Akhirnya Gencatan senjata di Myanmar

Akhirnya Gencatan senjata di Myanmar

Oleh Hasrul Sani Siregar, MA Alumni Hubungan Antarabangsa IKMAS, UKM, Selangor Malaysia

Gempa bumi dahsyat yang mengguncang Myanmar yang berkekuatan magnitudo 7,7, memaksa junta militer Myanmar bersedia melakukan gencatan senjata sementara dengan kelompok pemberontakan Myanmar yang telah lama berjuang untuk memisahkan diri dari kekuasaan pemerintah pusat Myanmar. Gencatan senjata ini merupakan keputusan yang diambil oleh junta militer Myanmar seiring meningkatnya jumlah korban gempa bumi yang terjadi. Gencatan senjata yang diambil oleh junta militer Myanmar yang sebelumnya menolak ajakan dari pihak kelompok pemberontakan Myanmar untuk melakukan gencatan senjata seiring terjadinya gempa bumi di negara tersebut.

Sebelumnya junta militer Myanmar menolak dan akhirnya jilat ludah sendiri dan setuju untuk melakukan gencatan senjata. Tekanan dari sekutu dekatnya yaitu China membuat junta militer Myanmar menerima gencatan senjata dengan kelompok pemberontakan di sebagian wilayah Myanmar. Gencatan senjata sementara yang disepakati dengan pihak pemberontak tersebut mulai berlaku pada 2 April hingga 22 April yang memungkinkan upaya penyelamatan korban gempa bumi yang terjadi pada 28 April yang lalu.

Gencatan senjata yang disepakati juga sebagai upaya penyelesaian konflik bersenjata yang telah banyak menimbulkan korban jiwa di kedua belah pihak. Konflik semakin meningkat ketika junta militer Myanmar menggulingkan pemerintahan sipil pada 1 Februari 2021 yang semenjak itu konflik semakain meningkat yang tidak hanya dilakukan oleh kelompok pemberontak dari berbagai etnis yang ada di Myanmar, juga melibatkan para demontran sipil yang menentang Junta Militer terhadap pemerintahan sipil.

Kelompok-kelompok tersebut merupakan kelompok monoritas yang sering ditindas oleh rezim militer Myanmar yang merupakan mayoritas dari kelompok Burman (Burma). Dari kelompok pemberontak Karen dan juga yang lainnya terus melakukan perlawanan diperbatasan Thailand-Laos-Myanmar. Kelompok kelompok tersebut terus memerangi rezim junta militer Myanmar. Telah banyak korban berjatuhan di kedua belah pihak baik dari etnis minoritas dan juga dari kalangan junta militer Myanmar. Sejak 10 tahun terakhir konflik bersenjata antara Junta Militer yang berkuasa sekarang dengan pihak pemberontak dari etnis minoritas tidak pernah terhenti.

Boleh dikatakan bahwa, sejarah Burma (Myanmar) berawal dari kedatangan orang-orang Mon di Asia Tengah. Mereka mendiami wilayah bagoan Thailand sepanjang Tenasserim dan Delta Irrawady. Pengaruh yang paling besar adalah agama. Dari India datang hindusime dan Buddhisme. Keduanya membekas dalam peradaban etnis Mon. Gelombang kedua pendatang di Myanmar setelah orang Mon adalah orang Tibeto-Myanmar dari utara. Orang Myanmar yang merupakan etnis terbesar di Myanmar yakin bahwa nenek moyang mereka oalah orang Pyu, Kanyan dan Thek.

Di Myanmar tengah telah ditemui daerah kota purba orang Pyu. Situs kota-kota Pyu telah digali di Halim dan Thavekhitlaya. Sudah jelas bahwa orang Pyu adalah keturunan orang Myanmar Tibet di Mongolia, mereka sama dengan kebudayaan India. Hal ini pula disebabkan karena kedatangan orang India dari barat dan berhasil memguasai orang Pyu. Oleh karena ini pula, menurut sejarah Myanmar, raja-raja Myanmar yang paling awal berdarah pangeran India.

Orang atau dari etnis Shan yang terbesar mendiami di wilayah negara bagian Shan (Shan State) merupakan kelompok etnis terbesar ketiga dan termasuk kelompok orang Thai yang paling banyak tersebar di Indo-China. Orang Shan pertama kali disebutkan dalam prasasti baru Myanmar pada abad ke-12. Dalam abad ke-13 datanglah gelombang baru pelarian orang Thai karena orang Mongol makin memperluas wilayahnya. Mereka kemudian bermukim di daratan tinggi timur wilayah Myanmar dan daerah yang sekarang di sebut Thailand.

Setelah gempa bumi dahsyat tepatnya 3 jam setelahnya, junta militer Myanmar menyerang kelompok pemberontakan khususnya dari etnis Shan di negara bagian Shan (Shan State) yang tidak begitu jauh dari terjadinya gempa bumi khususnya di Mandalay kota kedua terbesar di Myanmar Tidak hanya dari kelompok pemberontak dari etnis Shan saja, kelompok pemperontak dari etnis lainnya seperti dari etnis minoritas Karen, Arakan, Kachin, Mon, Naga, Wo dan Mon juga melakukan perlawanan terhadap rezim junta militer Myanmar sejak tahun 2010. Pertanyaannya adalah apakah gencatan senjata tersebut akan menghasilkan perdamaian di Myanmar atau sebaliknya konflik bersenjata terus terjadi walaupun gempa bumi yang begitu dahsyat melanda negara tersebut?***

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index