Oleh Hasrul Sani Siregar, MA
DALAM beberapa tahun sebelumnya, masalah sengketa perbatasan antara Indonesia dan Malaysia masih dalam pembicaraan dan perundingan oleh ke dua negara yaitu Pulau Ambalat dan Ambalat Timur. Sengketa wilayah di daerah perbatasan tersebut berada di wilayah pulau Kalimantan. Malaysia menyebutnya Borneo. Puncak dari sengketa perbatasan antara Indonesia dan Malaysia adalah sengketa pulau Sipadan-Ligitan yang telah diputuskan oleh Mahkamah Internasional. Malaysia akhirnya memiliki kedua pulau tersebut.
Pasangt surut hubungan Indonesia dan Malaysia tidak dapat dilepaskan dari perbedaan sudut pandang dan kepemilikan data diantara kedua negara. Dalam hal sengketa wilayah dan kepemilikan pulau Sipadan-Ligitan di Pulau Borneo (Kalimantan), kedua negara tidak dapat menyelesaikannya melalui meja perundingan bilateral. Atas kesepakatan bersama, kedua negara bersepakat membawa masalah Sipadan-Ligitan melalui meja Mahkamah Internasional. Sebagaimana diketahui, Mahkamah Internasional memenangkan Malaysia atas kepemilikan pulau Sipadan-Ligitan. Pertimbangan ekosistem dan lingkungan yang dilakukan Malaysia di Pulau Sipadan-Ligitan menjadi salah satu pertimbangan hakim Mahkamah Internasional yang memenangkan Malaysia atas kedua pulau tersebut. Penyelesaian di Mahkamah Internasional sudah menjadi kesepakatan oleh kedua belah pihak. Oleh kedua negara telah menerima hasil dari Mahkamah Internasional tersebut. Indonesia menghormati keputusan yang telah diambil oleh Mahkamah Internasional yang menjadi salah satu organisasi dalam Perserikatan bangsa-bangsa (PBB).
- Baca Juga Membuka Kembali Pemekaran Daerah
Hubungan antara Indonesia dan Malaysia terus mengalami pasang surut, namun demikian hubungan negara serumpun tersebut dapat diselesaikan dengan mengedepankan hubungan yang saling menghormati atas kedaulatan masing-masing negara. Dalam masalah nelayan Malaysia yang memasuki wilayah kedaulatan Indonesia, pemerintah Malaysia meminta nelayannya untuk tidak menangkap ikan di perairan Indonesia secara illegal dan begitu juga sebaliknya. Peningkatan infrastruktur di wilayah perbatasan dan kepulauan menjadi hal yang utama. Wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar Indonesia tentunya menjadi wilayah terdepan yang mana Indonesia sudah diakui oleh dunia internasional sebagai Negara Kepulauan (Archipelagic State). Sebagai negara Kepulauan yang memiliki wilayah yang cukup luas dan berpotensi menjadi sengketa dengan negara-negara lainnya, Indonesia perlu memperkuat infrastruktur dan segala potensi yang ada didalamnya untuk mendukung hal tersebut Kalau itu tidak dikelola secara baik dan profesional, akan berdampak kepada hilangnya pulau-pulau yang lainnya
Perdana Menteri Malaysia, Datuk Seri Anwar Ibrahim telah beberapa kali telah membicarakannya dengan Presiden Prabowo Subianto unuk terus merundingkan di Pulau Ambalat. Dan terakhir pembicaraan akan dilakukan kerjasama bersama kedua Negara untuk memanfaatkan kekayaan yang ada di pulau tersebut hingga perundingan perbatasan selesai. melalui perundingan bilateral yang saling menguntungkan dan terus melakukan dialog. Hingga berakhirnya Keketuaan ASEAN tahun 2025, Malaysia terus melakukan dialog dan menjembatani persoalan sengketa di beberapa negara ASEAN seperti dengan Indonesia, Thailand dan Kamboja dan juga melakukan negosiasi dengan Junta Militer dan Oposisi Myanmar dan terakhir meyakinkan Timor Leste menjadi anggota ASEAN ke-11 (ASEAN + 1).
Malaysia berhasil melakukan tugasnya sebagai Ketua ASEAN 2025. Dan tahun seterusnya akan dilanjutkan oleh Filipina sebagai Ketua ASEAN 2026. Jika menurut jadwal, Myanmar seharusnya memegang keketuaan ASEAN tahun 2026. Karena factor keamanan dan belum siapnya Myanmar, maka digantikan oleh Filipina. Consensus ini dicapai dalam konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-43 ASEAN di Jakarta. Oleh sebab itu, ASEAN terus bergerak sesuai dengan perubahan konstelasi regional dan internasional.***
(Hasrul Sani Siregar, MA. Penulis: Alumni hubungan Antarabangsa IKMAS, UKM, Selangor Malaysia/Widyaiswara di BPSDM Provinsi Riau)