JAKARTA – Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie mengungkapkan, sedikitnya ada 9 isu dugaan pelanggaran etik yang sedang ditangani oleh MKMK. Jimly mengatakan, isu pelanggaran etik pertama yang sedang ditangani adalah soal Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman yang tidak mengundurkan diri dalam menangani uji materi terkait syarat usia calon presiden dan wakil presiden.
Padahal, pemohon uji materi itu secara jelas mengaku sebagai pengagum Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Joko Widodo yang juga keponakan Anwar Usman.
“Utamanya itu soal hakim tidak mengundurkan diri padahal dalam perkara yang dia punya kepentingan, perkara yang dia punya hubungan keluarga,” kata Jimly dalam sidang pemeriksaan pelapor di Gedung MK, dilansir kompas.com, Rabu (1/11/2023).
Isu kedua, dugaan pelanggaran etik mengenai hakim yang membicarakan substansi berkaitan dengan materi perkara yang sedang diperiksa di muka publiik.
Ketiga, terkait hakim menyampaikan dissenting opinion yang tidak mengenai substansi, tetapi malah mengungkap masalah yang terjadi di internal MK saat hendak pengambilan keputusan.
“Jadi dissenting opinion itu bukan perbedaan pendapat tentang substansi, tapi di dalamnya ada juga ada keluh kesah yang menggambarkan ada masalah dalam mekanisme pengambilan keputusan, padahal itu masalah internal,” kata Jimly.
Isu keempat masih serupa dengan isu di atas, yakni hakim yang berbicara soal masalah di internal MK di muka publik sehingga dianggap menimbulkan ketidakpercayaan.
Isu kelima adalah pelanggaran prosedur, registrasi, dan persidangan yang diduga atas perintah ketua MK atau hakim MK.
“Ini (permohonan uji materi) sudah ditarik, dicabut, didaftarin lagi hari Sabtu atau ya pokoknya itu kita periksa. Makanya kami nanti sesudah semua hakim kuta panggil, panitera juga akan kita panggil,” kata dia.
Menurut Jimly, pelanggaran pada proses registrasi itu seharusnya tidak boleh terjadi karena bakal berimbas ke masalah etika, profesionalisme dan mempengaruhi putusan.
Jimly melanjutkan, ada juga aduan mengenai pembentukan MKMK yang dianggap lama, padahal merupakan amanat dari revisi Undang-Undang MK pada tahun 2020 untuk menggantikan Dewan Etik MK.
Persoalan ketujuh, kata Jimly, terkait mekanisme pengambilan keputusan yang dianggap kacau. Adapun isu kedelapan adalah terkait MK yang dianggap dijadikan alat politik praktis. “Memberi kesempatan kekuatan dari luar mengintervensi ke dalam dengan ada kesengajaan, itu ada juga yang mempersoalkan kayak gitu,” ujar Jimly.
Isu terakhir yang dipersoalkan adalah mengenai kebocoran masalah internal di MK yang akhirnya dimuat di sejumlah media massa. “Artinya ada masalah serius di dalam. Ya kan enggak boleh, yang rahasia kok ketahuan kaya CCTV.
Ini kayak Pak Petrus ini punya CCTV nonton bagaimana berdebatnya hakim,” kata dia. Jimly menyatakan, MKMK akan menuntaskan pemeriksaan terhadap laporan-laporan yang masuk dengan memberi kesempatan bagi semua pelapor untuk menyampaikan aduannya.
“Siapa tahu ada lagi nih selain sembilan isu ini tadi,” ujar mantan ketua MK tersebut.
Dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi ini mengemuka setelah MK yang diketuai ipar Presiden Joko Widodo, Anwar Usman, mengabulkan gugatan terkait syarat usia calon presiden dan wakil presiden pada Senin (16/10/2023) lewat putusan yang kontroversial.
Dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, MK merumuskan sendiri norma bahwa seorang pejabat yang terpilih melalui pemilu dapat mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres walaupun tak memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun.
Putusan ini pun menjadi tiket untuk putra sulung Jokowi yang juga keponakan Anwar, Gibran Rakabuming Raka melaju pada Pilpres 2024 dalam usia 36 tahun berbekal status Wali Kota Solo yang baru disandangnya tiga tahun.
Tak lama setelah putusan itu, Gibran secara aklamasi disepakati Koalisi Indonesia Maju (KIM) maju sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto. Prabowo-Gibran pun telah mendaftar sebagai bakal capres-cawapres ke KPU RI, Rabu (25/10/2023).
Anwar membantah dirinya terlibat konflik kepentingan dalam memutus perkara ini meski pendapat berbeda (dissenting opinion) hakim konstitusi yang tak setuju putusan itu mengungkap bagaimana keterlibatan Anwar mengubah sikap MK dalam waktu pendek.***