PEKANBARU – Tak berapa jauh dari gerbang masuk Kampus Universitas Islam Riau, berdiri megah sebuah masjid yang kemudian diberi nama Al Munawarah atau yang bercahaya/bersinar.
Masjid yang kemudian menjadi pusat kegiatan agama dan kebudayaan ini, berada dalam naungan Yayasan Lembaga Pendidikan Islam (YLPI) Provinsi Riau.
Banyak kisah yang menulis cikal bakal dari pembangunan masjid, termasuk soal pemberian nama Al Munawarah yang melekat hingga sekarang.
Dari tulisan Husnu Abadi, Dosen Fakultas Hukum UIR, pada salah satu ceritanya, menuliskan; Suatu hari di penghujung 1989, ketika beberapa pengelola kegiatan mahasiswa berada di teras gedung pusat UIR, datanglah Buya (Buya H. Zaini Kunin) yang dituntun oleh rekan lainnya.
Buya berbicara soal kegiatan masjid. Bagaimana masjid dapat menjadi pusat ibadah dan kebudayaan, bahwa seyogyanya masjid menjadi sumber modal kehidupan kampus ini, yang melahirkan pemimpin yang berakhlak, yang manusiawi, yang berkarakter, yang tahan pada kehidupan zaman Nabi Muhammad. Dikala Nabi Muhammad menggugah kaum mudanya untuk tetap berpegang pada kalimat kebenaran dan beristiqomah.
Setelah berdialog dengan Buya, maka beliau meninggalkan kami bergegas menuju Masjid Munawarah itu.
Namun sebelum beranjak menaiki kendaraan, Buya pun berbisik kepada kami. Al Munawarah artinya “yang bercahaya”, tetapi bagaimana ya supaya ia bercayaha?” Buya pun terbang menuju Al Munawarah. Kami terdiam, Fairuz terdiam, Fakhrunnas terdiam, Anwar Khatib dan Munaf juga terdiam. Ya mungkin diam itu terlalu lama. Tapi sampai kapan?
Di Masjid inilah, Ikatan Alumni SMA Negeri 1 Pekanbaru angkatan 1991, melaksanakan Jumat Berkah dengan membagikan sedikitnya 230 nasi kotak untuk para jemaah seusai shalat Jumat.
Semoga kegiatan ini semakin bercahaya, sebagaimana Masjid Al Munawarah yang berada di UIR, Pekanbaru.***

