Oleh
Hasrul Sani Siregar, MA
Alumni Ekonomi-Politik Internasional, IKMAS UKM, Malaysia
MUNGKINKAH China akan menginvasi Taiwan dengan pertimbangan bahwa Taiwan merupakan wilayah China. Ketegangan di wilayah semenanjung Taiwan semakin menegang ketika beberapa pesawat tempur dan kapal perang China mendekati perairan semenajung China. Pertanyaannya apakah China akan segera menginvasi Taiwan dengan berbagai pertimbangan yaitu akan menyeret perang di semenanjung Taiwan dan sekitarnya. Apa dampaknya jika China berani menginvasi Taiwan?. Tentu Taiwan yang menjadi salah satu Aliansi dengan Amerika Serikat akan meminta bantuan untuk menghalau China jika negara tersebut (baca : Cina) tetap menginvasi Taiwan. Tentu negara-negara sekitarnya akan turut terdampak dari konflik China dan Taiwan tersebut. Tentu Jepang akan berupaya mempertahankan wilayahnya dari konflik China dan Taiwan tersebut. Dan China juga masih berselisih dengan Jepang di wilayah perbatasan. Bagaimana peran Rusia dalam konflik antara China dan Taiwan. Sampai sejauh ini, Rusia masih memantau perkembangan yang terjadi di wilayah semenanjung Taiwan.
Tulisan ini mencoba melihat perkembangan ketegangan militer antara China dan Taiwan. Secara militer, tentu Taiwan bukan tandingan dari China. Namun China masih akan berpikir untuk melakukan invasi ke Taiwan dengan berbagai pertimbangan. Salah satu pertimbangannnya adalah posisi Amerika Serikat yang tetap mendukung Taiwan dalam konflik dengan China. Aliansi militer Amerika Serikat dan Taiwan dalam bentuk bantuan peralatan militer dan dukungan penuh Amerika Serikat terhadap Taiwan jika diinvasi oleh China. Bagi Amerika Serikat, Cina merupakan negara yang perlu diawasi dalam hal menjaga perimbangan kekuatan (balance of power) khususnya dalam hal kekuatan militer khususnya di semenanjung Taiwan dan sekitarnya. China merupakan negara yang cukup kuat tidak saja secara ekonomi, namun juga dalam hal kekuatan militer khususnya di kawasan Asia Pasifik. Di tambah lagi kekuatan China yang semakin kuat dengan adanya kerjasama militer dengan Rusia (Aliansi militer Rusia-China).
Ketegangan militer di semenanjung Taiwan akan menjadi unjuk kekuatan diantara kekuatan militer salah satunya Amerika Serikat dan Rusia. Rusia berperan dan menjadi aliansi militer dengan China. Selama ini sudah terbangun aliansi militer antara China dan Rusia dalam konflik di Laut China Selatan (LCS). China bersitegang dengan Taiwan di semenanjung Taiwan yang akan menyeret kekuatan militer Rusia dan Amerika Serikta. Rusia beraliansi militer dengan China dan Amerika Serikat mendukung Taiwan yang berhadapan dengan China. Latihan militer Rusia dan China menjadi agenda rutin. Kerjasama militer Rusia dan China dalam latihan militer bersama tentu secara tidak langsung akan mempertemukan 2 kekuatan militer yaitu Amerika Serikat dan Rusia dalam upaya mencari pengaruh kepentingan khususnya di semenanjung Taiwan. Kerjasama militer antara Rusia dan China selalunya dilakukan di perairan Mediterania dan sekitar perairan Jepang (laut kuning).
Hubungan militer antara Rusia dan China bukan baru baru ini, sudah terjalin semenjak adanya Uni Sovyet yang berdiri pada desember 1922 hingga 1991 yang kemudian digantikan oleh Federasi Rusia sebagai penerus Uni Soviet. Sejak Uni Soviet berdiri, kerjasama Sino (China) sudah terjalin kerjasama khususnya kerjasama militer dalam menghadapi pengaruh Amerika Serikat. Aliansi militer Uni Soviet dan China telah terbangun semenjak tahun 1950-an. Tercatat dalam sejarah pada 15 Februari 1950, Uni Soviet dan China, dua negara komunis terbesar di dunia mengumumkan penandatanganan kerja sama pertahanan keamanan dan militer. Perjanjian kerjasama militer tersebut dilakukan di Moskow, Uni Sovyet yang dihadiri oleh pemimpin China ketika itu yaitu Mao Zedong dan Perdana Menteri Zhou En-lai serta pemimpin Uni Sovyet Joseph Stalin dan Menteri Luar Negeri Andrei Vishinsky.
Dalam perjanjian kerjasama antara Uni Soviet dan China, Uni Soviet membantu militer China dan mengembalikan pengawasan jalur utama kereta api di Port Arthur dan Dairen di Manchuria dari Uni Soviet ke China. Sebelumnya, jalur tersebut dikuasai pasukan Uni Soviet menjelang akhir Perang Dunia II. Aliansi pertahanan tersebut juga merupakan jawaban untuk mengantisipasi terjadinya kembali tragedi Perang Dunia kedua akibat agresi militer negara lain di masa depan. Bahkan, Zhou En-lai dengan bangga mengklaim aliansi tersebut menciptakan sebuah kekuatan yang mustahil untuk dikalahkan. Dalam perjanjian tersebut merupakan bukti yang konkret dalam memperkuat sistem monolitik negara-negara komunis ketika itu. Sudah 66 tahun aliansi tersebut berlalu dan kini Rusia dan China membangun kembali aliansi militer tersebut dengan perspektif yang berbeda yaitu membangun aliansi strategis di kawasan Asia Pasifik dan semenanjung Taiwan.
Aliansi yang dibangun Rusia dengan China tentu sebagai upaya menjaga stabilitas regional kawasan Asia Pasifik dan Semenanjung Taiwan. Vradimir Putin dalam beberapa kesempatan menyebut bahwa aliansi militer Rusia dan China yang dibangun salah satunya adalah untuk mengantisipasi dan mengimbangi strategi dan kekuatan Amerika Serikat yang sudah berniat menambah kekuatan maritimnya kawasan di Asia Pasifik pada tahun 2030. Namun sebaliknya pula Vradimir Putin juga menginginkan adanya kemitraan bersama-sama dengan negara lainnya yang secara bersama-sama menjaga dan memperkuat keamanan di kawasan Asia Pasifik dan Semenanjung Taiwan. Oleh karena itulah Rusia dan China ingin mempertahankan hubungan militer yang selama ini sudah terjalin dengan baik dengan melakukan latihan militer secara rutin. Federasi Rusia mendukung pembentukan arsitektur keamanan dan kerjasama yang terbuka berdasarkan Hukum Internasional.

