Ingatan Budi Untuk KAPOLRI

Ingatan Budi Untuk KAPOLRI

Oleh Chaidir

LEMBAGA Adat Melayu Riau memberi Anugerah Adat “Ingatan Budi” kepada Kapolri Jenderal Pol. Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si, Sabtu pagi 12 Juli 2025 di Balai Adat Melayu Riau.  Anugerah Adat ini tentu istimewa karena berada dalam momentum peringatan 79 tahun Bhayangkara, 1 Juli 2025 yang mengusung tema "Polri untuk Masyarakat". Anugerah Adat ini mencerminkan kedekatan Polri dan masyarakat.

Inti dari Ingatan Budi adalah kata “budi”. Dalam budaya Melayu Riau, kata “budi” menempati ruang istimewa. Sebagaimana diungkapkan oleh Dr. Antar Venus, M.A., dalam bukunya bertajuk Filsafat Komunikasi Orang Melayu (2015),  “budi” merupakan suatu sifat dan keadaan utama seorang manusia Melayu dalam konteks pemuliaan terhadap manusia melalui tindakan-tindakan nyata. Konsep budi tampaknya bukan hanya menjadi patokan berperilaku orang Melayu, tetapi juga selama berabad-abad konsep ini telah menjadi semacam semangat dan enegi hidup orang Melayu. 

Cara pandang orang Melayu  tentang hidup terkait erat dengan tindakan membangun hubungan baik lewat komunikasi. Hidup yang baik dapat diartikan sebagai komunikasi yang baik antarsesama manusia. Ungkapan ini menyatakan bahwa tujuan hidup selamanya adalah untuk saling membantu, berbuat kebaikan, memberi manfaat satu sama lain, menggembirakan satu sama lain, dan saling mendorong satu sama lain untuk maju jaya. Perbuatan semacam ini adalah etika orang Melayu, disebut sebagai perbuatan berbudi. Tindakan itu dilandasi prinsip menanam budi.

Kling dan Kim Hui (dalam Venus, 2015) menyebut bahwa budi adalah intisari nilai (core value) eksistensi dan identitas masyarakat Melayu. Di lingkungan masyarakat Melayu kata Budi digunakan secara masif, sistematik, dan mencakup berbagai aspek dan rentang kehidupan. Sejak manusia  lahir hingga meninggal dunia mereka ditanami nilai dasar budi. Peribahasa seperti “hancur badan dikandung tanah budi baik dikenang jua”, menunjukkan bahwa dalam pikiran orang Melayu konsep budi bukan hanya terkait dengan kehidupan saat ini tapi juga kehidupan sesudah mati. 

Budayawan Tenas Effendy (2015) menyebut 67 tunjuk ajar budaya Melayu yang memiliki dimensi bertanam budi dan membalas budi. Bagi orang Melayu, budi amatlah diutamakan. Bertanam budi dan membalas budi merupakan perbuatan mulia dan terpuji. Orang tua-tua mengatakan, 

“bila sudah termakan budi, di sanalah tempat Melayu mati;” 

“bila hidup berbudi, sempurnalah ia mati;”

“hutang emas dibayar emas, hutang budi dibawa mati;”

“apa tanda Melayu jati hidupnya tahu membalas budi.”

Dalam masyarakat Melayu, kata budi memiliki arti beragam meliputi; kebaikan, kemuliaan, seperti tertuang dalam peribahasa, “orang kaya  bertabur harta, orang mulia bertabur budi.” Kata budi juga berarti tabiat, watak, akhlak yang mulia, seperti ternyatakan dalam peribahasa “budi elok perangai terpuji”, atau “meski ilmu setinggi tegak, tidak berbudi apa gunanya”. Kata budi juga bermakna perbuatan baik misalnya dalam ungkapan “bertanam budi”, “membalas budi” atau “berbudi jangan meminta ganti’, atau ungkapan seperti, “hancur badan dikandung tanah, hudi baik dikenang jua”. 

Dalam takrif Melayu, kata “budi” merujuk kepada perbuatan baik yang dilakukan dengan ikhlas, baik kepada manusia, kepada alam, kepada lingkungan, serta makhluk-makhluk lain yang berada di luar manusia, dalam semangat memuliakan nilai-nilai, dan keinginan saling memberi, sebagai sesama makhluk ciptaan Tuhan. Dengan “berbudi” setiap manusia mencoba untuk duduk dan tegak tegak lurus menjadi makhluk yang bermanfaat bagi yang lain. Orang tua-tua juga menegaskan bahwa sebaik-baik manusia adalah orang yang tahu berbudi dan tahu pula membalas budi.  Sebaliknya, jika disebut ”tak tahu budi”atau “tak membalas budi”, maka seseorang dianggap tak tahu adat, berprilaku buruk dan hina, dibenci dan dijauhi masyarakatnya.

Anugerah Adat Ingatan Budi yang dianugerahkan oleh LAM Riau kepada Kapolri Jenderal Pol Drs Listyo Sigit Mprabowo, M.Si dan diselenggarakan dengan meriah lengkap dengan adat tepuk tepung tawar, adalah sebuah ikhtiar untuk saling memberi semangat dalam bertanam budi sibagaimana dipahami dalam adat istiadat Melayu. Jargon “polisi untuk masyarakat” diharap bukan sekadar slogan, melainkan mencerminkan transformasi mendalam institusi kepolisian sebagai pelindung yang tidak hanya responsif terhadap keamanan dan penegakan hukum, tetapi juga proaktif terhadap isu sosial, lingkungan, dan budaya. 

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sudah mencanangkan program, bahwa polri harus prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan (disingkat: Presisi). Akronim presisi mengandung makna yang dalam. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, presisi adalah ketepatan. Pengertian lain, presisi dipandang sebagai tingkat perbedaan yang sekecil-kecilnya antara nilai pengamatan dengan nilai yang sebenarnya. Presisi padanannya akurat. 

Anugerah Adat Ingatan Budi dan Program Presisi Polri membuat harapan masyarakat di daerah ini melambung tinggi terhadap langkah penegakan hukum dalam berbagai kasus viral di Riau. Kebenaran dan keadilan adalah nilai-nilai yang sangat dijunjung tinggi dalam budaya Melayu yang menjadi norma tunjuk ajar di negeri bumi Melayu, Bumi Lancang Kuning, Riau. Bagi orang Melayu, keadilan dan kebenaran adalah kunci utama dalam menegakkan tuah dan marwah, mengangkat harkat dan martabat. Keadilan dan kebenaran tidak dapat ditawar-tawar. Salam Presisi Jenderal. Tahniah!!***

(Dr. drh. H. Chaidir, MM, Penulis; Ketua Umum Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau – FKPMR; Ketua DPRD Provinsi Riau dua periode 1999-2004 dan 2004-2008)

#Opini drh. Chaidir

Index

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index