PEKANBARU, AmiraRiau.com- Provinsi Riau kini berada dalam status darurat de facto akibat Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) yang semakin tidak terkendali. Api dilaporkan mengganas serentak di berbagai kabupaten, dengan Rokan Hilir (Rohil), Rokan Hulu (Rohul), dan Kampar menjadi tiga wilayah dengan eskalasi terparah. Kondisi ini memicu reaksi keras dari Penjabat (Pj) Presiden Mahasiswa Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Riau (BEM UIR), Dimas Aditya, yang menyebut ini sebagai puncak dari kegagalan sistemik.
Dalam wawancara khusus dengan media, Selasa (22/7/2025), Dimas Aditya menegaskan bahwa fokus perhatian tidak boleh lagi pada asap, melainkan pada api yang menjadi sumber bencana.
"Mari kita berhenti bicara soal 'musim'. Ini bukan musim, ini adalah kejahatan lingkungan yang terstruktur. Data dari lapangan sangat mengerikan dan menunjukkan Riau sedang dilalap api dari berbagai penjuru," buka Dimas dengan tegas.
Data Bicara: Riau Membara di Berbagai Titik
Dimas memaparkan data-data faktual terbaru yang berhasil dihimpun, menunjukkan gambaran krisis skala provinsi yang sesungguhnya.
"Data BMKG per kemarin (21/7) sangat alarmistis. Terdeteksi 582 titik panas di Riau, dan ini menjadikan provinsi kita sebagai episentrum Karhutla di Sumatera. Sebarannya sangat mengkhawatirkan. Rokan Hilir menjadi yang terparah dengan 244 titik, disusul Rokan Hulu dengan 192 titik. Dua kabupaten ini saja sudah menyumbang lebih dari 70% titik api di Riau!" paparnya.
Ia melanjutkan dengan menyoroti kondisi spesifik di tiap wilayah yang tak kalah parah.
"Di Rohil, laporan menyebutkan lebih dari 100 hektar lahan gambut di Kecamatan Kubu sudah terbakar selama berhari-hari, diperparah angin kencang. Di Rohul, api bahkan sudah masuk hari ketiga di Kecamatan Rokan IV Koto dan mulai meluas ke kebun-kebun masyarakat. Sementara di Kampar, puluhan hektar lahan gambut di Kecamatan Tambang dan Tapung juga hangus, menyebabkan tim pemadam gabungan kewalahan akibat sulitnya medan dan minimnya sumber air," jelas Dimas secara rinci.
"Kita salut pada Satgas darat yang mempertaruhkan nyawa. Tapi mereka di hilir. Pertanyaan kami tetap sama: Mengapa api ini bisa muncul serentak di begitu banyak tempat? Di mana fungsi pencegahan?"
Menuding Kegagalan Pengawasan dan Tanggung Jawab Korporasi
Dimas secara lugas menunjuk adanya kegagalan dalam fungsi pengawasan dan penegakan hukum sebagai akar masalah utama yang membuat Karhutla terus berulang setiap tahun.
"Pola ini terlalu rapi untuk disebut kebetulan. Api muncul di lahan-lahan gambut yang kering, banyak di antaranya berada di sekitar atau bahkan di dalam area konsesi perusahaan. Ini adalah modus klasik untuk pembersihan lahan secara murah. Ini bukan lagi kelalaian, ini adalah pembiaran yang disengaja," tegasnya.
"Perusahaan pemegang konsesi punya kewajiban hukum untuk mencegah dan memadamkan api di wilayahnya. Di mana sekat kanal, menara api, dan tim patroli internal mereka saat api pertama kali muncul di Rohil, Rohul, dan Kampar? Jangan hanya mengeruk SDA Riau, tapi lepas tanggung jawab saat bencana datang," sambungnya.
BEM UIR Suarakan Tiga Tuntutan Mendesak
Menyikapi situasi darurat ini, BEM UIR secara resmi menyuarakan tiga tuntutan konkret yang harus segera dieksekusi oleh pemerintah dan aparat penegak hukum.
1. Tetapkan Status Tanggap Darurat & Audit Total: "Kami menuntut Gubernur Riau untuk segera menetapkan Status Tanggap Darurat Karhutla. Bersamaan dengan itu, KLHK dan Gakkum harus melakukan audit dan investigasi menyeluruh terhadap semua perusahaan yang di dalam dan sekitar konsesinya ditemukan titik api, terutama di Rohil, Rohul, dan Kampar."
2. Penegakan Hukum Tanpa Pandang Bulu: "Kepada Polda Riau, jangan hanya menangkap pelaku perorangan. Usut tuntas hingga ke aktor intelektual dan korporasi. Gunakan pasal pidana korporasi, bekukan izin, dan sita aset perusahaan yang terbukti lalai atau sengaja membakar. Rakyat butuh keadilan ekologis!"
3. Paksa Tanggung Jawab Korporasi: "Pemerintah Provinsi harus memaksa perusahaan untuk membangun dan memelihara infrastruktur pencegahan kebakaran secara permanen. Jika tidak mampu, cabut izinnya. Jangan biarkan beban pemadaman hanya ditanggung oleh negara dan relawan."
Di akhir wawancara, Dimas menegaskan bahwa mahasiswa akan terus menjadi pengawas eksternal yang kritis.
"Kami tidak akan diam. BEM UIR akan terus mengawal setiap jengkal lahan yang terbakar di seluruh Riau dan menuntut keadilan bagi tanah kami yang terus dilukai setiap tahunnya. Ini adalah perjuangan untuk udara bersih dan masa depan ekologis Riau," tutupnya.***
Penulis: M.Wan