MERANTI, AmiraRiau.com– Dugaan praktik eksploitasi tenaga kerja di kilang-kilang sagu milik Koperasi Harmonis di wilayah Selatpanjang Barat kembali mengemuka. Setelah laporan investigasi awal pada 3 Juni 2025, AmiraRiau.com menerima klarifikasi dari salah satu pemilik kilang, yang justru mempertegas indikasi pelanggaran ketenagakerjaan.
“Mereka kerja hanya santai-santai. Kalau baru belajar mana bisa tinggi (gajinya),” ujar salah satu pemilik kilang saat ditemui pekan ini.
Dalam pernyataannya, pemilik kilang menilai upah Rp75.000 per hari untuk pekerja yang telah bekerja 1 hingga 2 tahun sudah layak, karena “sudah disediakan makan”.
Upah Minimum Tidak Bisa Diganti Makan
Pernyataan tersebut bertentangan dengan regulasi yang berlaku. Menurut Pasal 23 Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, upah minimum adalah jumlah terendah yang harus dibayarkan dalam bentuk uang—bukan diganti dengan fasilitas seperti makan.
“Upah minimum terdiri atas upah pokok dan tunjangan tetap. Fasilitas seperti makan tergolong tunjangan tidak tetap, dan tidak dapat menggantikan upah pokok,” jelas ketentuan tersebut.
Dengan UMK Kabupaten Kepulauan Meranti 2025 sebesar Rp3.508.776 per bulan atau sekitar Rp140 ribu per hari, maka pembayaran upah hanya Rp75 ribu sehari mengindikasikan pelanggaran serius terhadap Pasal 90 Undang-Undang Ketenagakerjaan, yang melarang pengusaha membayar di bawah upah minimum.
Koperasi: Tidak Ada Lembur, Tidak Ada Libur
Dalam pertemuan klarifikasi yang turut dihadiri pengurus Koperasi Harmonis, pihak koperasi membenarkan bahwa sistem kerja yang diterapkan adalah sistem harian. Tidak ada kontrak, tidak ada jadwal cuti, dan tidak ada perhitungan lembur.
“Itu kan harian, tidak ada libur. Kalau libur tak kerja, tak ada uang. Terserah mereka, karena tidak terikat,” kata Ketua Koperasi.
Mereka juga mengklaim bahwa tidak pernah ada pekerja datang mengambil kartu BPJS, padahal sebelumnya pemilik kilang menyatakan telah menyetorkan iuran BPJS ke koperasi.
Pernyataan ini membuka dugaan adanya "kongkalikong" atau kelalaian sistemik antara pemilik kilang dan koperasi terkait jaminan sosial pekerja.
Kadiskop UKM: “Wah, Itu Sudah Melanggar”
Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kepulauan Meranti, Tengku Arifin, saat dikonfirmasi melalui pesan suara WhatsApp, mengaku kaget mendengar laporan investigasi ini. Ia menyayangkan praktik yang berlangsung dan menyatakan siap memanggil pihak-pihak terkait.
“Jika seperti itu, kami akan panggil perusahaan itu. Kita lihat seperti apa. Wah itu berapa jam itu? Itu sudah melanggar,” ujarnya, terkejut mendengar jam kerja dari pukul 06.00 pagi hingga 16.00 atau 17.00 sore tanpa lembur.
Pelanggaran Undang-Undang: Bisa Dipidana
Dugaan pelanggaran ketenagakerjaan ini dapat dijerat dengan sejumlah pasal dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan:
Pasal 77 dan 78: Batas waktu kerja maksimal 8 jam per hari. Kelebihan jam wajib dihitung lembur.
Pasal 90: Larangan membayar di bawah UMK.
Pasal 185: Pelanggaran atas pasal ini dapat dikenakan pidana penjara hingga 4 tahun atau denda hingga Rp400 juta.
PP No. 36 Tahun 2021 Pasal 23: Upah minimum wajib dibayarkan dalam bentuk uang, bukan natura (makan/fasilitas).
Terkait BPJS, pengusaha wajib mendaftarkan semua pekerja sebagaimana diatur dalam UU No. 24 Tahun 2011 dan Perpres No. 109 Tahun 2013. Kelalaian ini dapat dikenai sanksi administratif hingga penghentian operasional.
AmiraRiau.com akan terus menelusuri praktik ini hingga ke akar persoalan. Kami mendesak agar instansi terkait melakukan audit ketenagakerjaan dan jaminan sosial di seluruh kilang sagu di bawah Koperasi Harmonis. Dugaan eksploitasi ini harus diusut tuntas demi keadilan bagi para pekerja yang selama ini bekerja tanpa perlindungan hukum yang layak.***
Penulis: Farhan