Oleh Chaidir
JUDUL ini pasti membuat “salfok” siapa saja, terutama pasangan pengantin baru. KISS ME istilah yang sudah mendunia; jadul sebenarnya tapi tak pernah basi. KISS ME kemudian populer di negeri kita, setelah negeri-negeri maju di Barat sana mempraktikannya. KISS ME mudah diucapkan tapi sulit dalam praktiknya. Padahal KISS ME sangat diperlukan untuk menyelesaikan banyak masalah. Dalam praktiknya, KISS ME adakalanya perlu ajakan penuh kelembutan, adakalanya harus setengah paksa.
Baiklah. Sebelum pembaca ‘halu’ terlalu jauh, kita perjelas saja. KISS ME merupakan singkatan istilah dalam manajemen pemerintahan, umum digunakan dalam manajemen operasional. Dalam versi Indonesia, KISS ME adalah akronim atau singkatan dari (K)oordinasi, (I)ntegrasi, (S)inkronisasi, (S)implifikasi, dan (M)ekanisasi; bertujuan menyelaraskan dan menyederhanakan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien dengan pemanfaatan mekanisasi (dalam arti luas).
- Baca Juga Pesan Nenek Papua
Dalam versi Barat, istilah yang sering digunakan adalah “KISS” saja, tanpa “ME”. KISS merupakan akronim “Keep It Simple and Straightforward”; merupakan prinsip perencanaan untuk menciptakan produk atau sistem yang mudah dipahami dan digunakan. Maksudnya kira-kira, langsung saja buat secara sederhana, tak usah banyak cincong. Atau juga sering ditulis dalam versi aslinya di Barat yang lebih populer yakni, “Keep It Simple, Stupid”. Terjemahan gaulnya kira-kira, “hai Bro, tak usah ribet”. Atau seperti Presiden Gus Dur bilang, “gitu aja koq repot”. Jargon “Keep It Simple, Stupid” dicetuskan oleh Angkatan Laut Amerika Serikat pada tahun 1960-an.
Untuk mudahnya, dalam tulisan singkat ini, kita gunakan istilah “KISS” saja, menurut versi kita: (K)oordinasi, (I)ntegrasi, (S)inkronisasi, (S)implifikasi. Dalam kearifan lokal budaya Melayu, koordinasi bermakna gotong royong, memastikan setiap instansi atau lembaga pemerintah bekerja selaras, menghindari duplikasi dan tumpang tindih pekerjaan. Integrasi bermakna musyawarah dan mufakat, menggabungkan berbagai kebijakan dan kegiatan agar sejalan menuju tujuan. Sinkronisasi pula berarti ke bukit sama mendaki ke lurah sama menurun, seayun selangkah seiring sejalan. Simplifikasi dimaksudkan hemat dan cermat, menyederhanakan prosedur dan birokrasi agar pelayanan publik lebih cepat dan efisien; masalah besar dikecilkan masalah kecil dihilangkan.
Secara ringkas prinsip KISS mengajarkan kepada birokrasi kita bahwa kesederhanaan, kejujuran dan kerendahan hati adalah bentuk tertinggi dari efisiensi dan kejelasan dalam tata kelola pemerintahan yang berorientasi pada pelayanan publik, jauh dari arogansi kekuasaan dan segala bentuk politisasi. Dalam perspektif inilah kita meneropong kemeriahan peringatan hari jadi beberapa kabupaten di Riau.
Empat kabupaten dari 12 kabupaten dan kota di Riau (Kabupaten Kuantan Singingi, Pelalawan, Rokan Hulu dan Siak) secara bersamaan memperingati Hari Jadi ke-26 tanggal 12 Oktober 2025 hari Ahad beberapa hari lalu. Menariknya, semua mengusung tema yang intinya tentang persatuan, kesatuan, dan kekompakan untuk meraih tujuan. Semua menyadari, substansi KISS itu merupakan kebutuhan dalam manajemen pemerintahan.
Sejak dulu masyarakat Melayu sebenarnya sudah memiliki kearifan lokal dalam semangat KISS menurut versi manapun. Gotong royong, musyawarah dan mufakat, berat sama dipikul ringan sama dijinjing, ke bukit sama mendaki ke lurah sama menurun, adalah semangat saling isi-mengisi, komplementer dalam KISS.
Dalam era global dengan kompleksitas yang semakin meningkat akibat perubahan cepat yang terjadi dalam berbagai aspek sosial kemasyarakatan, seperti yang kita hadapi sekarang, memang dituntut adanya pergeseran paradigma pembangunan dan kepemimpinan. Misalnya, semangat kompetisi yang berlebihan, hanya akan menghasilkan menang-kalah, pemenang-pecundang, yang menang jadi arang yang kalah jadi abu. Pergeseran inilah yang sekarang sudah dan sedang terjadi dalam paradigma global, paradigma kompetisi bergeser menjadi paradigma sinergi dan kolaborasi; paradigma baru inilah yang memberi garansi akan menghasilkan menang-menang.
Oleh karena itulah, sebenarnya, kampanye kebijakan efisiensi yang gegap gempita seperti sekarang terjadi di tubuh birokrasi, boleh jadi ini merupakan paradoks, yang hanya meruntuhkan semangat kerja, menimbulkan stagnasi, dan mematikan kreativitas. Gerakan efisiensi yang berlebihan akan memperlambat roda pembangunan dan perekonomian serta pelayanan publik di daerah. Dalam hal efisiensi SPPD benar, karena sesungguhnya semua informasi lengkap di pusat dan di daerah lain bisa diperoleh melalui internnet (google dan ChatGPT), lantas untuk apa lagi SPPD perjalanan dinas ke luar kota?
Dalam kompleksitas problematika yang dihadapi, pendekatan solutif yang paling tepat adalah melalui inovasi. Bila tidak inovatif, anda akan mati. Either you innovate or die, begitulah pandangan para ahli. Paradigma inovasilah yang menggantikan paradigma efisiensi. Birokrasi kita dituntut untuk mengubah mindset dengan mengembangkan kemampuan berpikir kritis (critical thinking) dan kapasitas untuk membuat keputusan yang sulit, complex problem solving melalui inovasi. Dan inovasi terbaik itu dihasilkan melalui sinergi dan kolaborasi.
Oleh karena itulah pimpinan daerah di empat daerah yang merayakan Hari Jadinya ke-26 mengajak semua pihak untuk bersinergi dan berkolaborasi. Melalui sinergi dan kolaborasi inilah akan diperoleh inovasi untuk solusi terbaik dalam mengatasi semua masalah pembangunan dan pelayanan masyarakat. Namun perlu disadari, sinergi dan kolaborasi itu mudah diucapkan tapi sulit dalam praktik. Kolaborasi itu memerlukan semangat saling menghargai, saling menghormati dan saling mendengarkan. Jangan ragu, sepanjang ada niat baik, ada political will, kita akan berhasil. Sekali layar terkembang surut kita berpantang.***
(Dr. drh. H. Chaidir, MM, Penulis; Ketua Umum Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau – FKPMR; Ketua DPRD Provinsi Riau dua periode 1999-2004 dan 2004-2008)