Oleh: Datuk Heri Ismanto
Ketua Aliansi Masyarakat Adat Melayu Riau (AMA Riau)
Keberadaan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) seharusnya menjadi simbol kehadiran negara dalam menjaga, merawat, dan mewariskan kekayaan alam kepada generasi berikutnya. Namun, pada praktiknya, janji-janji rehabilitasi ekosistem gambut, penegakan hukum terhadap perambah, serta pembangunan berkelanjutan belum menyentuh harapan anak-anak Kampung Melayu.
Negara seringkali hanya menjadi wacana retoris tanpa aksi konkret. Dari sudut pandang ahli hutan, TNTN adalah bentang alam yang rapuh. Data ilmiah menunjukkan kedalaman gambut mencapai tiga meter di beberapa lokasi, sebagai penyimpan karbon strategis dan habitat satwa langka.
Kerusakan lahan akibat pembalakan liar dan konversi lahan menjadi kebun sawit menghancurkan cadangan karbon dan mengancam keanekaragaman hayati. Ahli hutan menegaskan bahwa intervensi skala besar tanpa pendekatan zonasi hidrologi, penyusunan peta restorasi yang berbasis sains, dan minimnya pengawasan lapangan menjadi akar masalah.
Upaya restorasi serampangan tanpa kajian ekologi mendetail hanya menunda pemulihan, sementara komunitas lokal memikul beban polusi udara, penyakit pernapasan, dan bencana kebakaran tahunan. Sementara itu, pendekatan hukum dilihat hanya sebatas retorika.
Sebagai mana Pepatah dan kata-kata dari orang tua terdahulu bagian dari Tunjuk Ajar Melayu;
“Hutan dan Tanah”
Adat hidup memegang amanah
Tahu menjaga hutan dan tanah
Tahu menjaga bukit dan lembah
Tahu menjaga laut dan selat
Tahu menjaga rimba yang lebat
Tahu menjaga tanah wilayat
Tahu menjaga semut dan ulat
Tahu menjaga togok dan belat
Berkebun tidak merusak dusun
Berladang tidak merusak padang
Berkampung tidak merusak gunung.
Harapan Baru dengan Presiden Prabowo
Namun, dengan adanya kebijakan Presiden Prabowo yang telah menunjuk Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH), kami melihat harapan baru untuk mengatasi masalah ini. Satgas PKH diharapkan dapat menjadi solusi efektif dalam menangani perambahan hutan dan kerusakan lingkungan.
Tiga Langkah Strategis
Ketua AMA Riau, Datuk Heri Ismanto, menyerukan tiga langkah strategis:
1. Membentuk gugus tugas independen yang mengintegrasikan data satelit, patroli gabungan, dan audit ekologi untuk memastikan restorasi dilaksanakan sesuai target.
2. Memperkuat rembesan anggaran desa agar komunitas lokal dapat memimpin program konservasi, pendidikan lingkungan, dan alternatif ekonomi hijau secara transparan dan berkelanjutan.
3. Memperbarui kerangka hukum melalui revisi Undang-Undang Lingkungan Hidup, meningkatkan sanksi pidana dan perdata, serta memperjelas tanggung jawab perusahaan swasta dalam mitigasi risiko gambut.
Pelibatan Anak Muda
Gerakan ini juga menuntut keterlibatan aktif anak-anak Kampung/Desa sebagai agen perubahan. Klub alam di sekolah, lokakarya pemula ilmu konservasi, dan beasiswa penelitian ekosistem harus menjadi prioritas. Pelibatan anak muda akan menciptakan kesadaran lingkungan generasi penentu.
Tuntutan kepada Negara
Negara harus mewujudkan komitmen transparansi data, akuntabilitas anggaran, dan tenggat target restorasi 2025–2030 yang jelas. Jika pemerintah enggan bergerak, masyarakat sipil akan melakukan aksi protes terukur, melaporkan setiap pelanggaran ke lembaga hak asasi dan lingkungan internasional, serta memobilisasi dukungan opini publik.
Harapan anak Kampung Melayu bukan sekadar jargon; ini adalah panggilan moral untuk menyelamatkan masa depan bangsa. Dengan dukungan kebijakan Presiden Prabowo, kami berharap dapat melihat perubahan nyata dalam pengelolaan hutan dan lingkungan di Indonesia.***
Pekanbaru, 20 Juni 2025