
PEKANBARU, AmiraRiau.com- Komite Pejuang Pertanian Rakyat (KPPR) melakukan pendampingan terhadap masyarakat pemilik lahan perkebunan kopi di Dusun Langkowa, Desa Tonasa, Kecamatan Tombolopao, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi selatan.
Pendampingan tersebut, kata Ketua Umum KPPR Muhammad Ridwan, Selasa (11/3/2025), untuk menciptakan terwujudnya keadilan sosial dalam hal redistribusi tanah bagi seluruh Rakyat Indonesia, dalam hal ini pemilik lahan pertanian perkebunan kopi di Dusun Langkowa, Desa Tonasa, Kecamatan Tombolopao.
“Terkait dengan persoalan lahan perkebunan Kopi masyarakat dusun Langkowa KPPR kedepan akan melakukan pendampingan terhadap masyarakat,” ujar Muhammad Ridwan yang turun langsung ke Dusun Langkowa sejak 1 Maret 2025.
Baca Juga:
- Tuntutan Diakomodir KLHK, Masyarakat Riau dan Jambi Dalam Perjalanan Pulang
- KPPR Menduga PT. Sinar Riau Palm Oil Garap Kawasan Hutan di Dumai
- Dikuasai Oknum Mafia Tanah, KPPR Laporkan Ribuan Ha Kawasan Hutan jadi Kebun Sawit di Tapung Hilir
Kata Ridwan, pemerintah harus segera melakukan redistribusi lahan kepada masyarakat Dusun Langkowa disertai dengan menyerahkan SK TORA karena Hutan Produksi Terbatas (HPT) dengan kriteria merupakan tanah yang di dalamnya teridentifikasi adanya penguasaan dan pemanfaatan tanah dalam bentuk pemukiman fasilitas umum atau fasilitas sosial, serta lahan garapan atau hutan yang dikelola masyarakat dapat dilepaskan fungsinya menjadi non hutan dan dapat di berikan hak kepemilikan kepada masyarakat.
Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan pada tahun 2020, ujar Ridwan, pernah memperoleh jatah Inventarisasi dan Verifikasi Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) terbesar di Provinsi Sulawesi Selatan tersebar di delapan kecamatan, 44 desa dan kelurahan seluas 5.626,69 hektare (ha).
Bahkan Kabupaten Gowa mendapatkan jatah hampir 30 persen dari jatah Sulawesi Selatan yang sebesar 18.059 hektar atau paling besar dari kabupaten lainnya yaitu Pinrang, Toraja Utara, Takalar, Jeneponto dan Soppeng, meskipun demikian konflik penguasaan lahan dalam kawasan hutan oleh masyarakat hingga saat ini belum terselesaikan sepenuhnya termasuklah persoalan yang dihadapi oleh masyarakat di Dusun Langkowa ini.
“Kami merasa perlu mengingatkan penyelenggara negara dalam hal ini pemerintah, sebenarnya dalam penanganan penyelesaian konflik agraria (kehutanan/pertanahan), sudah seharusnya pemerintah terlibat penuh dalam pengaturan sumber daya alam yang berpihak dan melindungi kepentingan rakyat untuk memberikan sebesar-besarnya kemakmuran pada rakyat,” tutur Ridwan.
“Untuk itu, berkenaan dengan hal tersebut kami sangat berharap kepada Menteri Kehutanan kiranya dapat membuat rapat fasilitasi penyelesaian konflik guna pembahasan usulan permohonan Inventarisasi dan Verifikasi Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Rangka Penataan Kawasan Hutan (PPTPKH) di Dusun Langkowa dengan menghadirkan Balai Pemantapan Kawasan Hutan dan Tata Lingkungan Wilayah Sulawesi Selatan, Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan baiknya diikuti oleh OPD terkait dilingkungan pemerintah provinsi dan pemerintah Kabupaten Gowa,” terang Ridwan.
Ridwan menegaskan bahwa masyarakat pemilik lahan di Dusun Langkowa berhak mendapatkan SK TORA dari pemerintah karena memang faktanya masyarakat telah manfaatkan tanah selama ini dengan baik. Karena jelas bidang tanah pertanian perkebunan kopi telah manfaatkan selama ini dengan baik oleh masyarakat dan bukan merupakan obyek gugatan/sengketa.
Lahan pertanian perkebunan kopi masyarakat tersebut masuk dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) namun ada fakta yang tidak bisa dipungkiri sejarahnya bahwa memang lahan pertanian perkebunan kopi tersebut merupakan lahan garapan (pertanian, perkebunan) yang dikuasai lebih dari 20 tahun berturut-turut oleh masyarakat Dusun Langkowa secara turun temurun sejak dari tahun 1975 dan hal ini sudah diakui oleh kepala desa/kelurahan dengan saksi yang dapat dipercaya.***

