Oleh H. Affan Bey Hutasuhut
SOSOK Dahlan Iskan yang di masa tuanya harus berhadapan dengan aparat kepolisian tidak bisa dilepaskan dengan sejarah berdirinya Harian Riau Pos di Pekanbaru.
Dan kemudian harian yang dikemudikan oleh H. Rida K Liamsi pun terbit 18 Januari 1991. Judul utama yang diusung "George Bush yakin takkan gagal, Saddam janjikan kemenangan”, lantaran hari itu bersamaan dengan meletusnya Perang Teluk antara Irak vs Amerika dan sekutunya,
Koran yang dipimpin oleh budayawan yang bergelar Datu Seri Lela Budaya ini, empat tahun kemudian keluar dari ‘terowongan’ yang gelap, hingga beranak pinak terbit di lima provinsi. Yakni Pekanbaru sebagai Induk, Batam Kepulauan Riau, Medan Sumut, Aceh, dan Sumbar. Jadilah penerbitan yang awalnya merayap-rayap dari bawah ini bersinar menembus jendela Riau menjadi koran terbesar di Sumatera saat itu.
Dari Suara Karya Bertemu Dahlan Iskan
Sebelum menerbitkan Harian Riau Pos, pria yang lahir di Dabo Singkep, Lingga, Kepulauan Riau tanggal 17 Juli 1943, aktif sebagai Wartawan Majalah TEMPO di Tanjung Pinang Kepri. Namun karena sesuatu hal, mantan guru ini mengundurkan diri sekitar tahun 1983 lalu.
Dari sini Rida aktif di Mingguan GeNTA di Pekanbaru dan selanjutnya bergesar ke Harian Suara Karya yang berkantor pusat di Jakarta. Dari harian inilah kemudian Rida K Liamsi berkesempatan bertemu Dahlan Iskan akhir tahun 1980-an yang ketika itu menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Harian Jawa Pos.
Suatu ketika Rida ditugaskan ke Jakarta menggantikan sementara redaktur yang sedang berhalangan. Dari sini beberapa waktu kemudian Rida ditugasi ke Surabaya untuk suatu penugasan.
Lantaran Rida satu angkatan dengan Dahlan Iskan saat masih aktif di Majalah TEMPO, ia pun menemui sejawatnya di kota pahlawan ini. Singkat cerita, Dahlan mengusulkan pada Rida untuk menerbitkan koran di Pekanbaru. “Masak masih di lapangan terus, saya saja sudah jadi Pemimpin Redaksi,” begitu kira-kira ungkapan Dahlan pada Rida.
Petuah Dahlan masuk akal. Bagi Rida tak mungkin selamanya jadi wartawan di Tanjung Pinang tempat tinggalnya, sementara Dahlan sudah jadi bos.
Setelah menjajaki peluang yang bisa dimanfaatkan, Rida bertemu jodoh dengan managemen Mingguan Warta Karya di Pekanbaru yang diterbitkan oleh Yayasan Munandar yang belakangan berganti nama menjadi Yayasan Rau Makmur yang dipimpin secara ex officio oleh Gubernur Riau yang ketika itu dijabat oleh Soeripto.
Untuk memperjuangkan koran ini, Rida harus bolak-balik Tanjung Pinang-Pekanbaru. Selama proses SIUPP belum selesai, Rida sudah siap dengan segala kemungkinan pahit dan getir. Ia bahkan rela menginap di losmen yang sederhana di Pekanbaru. Aku pernah menemuinya di losmen yang dibuka masih pakai gembok.
Mafiron (koresponden Pelita di Riau), serta Armawi KH, seorang seniman yang menangani perwajahan yang berkantor di jalan Kuantan berasal dari Mingguan Warta Karya yang kemudian bergabung ke Riau pos.
Namanya koran baru tentu tak seketika membuat masyarakat pembaca jatuh cinta. Sampai ada anekdot waktu itu, jangankan dijual murah, gratis pun orang tak mau. Makanya meski kerja keras Rida sudah maksimal, termasuk berutang ke sana –sini, tapi biaya operasional belum juga tertutupi.
Celah kemudian sedikit menggembirakan setelah Riau Pos melebarkan sayapnya ke Batam. Wartawan di Batam, Marganas Nainggolan dikenal cekatan melakukan pendekatan kepada pihak Otorita Batam dan pengusaha untuk mencari iklan dan menjadikannya sebagai pelanggan Riau Pos.
Sejumlah biaya operasional sebagian mulai tertutup. Sayangnya biaya lain masih belum tertutupi, biaya cetak, sebagian gaji karyawan, dan lainnya. Gubernur Riau Soeripto selaku Ketua Yayasan Riau Makmur, pemilik media ini sudah letih bolak-nalik dipinjamin duit untuk menutupi kebutuhan biaya operasional.
Meski demikian oplah koran yang diharapkan bisa melambung agar pemasukan uang dari oplah koran dan iklan tidak melulu mengandalkan pihak yayasan dan Batam, belum juga tersentuh. Perjalanan masih penuh liku.
Dari sinilah kemudian masuk Jawa Pos Group untuk melakukan kerja sama. Sehingga pada tanggal 1 juni 1990 sebuah MoU (Memorandum of Understanding) yang ditandatangani di depan notaris. Dari kesepakatan tersebut Riau Pos mulai menunjukkan taringnya sebagai koran unggulan di Bumi Lancang Kuning. Kekuatan utama dari manajemen Riau Pos makin tangguh.
Pak Rais dan Ahmad Rodi ahli pemasaran dari Jawa Pos dari Surabaya pun di BKO kan membantu mendongrak oplah Riau Pos, hasilnya meroket dan seiring dengan itu iklan pun mengalir deras.
Alhamdulillah, sejak itu Riau Pos berkembang pesat dan masih bertahan meski era media digital menguncang keras.***
(H. Affan Bey Hutasuhut, Penulis: Wartawan Majalah TEMPO 1987-1994)