PEKANBARU, AmiraRiau.com - Balai Adat Melayu Riau, Sabtu (27/9/2025), menjadi saksi pertemuan hangat yang sarat makna antara Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) dan Prof Dr Jimly Asshiddiqie, SH, MH, tokoh hukum tata negara nasional yang juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.
Silaturahmi ini tak sekadar temu kangen atau basa-basi adat. Di dalamnya tersirat harapan besar dan perjuangan panjang untuk mengangkat marwah adat Melayu, sekaligus memperjuangkan status Daerah Istimewa Riau (DIR) berbasis budaya dan adat.
Hadir lengkap jajaran LAMR, termasuk Ketua Umum Majelis Kerapatan Adat (MKA) Datuk Seri H. Marjohan Yusuf, Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian (DPH) Datuk Seri H. Taufik Ikram Jamil, hingga Ketua DPH LAMR Kota Pekanbaru Datuk Seri Muspidauan.
Datuk Seri Taufik membuka pertemuan dengan menyebutkan Prof. Jimly bukan sekadar dikenal secara akademis atau politis, namun juga secara spiritual di tanah Melayu Riau. Ia mengingatkan kembali jejak kebersamaan 15 tahun lalu saat Prof. Jimly turut merintis pendirian Sekretariat Bersama Lembaga Adat Rumpun Melayu se-Sumatera di Riau.
“Pertemuan ini sangat simbolis. Saat LAMR dipercaya jadi motor penggerak Daerah Istimewa Riau, kami merasa ini relevan dengan kapasitas keilmuan Profesor,” ujarnya.
Pada kesempatan itu, Prof. Jimly membuka dengan kerendahan hati. “Bagaimana saya bisa memberi petuah, sementara saya berada di hadapan para petuah adat Riau,” katanya merendah, yang disambut senyum hangat para tokoh adat.
Tak hanya berbicara soal gagasan hukum dan negara, Prof. Jimly menyinggung persoalan konkret di lapangan. Salah satunya, keluhan para dokter di Riau yang rentan dipidana dalam konflik dengan rumah sakit atau pasien. Ia diminta menjadi mediator dalam persoalan ini.
Namun sorotan utamanya adalah pentingnya mengangkat kembali peran adat dan budaya dalam pembangunan. Menurutnya, negara wajib menghormati adat selagi tidak bertentangan dengan konstitusi. Ia menyesalkan rencana Undang-Undang Kesatuan Masyarakat Hukum Adat yang sempat dibuat di era Presiden SBY, namun tertunda karena dinamika politik.
Kini, ia menyebutkan ada kabar bahwa pembahasan RUU tersebut kembali hidup. Jika disahkan, daerah seperti Riau bisa membuat peraturan daerah turunan yang mengatur adat sesuai dengan kebutuhan lokal.
“Riau sangat pantas memiliki kekhususan di bidang adat dan budaya. Seperti DKI Jakarta di bidang ekonomi, Yogyakarta dengan keistimewaan kerajaan, dan Aceh di bidang hukum syariah. Riau perlu menonjolkan istimewanya di bidang kebudayaan dan adat,” tegas Prof. Jimly.
Ketua Umum MKA, Datuk Seri Marjohan Yusuf, mengapresiasi tinggi kehadiran Prof. Jimly. Ia menyebut pertemuan ini penuh pencerahan, terutama terkait arah perjuangan masyarakat adat ke depan.
“Pencerahan beliau membuka wawasan kami. Semangat untuk mewujudkan Daerah Istimewa Riau menjadi lebih bergelora,” ujarnya.
Pertemuan ini bukan hanya soal bertukar pikiran. Ia menjadi titik temu antara tradisi dan modernitas, antara hukum adat dan hukum negara, antara harapan masa lalu dan cita-cita masa depan Riau sebagai negeri yang memuliakan adat dan budaya sebagai poros pembangunan.***