KODAM Benteng Tujuh Lapis

Senin, 08 September 2025 | 09:31:05 WIB

Oleh Chaidir

SALAH satu dari enam Komando Daerah Militer baru yang resmi dibentuk pada 10 Agustus 2025 lalu, diberi nama Komando Daerah Militer XIX Tuanku Tambusai. Tuanku Tambusai adalah Pahlawan Nasional yang melegenda, dan namanya tak terpisahkan dengan Benteng Tujuh Lapis di Kabupaten Rokan Hulu, sebagai benteng terakhir perjuangan Tuanku Tambusai dalam Perang Padri melawan penjajah Belanda.

Dalam memori kolektif masyarakat Tambusai, nama Tuanku Tambusai tak terpisahkan dari Benteng Tujuh Lapis, ibarat dua sisi sebuah mata uang koin, Tuanku Tambusai dan Benteng Tujuh Lapis hanya bisa dibedakan tapi tak bisa dipisahkan. Masyarakat Rokan Hulu khususnya masyarakat Tambusai di sekitar Benteng Tujuh Lapis pasti sangat bangga dengan terbentuknya KODAM XIX Tuanku Tambusai. Pemuka masyarakat Rokan Hulu tentu sudah menyiapkan acara adat “Upah-Upah” dan potong kerbau tradisi masyarakat Tambusai untuk menyambut Pangdam Mayjen TNI Agus Hadi Waluyo di Benteng Tujuh Lapis.

Pembentukan tambahan enam KODAM baru ini (sekarang Indonesia memiliki 21 KODAM termasuk KODAM XIX Tuanku Tambusai), dimaksudkan untuk memperkuat sistem pertahanan teritorial, tentu kita bisa baca melalui berbagai media konvensional atau internet. Secara umum misalnya kita pahami, bila kesatuan kepolisian (POLRI) bertugas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, maka kesatuan tentara (TNI) bertugas menjaga keutuhan NKRI dari Ancaman, Tantangan, Hambatan dan Gangguan yang di internal TNI dikenal dengan singkatan ATHG. 

TNI menjamin NKRI yang berlandaskan ideologi Pancasila dan berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia 1945 tak boleh terusik sejengkal tanah pun atau dirongrong oleh ideologi asing. Sedikit saja ada indikasi dini ATHG, tentara kebanggaan kita itu akan keluar dari barak seperti lebah keluar dari sarangnya menyerang tanpa ampun predator yang mengganggu. Dalam dinamika perubahan global sekarang, ATHG yang kita hadapi sekarang, berbeda dengan ATHG zaman dulu yang hanya fokus pada perang bersenjata konvensional, lawannya jelas (militer negara lain atau pemberontak bersenjata). 

ATHG sekarang beda, Tuan. ATHG “zaman now” mencakup ancaman militer, non-militer, terorisme dan perang siber. ATHG-nya multidimensi; yang terlihat kasat-mata banyak, yang tak terlihat lebih banyak lagi. Dalam sudut pandang dunia bisnis misalnya, sebagai tolok-ukur, tak ada perang adu senjata, tak ada kontak fisik, tak ada korban jiwa walaupun hanya sekedar tergores luka, tapi tiba-tiba saja tanpa mereka sadari, ada kerajaan bisnis yang tumbang jadi pecundang ada yang tampil sebagai pemenang. Rumusnya, bila ada sebuah korporasi bisnis tidak mengantisipasi dan mengidentifikasi dengan cermat ancaman eksternal dan tuntutan internal, mereka pasti terkena “disruption”, tiba-tiba saja dikalahkan oleh musuh-musuh yang tak terlihat seperti yang dialami Nokia. Dalam pidato terakhir yang disampaikan oleh CEO Nokia Stephen Elop, dia mengatakan, “kami tidak melakukan kesalahan apapun, tapi entah bagaimana kami kalah (gagal)”. We didn’t do anything wrong, but somehow, we lost.”

NKRI tentu tak sebandingkan dengan Nokia, tapi pola tantangan eksternal dan tuntutan internal hampir sama. Dalam semangat beradaptasi terhadap tantangan dan tuntutan kebutuhan, terbentuklah Undang-Undang TNI terbaru (UU No. 3 Tahun 2025) yang diundangkan pada 26 Maret 2025, dan merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia; tugas pokok TNI diperluas dengan penambahan dua tugas baru, yaitu membantu menanggulangi ancaman siber dan melindungi serta menyelamatkan Warga Negara Indonesia serta kepentingan nasional di luar negeri. Dua bentuk Operasi Militer Selain Perang (OMSP) ini belum dianggap masalah serius ketika UU Nomor 34 Tahun 2004 diundangkan, dua puluh tahun lalu. Biarlah ini menjadi urusan dan kewenangan TNI.  

Kita kembali saja ke laptop, yang sangat menarik adalah keberhasilan Benteng Tujuh Lapis mencuri perhatian di tengah urusan strategis TNI itu. Benteng Tujuh Lapis siap-siaplah mendunia. Setelah Pacu Jalur Kuantan Singingi mendunia, kini Benteng Tujuh Lapis, Tambusai, Rokan Hulu, bersiap-siap lepas landas terbang ke angkasa dunia. Mana mungkin. Bukankah di Benteng Tujuh Lapis tidak ada Togak Luan Penari Jalur Rayyan Arkhan Dhika (usia 11 tahun) sang fenomenal, dan tak ada Melly Mike penyanyi rapper kondang dunia yang kini menjadi Duta Pacu Jalur Dunia?

Benteng Tujuh Lapis adalah basis pertahanan penting yang dibangun Tuanku Tambusai dan masyarakat Dalu-Dalu pada tahun 1835 (sekarang tepatnya berada di Desa Dalu-Dalu, Kecamatan Tambusai, Rokan Hulu, Riau). Benteng ini merupakan kubu pertahanan terakhir heroik dan legendaris Tuanku Tambusai dan masyarakat Dalu-Dalu melawan penjajah Belanda. 

Benteng ini memiliki tujuh lapis dinding tanahnya yang kokoh, parit dalam, dan diperkuat dengan aur berduri. Benteng Tujuh Lapis kini menjadi Cagar Budaya Nasional dan objek wisata sejarah. Kita buat simulasi Perang Padri antara anak-anak Belanda yang bersenjata lengkap melawan anak-anak BentengTujuh Lapis bersenjata bambu runcing. Donasi? Sinergi dan kolaborasi bisa dicoba dengan Belanda dan juga dengan Negara Bagian Negeri Sembilan Malaysia, karena di Seremban Negeri Sembilan inilah Tuanku Tambusai dimakamkan. 

Benteng Tujuh Lapis kita bangun atraktif. KODAM XIX Tuanku Tambusai alias Benteng Tujuh Lapis pasti dekat di hati rakyat. Siapa tahu mega bintang sepakbola dunia dari belanda Patrick Kluivert dan kawan-kawan yang masih sehat, dan bintang-bintang muda yang sedang ngetop sekarang, seperti Virgil van Dijk (bek tangguh Liverpool), Frenkie de Jong (gelandang Barcelona), dan Denzel Dumfries (bek sayap yang punya peran penting bagi tim nasional Belanda), dengan senang hati melakukan pertandingan sepakbola eksibisi di Tambusai. Urusan viral, urusan netizen Indonesia.***

(Dr. drh. H. Chaidir, MM: Penulis; Ketua Umum Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau – FKPMR; Ketua DPRD Provinsi Riau dua periode 1999-2004 dan 2004-2008)

Halaman :

Tags

Terkini