Oleh Chaidir
RAPAT Paripurna Istimewa DPRD Provinsi Riau yang diselenggarakan bersempena peringatan Hari Jadi ke-68 Provinsi Riau tanggal 9 Agustus 2025 beberapa hari lalu, menjadi momentum yang sangat tepat bagi DPRD Provinsi Riau mengartikulasikan aspirasi semangat perjuangan pembentukan Daerah Istimewa Riau (DIR). Dukungan politik DPRD Provinsi Riau membuat perjuangan pembentukan DIR semakin menggema dan menyala.
Pidato Ketua DPRD Riau Kaderismanto yang bersemangat menyebut bahwa DIR tidak hanya tentang status administratif, tetapi tentang cita-cita luhur masyarakat Riau yang ingin negerinya bertamadun, bermartabat, dan menjadi pusat kebudayaan Melayu, telah membangkitkan antusiasme. Ketua DPRD Riau mengingatkan bahwa salah satu fungsi penting lembaga perwakilan rakyat itu adalah menyuarakan sekaligus melegitimasi aspirasi masyarakat yang mereka wakili. Pidato tersebut mengandung pesan tersurat dan tersirat, bahwa DPRD dan masyarakatnya harus seiring sejalan, seayun selangkah.
- Baca Juga Merawat Tuah Menjaga Marwah
Maka tak heran Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian LAMR yang juga Ketua Badan Pekerja Perwujudan Daerah Isitimewa Riau (DIR), Datuk Seri Taufik Ikram Jamil memberikan apresiasi tinggi terhadap pidato Ketua DPRD Riau tersebut (Harian Riau Pos, 10/8/2025). Dia mengaku terkejut dan sekaligus bangga bahwa gagasan DIR digaungkan langsung dalam forum resmi bergengsi Rapat Paripurna Istimewa DPRD Provinsi Riau.
Tak ada yang salah atau melanggar hukum dalam pejuangan mewujudkan Daerah Istimewa Riau. Perjuangan itu masih dalam koridor peraturan perundang-undangan. Kekayaan budaya dan adat Melayu Riau telah tercantum dan diakui secara hukum melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2022 tentang Provinsi Riau. Dalam Pasal 5 undang-undang tersebut dijelaskan bahwa budaya Melayu Riau mencakup keragaman suku, sejarah, bahasa, kesenian, desa adat, serta kearifan lokal yang berakar pada nilai-nilai religius dan pelestarian lingkungan.
Pengajuan pengakuan status Daerah Istimewa Riau, didasarkan pada prinsip bahwa pemberian keistimewaan kepada Riau akan memungkinkan penegakan nilai-nilai kearifan lokal Melayu Riau secara lebih efektif dan berkesinambungan, sekaligus menjamin perlindungan hak-hak budaya masyarakat setempat. Dengan demikian, pengakuan status istimewa bagi Provinsi Riau sejalan dengan cita-cita Pancasila dalam membangun bangsa yang adil dan makmur dalam bingkai NKRI. Masyarakat Riau memiliki kekhasan budaya Melayu yang menjadi identitas utama sekaligus aset sosial yang berharga sebagai salah satu soko guru dalam pilar kebudayaan nasional. Pancasila berfungsi sebagai landasan ideologis dan normatif yang memperkuat legitimasi pengakuan terhadap keunikan tersebut.
Perwujudan DIR dalam dua perspektif. Pertama, dari sisi daerah; kedua dari sudut pandang kepentingan nasional. Dari perspektif daerah, DIR merupakan sarana untuk lebih fokus memperjuangkan percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pendekatan berbasis budaya dan kearifan lokal. Riau memiliki potensi yang luar biasa, baik dalam hal keunikan budaya, maupun dari kekayaan sumber daya alam dan posisi strategis di Selat Melaka.
Terwujudnya DIR akan memberi peluang bagi Riau untuk mengembangkan diri sebagai pusat kebudayaan Melayu dunia, karena dalam hal rumpun budaya Melayu, Riau berada dalam satu irisan dengan budaya Melayu yang ada di Malaysia, Singapura, Brunei dan Thailand. Di samping itu Riau bisa membangun sinergi dan kolaborasi dengan pemerintah pusat dalam pemanfaatan kekayaan sumber daya alam di Riau secara lebih berkeadilan dan terhormat untuk kepentingan masyarakat, tidak lagi saling mengkambinghitamkan. Sinergi dan kolaborasi mencakup misalnya, kewenangan pengelolaan lahan perkebunan illegal, peningkatan Participating Interest (PI) Wilayah Kerja Migas, peningkatan DBH Migas, peningkatan bagian DBH Perkebunan, dan pelibatan BUMD secara lebih signifikan dalam pengelolaan operasional (operator) Wilayah Kerja Migas di Riau.
Bila peningkatan DBH bagian Riau meningkat lebih berkeadilan, maka APBD Riau sebagai instrumen percepatan pembangunan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat Riau akan bisa lebih bermakna. Sekarang, entah dimana letak salahnya, dalam sepuluh tahun terakhir, setiap tahun APBD Riau hanya berkisar sekitar Rp 10 triliun. Sebagai perbandingan, pada tahun 2025 ini Provinsi Kalimantan Timur APBDnya mencapai Rp 21 triliun, sementara Provinsi Riau hanya Rp 9,2 triliun. Bukankah Kaltim dan Riau sama-sama merupakan daerah penghasil migas nasional?
Dalam perspektif kepentingan nasional potensi keunikan Budaya Melayu yang merupakan bagian penting dari budaya Melayu dunia, kekayaan sumber daya alam lahan perkebunan dan pertambangan, empat sungai besar yang membelah Riau (salah satu di antaranya Batang Kuantan telah membuat dunia jatuh hati dengan “aura farming” dan pacu jalurnya), posisi geografis strategis di bibir Selat Melaka dan dinamika percaturan geopolitik dunia di perbatasan, Indonesia pasti diuntungkan bila DIR terwujud dan tampil sebagai gerbang Indonesia yang gilang-gemilang.
Tentu sayang sekali bila potensi Provinsi Riau tersebut dibiarkan tak tersapa. Bila ini terjadi, bila tak terpikirkan untuk memolesnya (padahal itu bukan pekerjaan sulit), maka ibaratnya sama saja Indonesia menyembelih induk ayam bertelur emas. Sinergi dan kolaborasi DIR dengan pemerintah pusat dalam semangat simbiose mutualisme akan membuat induk ayam terus bertelur emas. Bila sinergi dan kolaborasi itu dilandasi dengan semangat kejujuran, kita semua akan memiliki dan bisa menegakkan harga diri.
DPRD Provinsi Riau telah menggemakan semangat pewujudan Daerah Istimewa Riau. Bila dipandang perlu, untuk membangkitkan semangat sinergi dan kolaborasi dengan semua pihak, Riau tentu siap menyelenggarakan Kongres Rakyat Riau Tiga (KRR III). Tujuh samudera terbakar api, Lancang Kuning berlayar jua.***
(Dr. drh. H. Chaidir, MM, Penulis; Ketua Umum Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau – FKPMR; Ketua DPRD Provinsi Riau dua periode 1999-2004 dan 2004-2008)