JAKARTA, AmiraRiau.com- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) kembali menggelar sidang dugaan pelanggaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI soal jumlah calon anggota legislatif (caleg) perempuan yang tak mencapai target minimum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pemilu.
Adapun agenda sidang terkait pemeriksaan saksi serta jawaban terlapor yakni KPU atas laporan soal jumlah caleg perempuan yang tak sesuai ketentuan. Pantauan Kompas.com di ruang sidang Bawaslu, Jakarta, sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Pemeriksa Puadi dengan anggota Majelis Pemeriksa Lolly Suhenti dan Totok Hariyono.
Namun dalam sidang itu, pihak terlapor yakni pimpinan KPU tidak ada yang menghadiri persidangan secara langsung.
“(Pimpinan KPU) posisi sudah di Jakarta tapi karena memang ada kegiatan-kegiatan lain bersamaan sehingga pada kesempatan kali ini diwakilkan pada kami kuasa terlapor,” ucap salah seorang perwakilan KPU bernama Edo di ruang sidang.
Atas hal ini, Majelis Pemeriksa menyayangkan sikap para pimpinan KPU. Puadi pun memberikan teguran. “Catatan majelis ya, semestinya kita berharap karena ini persidangan sangat penting ya, supaya seharusnya principal perwakilan satu harus hadir,” ujar Puadi kepada perwakilan terlapor.
Puadi juga memastikan apakah perwakilan KPU yang hadir hari ini siap memberikan jawaban atas laporan yang tengah bergulir. “Tapi nanti jawaban terlapor sudah siap ya? Sudah dikoordinasikan dengan prinsipalnya ya,” ucap dia. “Sudah siap,” jawab Edo.
Dalam sidang itu, terpantau ada empat pelapor yang hadir langsung di persidangan. Sementara sisanya memantau secara virtual. Pelapor yang hadir adalah Hadar Nafis Gumay, Titi Anggraini, Wahidah Suaib, dan Listyowati.
Diketahui, dalam sidang perdana yang digelar pada 21 November 2023, Komisioner KPU selaku terlapor juga tidak hadir dan diwakilkan. Adapun pelaporan ini imbas tidak terpenuhinya target afirmasi keterwakilan 30 persen caleg perempuan di banyak daerah pemilihan. Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan pun bergerak melaporkan KPU ke Bawaslu atas dugaan pelanggaran administrasi pemilu.
Dalam laporan mereka, koalisi meminta agar Bawaslu RI menyatakan KPU RI terbukti melakukan pelanggaran administrasi pemilu dan memerintahkan KPU RI memperbaiki seluruh DCT, baik untuk tingkat DPR RI, DPRD provinsi, serta DPRD kabupaten/kota agar memuat keterwakilan perempuan minimum 20 persen pada setiap dapil.
Bawaslu RI juga diminta memerintahkan KPU RI supaya membatalkan DCT partai politik yang di dalamnya tidak memuat keterwakilan perempuan minimum 30 persen pada dapil tersebut.***

