Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Meningkat Selama Pandemik

Rabu, 05 Agustus 2020 | 20:11:52 WIB

JAKARTA (AmiraRiau.com) - Pandemik virus corona atau COVID-19 meningkatkan risiko kekerasan terhadap perempuan dan anak. Komisioner Komnas Perempuan, Andi Yentriani mengungkapkan, pihaknya telah memprediksi peningkatan kasus kekerasan pada masa pandemik ini.

"Mempelajari tren global maka kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) akan berkembang, moda pembatasan sosial berskala besar (PSBB) memindahkan orang ke media daring maka terjadi kekerasan berbasis online, dan terjadi pelambanan ekonomi, pada proses ini maka kekerasan terhadap perempuan cenderung meningkat," katanya dalam Webinar Membingkai Pemberitaan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Era Pandemik COVID-19, yang digelar Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Rabu (5/8/2020).

Andy mengungkapkan, hasil survei yang dilakukan oleh Komnas Perempuan terkait kondisi perempuan dalam rumah tangga saat pandemik virus corona ini, sebanyak 68 persen responden mengaku beban pekerjaan rumah tangga semakin banyak. Selain itu, perempuan juga mengerjakan pekerjaan rumah tangga empat kali lipat dibandingkan laki-laki dengan durasi lebih dari 3 jam.

“Perempuan menghadapi beban lebih besar termasuk mengampu pendidikan anak di dalam rumah,” kata Andy.

Kondisi ekonomi juga mempengaruhi potensi KDRT. Andy membeberkan dari survei tersebut juga diketahui bahwa 85 persen kekerasan dialami oleh perempuan berpenghasilan kurang dari Rp5 juta sejak masa pandemik COVID-19.

Selain itu, 87,5 persen responden lebih banyak mengalami kekerasan berasal dari keluarga yang pengeluarannya bertambah selama masa pandemik. Perempuan rentan mengalami kekerasan psikologis maupun ekonomi, termasuk anak perempuan.

"Ketika mereka mengalami kekerasan tidak banyak korban yang akan melaporkan secara formal," ujar Andy.

Sebanyak 80,3 persen perempuan yang mengalami kekerasan tidak melaporkan kejadian yang dialaminya. Bahkan 77,5 persen dari yang tidak melaporkan itu berpendidikan sarjana dan pascasarjana. Sementara sisanya tidak melaporkan karena tidak tahu akan lapor kemana atau tak memiliki nomor kontak layanan pengaduan, juga masalah penguasaan teknologi, serta tak punya kuota.

Kejadian kekerasan yang dilaporkan ke Komnas Perempuan dari Januari sampai Mei 2020 sebanyak 930 kasus, terutama kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan rumah tangga dan ranah komunitas.

"Ada lonjakan kekerasan seksual berbasis online yang dilakukan mantan pacar, pacar, bahkan orang yang tidak dikenal," beber Andy.

Media dalam membingkai pemberitaan kekerasan terhadap perempuan menurut Andy perlu lebih peka gender agar tak membuka ruang diskriminasi bagi perempuan. "Ketika jurnalis melakukan peliputan sangat penting untuk melihat pembedaan dalam masyarakat menimbulkan relasi yang timpang," katanya.

Ia menyarankan dalam menyajikan berita kekerasan terhadap perempuan media mesti memperhatikan Kode Etik Jurnalistik serta undang-undang yang berlaku selain itu juga melihat kebutuhan dan kerentanan khas perempuan.

"Jika mau mengintegrasikan kita perlu melihat bukan saja kebutuhan khusus dan kerentanan khas tetapi juga penyikapan praktis dan strategis pada kebutuhan khusus dan kerentanan khas dan memastikan penguatan peran perempuan," ujar Andy.***/rls

Terkini