PEKANBARU, AmiraRiau.com - Polda Riau berhasil mengungkap praktik ilegal jual-beli lahan di kawasan hutan lindung Desa Balung, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar. Dalam operasi tersebut, Direktorat Reserse Kriminal Khusus menangkap empat orang pelaku.
Dari hasil penangkapan, ada termasuk seorang tokoh adat berinisial DM, yang diduga menjadi dalang utama dalam transaksi tanah ulayat seluas 60 hektare di kawasan hutan lindung Batang Ulak dan hutan produksi terbatas Batang Lipai.
Menanggapi hal tersebut, Gubernur Riau Abdul Wahid menyatakan dukungannya terhadap langkah tegas Polda Riau. Ia menekankan pentingnya pengawasan terhadap kawasan hutan lindung agar tidak hanya menjadi penetapan administratif semata, tetapi dijaga secara konkret di lapangan.
“Ya, menurut saya kalau hutan kita tidak dijaga, lambat laun ya hutan kita tidak ada lagi hutannya. Maka kawasan hutan lindung dan alam memang pengawasannya ini penting,” ujar Gubri Abdul Wahid di Lanud Roesmin Nurjadin, Pekanbaru, Selasa (10/6/2026).
Dijelaskan, perlu dilakukan pendekatan preventif dalam perlindungan hutan. Ia menilai bahwa langkah-langkah pencegahan jauh lebih efektif dan berkelanjutan daripada reaktif terhadap pelanggaran yang sudah terjadi.
“Jadi jangan hanya kita menetapkan ini kawasan, tetapi tanpa ada pengawasan yang ketat. Sehingga begitu kejadian baru kita tangani. Lebih baik kita preventif, daripada kita ada masalah baru kita tangani,” jelasnya.
Sementara itu, Kapolda Riau, Irjen Herry Heryawan, menegaskan bahwa penindakan ini merupakan bagian dari operasi Satuan Tugas Penanggulangan Perambahan Hutan (Satgas PPH). Satgas ini merupakan tim gabungan dari Krimsus, Krimum, Brimob, Intel, dan Binmas yang dibentuk khusus untuk menangani kejahatan lingkungan hidup di wilayah Riau.
“Kami tidak pandang bulu. Siapa pun yang terlibat, apakah itu oknum aparat, aparat desa, maupun ninik mamak, akan kami proses secara hukum. Penegakan hukum akan dilakukan secara tegas, adil, dan terbuka,” tegas Irjen Herry.
Ia menyebut kerusakan yang terjadi sebagai bentuk ekosida atau pembunuhan massal terhadap pohon-pohon dan ekosistem hutan. Perambahan ini dinilai sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime) karena dampaknya bersifat lintas generasi dan mengancam keberlanjutan lingkungan hidup.
“Ini kejahatan luar biasa. Kerugiannya tidak hanya bisa dihitung dengan uang. Dampaknya menciderai hak anak cucu kita atas lingkungan yang sehat." pungkasnya.***