PEKANBARU, AmiraRiau.com- Memasuki hari ke-19 aksi di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Jakarta, kondisi kesehatan masyarakat Riau dan Jambi yang sebelumnya sakit dan dirawat di rumah sakit, berangsur pulih meskipun harus menjalani rawat jalan.
Hal itu disampaikan Adv Asbullah, SH, Bidang Advokasi Komite Pejuang Pertanian Rakyat (KPPR) via telepon, Jumat (20/12/2024) pagi.
Baca Juga:
Warga Riau dan Jambi yang Sakit di Jakarta Bertambah, 4 Dikabarkan Parah, 1 Sudah Dirawat di RS
“Sejauh ini masyarakat masih bertahan di halaman KLHK dengan memasang tenda. Kita berharap dalam beberapa hari ke depan sudah ada solusi terbaik untuk penyelesaian tuntutan masyarakat Riau dan Jambi ini,” ujarnya.
Baca Juga:
Belum Ada Penyelesaian, Masyarakat Riau dan Jambi yang Jalan Kaki ke Jakarta akan Bertahan di KLHK
Dikatakan, KPPR sebagai pendamping bersama masyarakat yang melakukan aksi, sudah beberapa kali melakukan pertemuan dengan beberapa Dirjen di KLHK.
Untuk sementara, KLHK tetap menawarkan solusi pengelolaan kawasan pertanian masyarakat dengan pola perhutanan sosial atau sistem pengelolaan hutan yang dilakukan oleh masyarakat setempat di kawasan hutan negara, hutan hak atau hutan adat.
Baca Juga:
Tak Hanya Banyak yang Sakit, Masyarakat Riau yang Bertahan di KLHK Jakarta Sudah Kehabisan Logistik
Sementara KPPR bersama masyarakat menuntut dengan sistem Tanah Objek Reforma Agraria atau TORA, yaitu tanah yang dikuasai negara atau dimiliki masyarakat untuk dilegalisasi atau diredistribusi. TORA mencakup tanah dari kawasan hutan, non-kawasan hutan, dan hasil penyelesaian konflik agraria.
“Melihat perkembangan hingga hari ke-19 aksi ini, masyarakat berharap bisa melakukan pertemuan dengan Menteri Kehutanan atau Sekretaris Jenderal KLHK dengan harapan segera menemui titik temu,” tutur Asbullah.
Baca Juga:
Memprihatinkan, Puluhan Masyarakat Riau yang Bertahan di Halaman KLHK Jakarta Jatuh Sakit
Sebelumnya, sebanyak 500 petani dari Riau dan Jambi memilih berkemah di depan Gedung KLHK setelah menempuh perjalanan panjang dengan aksi jalan kaki.
Mereka tiba di Jakarta pada Kamis (12/12/2024) setelah 11 hari berjalan kaki dengan menempuh jarak sekitar 1.200 Km dari Riau, guna mendesak pemerintah segera menyelesaikan konflik agraria yang telah berlangsung selama puluhan tahun.
“Kami akan berkemah dan bertahan di sini, sampai kami mendapatkan kembali hak kami. Tanah adalah sumber kehidupan kami, dan kami meminta pemerintah mengembalikannya kepada yang berhak,” tegas Ketua Umum Komite Pejuang Pertanian Rakyat (KPPR), Muhammad Riduan di depan kantor KLHK.
Konflik agraria ini melibatkan ribuan hektare tanah yang berpindah ke perusahaan besar. Di Kabupaten Kampar, Riau, tanah seluas 2.500 hektare yang semula dicadangkan untuk masyarakat kini dikuasai pihak tertentu. Kondisi serupa terjadi di Kabupaten Indragiri Hulu, di mana masyarakat digusur akibat tumpang tindih kepemilikan tanah.***