton oleh ratusan ribu orang. Info terakhir pada tahun itu melalui berbagai pemberitaan, video itu ditonton lebih dari sejuta manusia. Gaya anggota Brimob Gorontalo itu dianggap jenaka, sedikit rada gila, tapi disenangi. Masyarakat merasa terhibur. Norman dalam sekejap mengubah wajah kepolisian menjadi simpatik dan terasa dekat di hati.

Gubernur Abdul Wahid memuji Rayyan Arkhan Dhika. Aksi spontannya sebagai anak Togak Luan atau Tukang Tari Lomba Pacu Jalur yang menarik simpati dunia telah mempopulerkan Kauntan Singingi dan Riau, bahkan juga membanggakan Indonesia.  Dan atas jasanya itu Rayyan dinobatkan sebagai Duta Pariwisata Riau dan diberi beasiswa pendidikan.
Pesan lain yang dibawa oleh Rayyan dalam lomba pacu jalur yang membawanya ke pentas dunia adalah, dengan gerakan tarinya dia memotivasi anak-anak jalur agar berkayuh semangat serentak dan kompak. Hanya dengan kekompakan berkayuh perahu jalur bisa memenangkan lomba.

Pesan Rayyan sejalan dengan pesan anak-anak perahu jalur. Bila kita berkayuh kompak, Riau akan berhasil meraih Visi Riau 2025, "Riau Bedelau" (Riau yang Berbudaya Melayu, Dinamis, Ekologis, Agamis, dan Maju), Riau yang baldatun toyyibatun warobbun ghofur. Lomba pacu jalur Kuantan Singingi kirim pesan kearifan lokal yang mudah kita pahami.***

(Dr. drh. H. Chaidir, MM, Penulis; Ketua Umum Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau – FKPMR; Ketua DPRD Provinsi Riau dua periode 1999-2004 dan 2004-2008)

#Opini drh. Chaidir

Index

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index