Bahasa Melayu sebagai Bahasa ASEAN

Bahasa Melayu sebagai Bahasa ASEAN

Oleh
Hasrul Sani Siregar, MA
Alumni Hubungan Antarabangsa, IKMAS UKM, Selangor Malaysia

Dalam Webinar yang ditaja oleh Khmer Jaya, Kamboja beberapa waktu yang lalu, penulis dalam Seri Perkongsian Ilmu Pengetahuan dengan tajuk “Bahasa Melayu dalam komuniti ASEAN” secara jelas disebutkan bahwa, lebih kurang 300 juta masyarakat ASEAN menggunakan bahasa Melayu. Bahasa Melayu merupakan bahasa ketujuh terbesar di dunia. Bahasa Melayu (Indonesia) digunakan di Indonesia, Brunei Darussalam, Singapura, Thailand selatan, Filipina selatan dan sebagian dari Kamboja (Melayu-Champa), Vietnam, sebagian kecil di Laos serta Myanmar. Beberapa negara tersebut menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar dalam pembicaraan sehari hari.

 Malaysia Madani (Civil Malaysia) yang merupakan kerangka kebijakan dan slogan pemerintah yang berfokus kepada tiga konsep yaitu tata kelola pemerintahan yang baik, pembangunan yang berkelanjutan dan keharmonisan kaum (baca: etnik). Dalam perkembangan dan kehidupan sehari-hari, harmonisasi antar etnis dan pemeluk agama di Malaysia merupakan pondasi utama dalam hal menjaga kestabilan politik dan kemakmuran ekonomi yang dirasakan oleh masyarakatnya. Tanpa adanya harmonisasi antar masyarakatnya, kestabilan politik dan kemakmuran ekonomi tidak akan pernah dirasakan oleh masyarakatnya. Harmonisasi merupakan hal yang mutlak untuk diwujudkan dalam masyarakat yang berbilang kaum (etnis) tersebut.

Di tahun 2025 ini, Malaysia selain sebagai Ketua ASEAN, juga akan memperingati 10 tahun berdirinya komunitas ASEAN tahun 2015 yang lalu. ASEAN akan teguh mempertahankan kawasan Asia Tenggara sebagai kawasan yang aman, damai dan bebas dari intervensi dari negara-negara di luar ASEAN. ASEAN sebagai organisasi regional di kawasan Asia Tenggara sebenarnya telah berupaya untuk selalu menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi oleh setiap negara-negara anggota ASEAN melalui meja perundingan. Wacana penggunaan bahasa melayu sebagai bahasa kedua untuk komunitas ASEAN telah diupayakan untuk direalisasikan. Sebagai negara yang mayoritas menggunakan bahasa Melayu, Malaysia terus berupaya menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa resmi kedua yang akan digunakan dalam forum-forum regional maupun Internasional. 

Umumnya penggunaan bahasa Melayu digunakan di semenanjung Malaysia dan Malaysia timur. Dari Johor Bahru, Selangor, Perlis, Perak, Pahang, Kedah, Terengganu hingga Kelantan di wilayah utara, masyarakatnya menggunakan bahasa Melayu dan juga di Sarawak di Pulau Kalimantan (Borneo) juga menggunakan bahasa Melayu. Tentu ini menjadi alasan yang sangat kuat untuk mengajak negara negara dalam kawasan Asia Tenggara (ASEAN) untuk menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa yang digunakan di forum-forum ASEAN. 

Oleh karenanya, Mantan Perdana Menteri Malaysia, Ismail Sabri Yaakob ketika masih menjadi Perdana Menteri Malaysia telah berkomitmen untuk menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa resmi kedua dalam forum-forum ASEAN dan Internasional. Mengutip pendapatnya Prof. Datuk Dr. Teo Kok Seong, Profesor Lingustik (bahasa) di Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM), mengatakan bahwa bahasa Melayu bukan bahasa ibunda saya, bukan bahasa etnik saya, karena saya adalah dari keturunan Cina dan Siam, tetapi Bahasa Melayu adalah bahasa negara saya dan saya seharusnya menuturkannya dengan bangga dan fasih. Saya pikir semua warga negara di negara Malaysia berpandangan demikian. Di negara ini, bahasa lain diberikan hak untuk diajar dan dituturkan, seharusnya hak ini juga diberikan tanggung jawab. Maka tanggungjawab kita kepada negara ini (Malaysia) ialah dengan menjunjung bahasa resmi yaitu bahasa Melayu.

Oleh sebab itu, identitas Melayu akan tetap kekal dengan selalu menggunakan bahasa Melayu dalam percakapan baik resmi maupun tidak resmi. Takkan hilang Melayu ditelan zaman. Seperti ungkapan Dr. Mahathir Mohamad yang mengatakan “tak ada gunung yang tinggi tak dapat didaki, tak ada lurah yang dalam yang tak dapat dituruni”, menggambarkan, tekat orang Melayu khususnya di Semenanjung Malaysia untuk dapat berkembang dan maju sejajar dengan bangsa-bangsa lainnya di dunia. 

Sejarah mencatat kegemilangan bangsa Melayu dengan penggunaan bahasa Melayu yang telah bertapak di rantau nusantara, telah menjadikan kekuatan dalam persaingan dengan bangsa-bangsa lainnya. Dalam buku Tuhfat Al Nafis Sejarah Melayu-Islam karangan Virginia Matheson Hooker secara jelas menjelasakan sejarah kejayaan dan kecemerlangan Melayu di masanya dan itu mestinya tidak hilang ditelan arus globalisasi kebudayaan dan bahasa.***

#Opini Hasrul Sani Siregar

Index

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index