HAM di Kawasan Asia Tenggara

 Oleh
Hasrul Sani Siregar, MA
Alumni Ekonomi-Politik Internasional IKMAS, UKM, Selangor Malaysia

TANGGAL 10 Desember setiap tahunnya diperingati sebagai hari Hak Asasi Manusia (Human Rights) di seluruh dunia. Pada tanggal 10 Desember 1948 dalam Resolusi Majelis Umum PBB, pernyataan umum tentang Hak Asasi Manusia telah disetujui. Pernyataan umum tentang Hak Asasi Manusia sebagai suatu dasar pelaksanaan umum bagi semua bangsa dan semua negara, dengan tujuan agar setiap orang dan setiap badan dalam masyarakat menjunjung tinggi penghargaan terhadap hak-hak dan kebebasan. Hak asasi manusia dapat diartikan sebagai hak dan kebebasan dasar yang dimiliki setiap orang di dunia, sejak lahir dan meninggal. Hak asasi manusia merupakan hak yang melekat pada manusia, tidak diberikan oleh negara dan berlaku tanpa memandang perbedaan.

Menurut Piagam PBB (United Nations), Hak Asasi Manusia bertujuan meningkatkan perdamaian Internasional. Dalam pasal 55 Piagam PBB tentang Hak Asasi Manusia, menyatakan bahwa Hak Asasi Manusia menciptakan kondisi-kondisi untuk stabilitas dan kesejahteraan bagi perdamaian dan hubungan persahabatan diantara bangsa-bangsa yang berdasarkan atas asas persamaan dan penentuan nasib sendiri. Hak Asasi Manusia adalah perlu sebagai alat bagi masyarakat dunia yang damai. Oleh yang demikian, Hak Asasi Manusia seyogyanya berlaku bagi semua bangsa tanpa kecuali seperti halnya hak untuk hidup dan kebebasan dari penyiksaan dan penganiayaan. Hak Asasi Manusia merupakan suatu alat bagi tujuan martabat manusia.

Tulisan ini hadir dalam rangka memperingati hari Hak Asasi Manusia se dunia. Kondisi HAM di beberapa negara ASEAN masih sangat memprihatinkan dan menjadi sorotan dunia internasional. Berbagai konflik bersenjata dan tragedi kemanusian masih terjadi khususnya di negara ASEAN yang juga indonesia memiliki kontribusi sebagai anggota dewan HAM PBB untuk kawasan Asia Pasifik. Indonesia untuk keenam kalinya terpilih menjadi anggota Dewan HAM PBB. Indonesia memperoleh suara terbanyak yakni 186 suara dari total suara 192. Bersama Jepang, China, dan Kuawait, Indonesia menjadi anggota Dewan HAM PBB dari kelompok Asia Pasifik periode 2024-2026. Meningkatkan kapasitas global dalam perlindungan HAM, meningkatkan intensitas dialog HAM di tingkat global dan regional serta memperkuat kembali implementasi nilai-nilai universal HAM merupakan prioritas yang dilakukan oleh Indonesia sebagai anggota Dewan HAM PBB untuk wilayah Asia Pasifik.

Kondisi dan keadaan Hak Asasi Manusia (HAM) di negara-negara ASEAN masih lagi mendapat sorotan tajam oleh dunia internasional terutama Uni Eropa dan Amerika Serikat. Baru-baru ini, komunitas Uni Eropa dan Amerika Serikat menyorot kondisi Hak Asasi Manusia di negara-negara ASEAN khususnya di Myanmar. Komunitas Uni Eropa dan Amerika Serikat memberi lapor merah kepada Myanmar dalam hal penyelesaian isu Hak Asasi Manusia (HAM). Myanmar yang menjadi bagian dalam komunitas negara-negara anggota ASEAN menjadi perhatian oleh dunia internasional khususnya komunitas Uni Eropa dan Amerika Serikat.

Myanmar masih menjadi sorotan di negara-negara ASEAN dan dunia internasional terhadap penegakan HAM. Rezim militer Myanmar masih terus menindas pihak oposisi dan kelompok minoritas yang menentang pemerintahan pusat. Masalah Myanmar bukan saja dalam hal transisi demokrasi dan penegakan Hak Asasi Manusia (HAM), juga menyangkut masalah rekonsiliasi diantara bangsa-bangsa Myanmar sendiri. Etnis-etnis yang ada di Myanmar selama ini menuntut pemisahan diri dan ingin merdeka. Etnis Karen selama ini telah berjuang untuk dapat memisahkan diri dari pengawasan pemerintahan pusat. Rekonsiliasi nasional di Myanmar masih belum berjalan dengan baik, sebab etnis-etnis yang ada di Myanmar seperti etnis Karen, Rohingya, Shan, Mon dan Kachen tetap menginginkan kemerdekaan terlepas dari kekuasaan pemerintah pusat. Dominasi etnis Burma yang menguasai pemerintahan di Ibu Kota Yangon telah menimbulkan disharmonisasi hubungan diantara etnis-etnis yang ada di Myanmar umumnya.

Pada tahun 2019 Pengadilan Kriminal Internasional (International Criminal Court) yang berkedudukan di Den Haag, Belanda telah membuka penyelidikan atas dugaan kejahatan terhadap etnis Rohingya di negara bagian Rakhine yang berlangsung pada tahun 2016 dan tahun 2017 yang menyebabkan pengungsi etnis Rohingya secara besar besaran dan meninggalkan negara tersebut menuju negara tetangga terdekat yaitu di Cox’s Bazaar, Bangladesh, India hingga negara-negara di Asia Tenggara seperti Malaysia, Thailand dan juga Indonesia.

Baru baru ini pengadilan kriminal internasional (International Criminal Court) telah memasukkan Jenderal Min Aung Hlaing pemimpin Junta Militer Myanmar dan meminta hakim ICC untuk mengeluarkan surat perintah penangkapan atas kejahatan kemanusiaan terhadap etnis Rohingya di negara bagian Rakhine. Jenderal Min Aung Hlaing yang juga menjabat sebagai Penjabat Presiden Myanmar telah melakukan kejahatan dan bertanggung jawab atas kejahatan kemanusiaan terhadap etnis Rohingya khususnya di negara bagian Rakhine, Myanmar.***

gambar